Para Politisi Pendukung Beijing Resmi Berkuasa di Parlemen Hong Kong
Sejumlah pihak menuding Beijing merekayasa sistem dan proses pemilu untuk memastikan hanya calon pendukung pemerintah pusat yang menang di pemilu daerah otonom Hong Kong.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
HONG KONG, SENIN — Pemilu legislatif di Hong Kong, salah satu daerah otonom China, selesai dengan keikutsertaan hanya 30 persen pemilih. Seluruh 90 kursi di parlemen dimenangi oleh para politisi pendukung Beijing.
Tempat pemungutan suara dibuka pada Minggu (19/12/2021) pagi dan ditutup pada pukul 22.30 waktu setempat. Dari seluruh pemilih terdaftar, hanya 1,3 juta orang yang memberi suara.
”Saya berterima kasih setulusnya kepada lebih dari 1,3 juga pemilih yang memberi suara hari ini. Suara mereka tidak hanya memilih anggota parlemen, mereka juga menunjukkan dukungan pada sistem pemilu yang diperbaiki dan aspirasi mereka pada peningkatan kemangkusan tata kelola Hong Kong,” kata Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.
Lam menyebut tingkat partisipasi yang rendah itu sebagai bukti kepuasan pada pemerintah. Alasan dia, pemilih tidak punya alasan untuk memperkuat legislatif dengan oposisi yang dapat mengawasi pemerintah.
”Saya pikir partisipasi pemilih tidak terlalu bermakna,” kata Lam kepada Global Times, media pendukung Pemerintah China.
Ia menyangkal ada rekayasa sistematis untuk memastikan hanya pendukung Beijing yang bisa ikut dan memenangi pemilu Hong Kong. Sebab, kata Lam, sebagian calon di pemilu kali ini dikenal anti-Beijing.
Politisi anti-Beijing yang ikut pemilu, antara lain, adalah Frederick Fung dan Caspar Wong. Fung dan Wong sama-sama kalah dan mereka menyalahkan rendahnya partisipasi pemilih sebagai penyebab kegagalan.
”Banyak pendukung demokrasi tidak mau memilih. Kondisi ini membuat saya tidak mendapat cukup suara. Saya pikir legislatif akan didominasi satu suara, tidak akan ada yang akan mewakili demokrasi, kebebasan berpendapat, HAM. Ini tidak baik untuk Hong Kong,” kata Fung, sebagaimana dikutip South China Morning Post, koran Hong Kong di bawah grup Alibaba yang didirikan Jack Ma.
Wong mengungkapkan, dirinya menghormati para pendukung demokrasi yang tidak mau memberi suara di pemilu kali ini. Ia juga mengatakan, pesan kampanyenya lebih sulit disampaikan dibandingkan pesan kampanye pihak-pihak pendukung Beijing.
Adapun pendukung Beijing, Starry Lee, menyebutkan bahwa tingkat partisipasi pemilih sudah bagus. Ia menilai, warga masih terus beradaptasi dengan keadaan.
Pemilu 19 Desember 2021 menggunakan sistem agak berbeda dari pemilu 2016. Persamaannya adalah ada tiga cara pemilihan anggota parlemen. Pertama, dipilih langsung oleh pemilih di daerah pemilihan. Kedua, 30 anggota dipilih oleh perwakilan organisasi profesi. Ketiga, dipilih oleh anggota perwakilan atau dewan distrik.
Di pemilu 2016, sebanyak 35 anggota parlemen dipilih langsung di dapil. Kini, jumlahnya hanya 20 orang. Sementara alokasi kursi anggota yang dipilih oleh perwakilan distrik melonjak dari lima menjadi 40 kursi. Adapun anggota yang dipilih perwakilan organisasi profesi tetap 30 orang.
Tudingan rekayasa
Sejumlah pihak menuding Beijing merekayasa sistem dan proses pemilu untuk memastikan hanya calon pendukung pemerintah pusat yang menang di pemilu daerah otonom Hong Kong. Cara pertama adalah memangkas jumlah anggota yang dipilih langsung di dapil dan mendongkrak anggota yang dipilih oleh perwakilan distrik.
Selanjutnya, sebagaimana dilaporkan The New York Times, TheWall Street Journal, Reuters, hingga The Sunday Times, Beijing menekan organisasi profesi hanya memilih 30 anggota parlemen. Beberapa pekan lalu, persatuan guru Hong Kong membubarkan diri. Sejumlah pengurusnya mengaku terus ditekan Beijing. Tekanan itu membuat mereka memutuskan membubarkan diri dan kehilangan suara di pemilu.
Beijing juga dituding menekan kubu oposisi lewat rangkaian penangkapan massal. Bahkan, Komisi antikorupsi Hong Kong, ICAC, sekalipun ikut memburu kubu oposisi. Lembaga pemberantas korupsi yang kerap dijadikan contoh di sejumlah negara itu telah menerbitkan perintah penangkapan terhadap sejumlah tokoh oposisi. Sejumlah tokoh oposisi itu dituding melanggar aturan soal larangan mengajak pemilih untuk tidak memberi suara.
Komisi pemilihan umum juga menetapkan sejumlah syarat untuk menghambat bakal calon dari kubu oposisi. Siapa pun yang mendukung kemerdekaan Hong Kong, menolak kedaulatan China atas Hong Kong, dan diduga bekerja sama dengan pihak asing mencampuri urusan dalam negeri China dan Hong Kong dilarang ikut pemilu. Larangan juga berlaku bagi siapa pun yang dinilai membahayakan keamanan nasional.
Ada pula penangkapan puluhan anggota kubu oposisi karena menggelar pemilu pendahuluan tanpa izin pemerintah. Mereka ditangkap dengan tudingan menggelar perkumpulan massa tanpa izin.
Beijing juga mengirimkan peringatan kepada redaksi TheWall Street Journal dan The Sunday Times. Sebab, tajuk kedua media itu secara terbuka menganjurkan pemilih tidak menggunakan haknya di pemilu Hong Kong. (AFP/REUTERS)