Sanksi Ekonomi AS Akan Tetap Jadi Ganjalan Negosiasi Nuklir Iran
Pemerintah Iran dan Uni Eropa sepakat untuk memulai kembali perundingan soal program nuklirnya yang mandek. Tapi, persoalan sanksi ekonomi diperkirakan akan menjadi ganjalan.
TEHERAN, MINGGU – Uni Eropa dan Iran sepakat untuk kembali melakukan perundingan nuklir tidak langsung dengan Amerika Serikat pekan depan. Akan tetapi, ganjalan masih akan terjadi seputar pencabutan sanksi ekonomi bagi Iran.
Saat berbicara kepada media, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrel, Sabtu (25/6/2022), menyatakan negosiasi akan segera dimulai.
”Beberapa hari mendatang berarti beberapa hari mendatang. Maksud saya, cepat, segera. Negosiasi harus dilanjutkan dan ini adalah keputusan yang harus dibuat Teheran dan Washington,” kata Borrel. Dia menambahkan, Amerika Serikat (AS) juga harus kembali ke meja perundingan.
Baca juga : AS Pilih Sanksi, Israel Ingin Agresi
Upaya menghidupkan kembali Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015 atau yang lebih dikenal dengan Kesepakatan Nuklir Iran 2015 sempat memiliki peluang untuk dihidupkan kembali pelaksanaannya. Setelah berunding selama hampir 11 bulan sejak awal 2021, Iran dan AS yang dimediasi oleh Uni Eropa hampir menemukan jalan tengah. Namun, perundingan itu macet karena beberapa hal.
AS menginginkan Iran memenuhi seluruh isi JCPOA 2015 tanpa syarat, termasuk menghentikan program pengayaan nuklirnya. Ini menjadi syarat sebelum AS mencabut sanksi ekonomi terhadap negara itu. Sebaliknya, Iran berkeras agar seluruh sanksi ekonomi atas negaranya dicabut karena mereka, sebelum Amerika Serikat secara sepihak keluar dari JCPOA pada 2018, telah memenuhi hal yang disyaratkan dalam perjanjian itu.
Iran, dalam upaya menghidupkan kembali JCPOA selama 11 bulan terakhir, juga menambahkan satu hal, yaitu menghapus Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) dari daftar Organisasi Teroris Asing AS.
Baca juga : Timur Tengah Setelah Negosiasi Nuklir Iran dan Krisis Ukraina
Dua pejabat yang mengetahui rencana dimulainya kembali perundingan, satu dari Iran dan satu lagi Eropa, mengatakan, Borrel menyatakan bahwa dua masalah masih harus diselesaikan. Salah satunya adalah soal sanksi ekonomi atas Iran.
Borrel sendiri tidak menjelaskan lebih detail tantangan yang akan dihadapi pada hal yang menjadi ganjalan dalam proses perundingan. Dia menyatakan kegembiraan dan harapannya bahwa para pihak sepakat untuk kembali ke meja perundingan secepat mungkin.
”Kami diharapkan untuk melanjutkan pembicaraan dalam beberapa hari mendatang dan memecahkan kebuntuan. Sudah tiga bulan dan kami perlu mempercepat pekerjaan. Saya sangat senang dengan keputusan yang telah dibuat di Teheran dan Washington,” kata Borrel. Dia menambahkan, timnya akan memfasilitasi proses perundingan, terutama untuk menyelesaikan masalah yang belum disepakati oleh para pihak.
Sementara Kementerian Luar Negeri Iran memastikan mereka akan mendesakkan persoalan pencabutan sanksi ekonomi terhadap negaranya sebagai prioritas utama perundingan. ”Kami siap untuk melanjutkan pembicaraan dalam beberapa hari mendatang. Yang penting bagi Iran adalah untuk sepenuhnya menerima manfaat ekonomi dari kesepakatan 2015,” kata Amirabdollahian.
Kami siap untuk melanjutkan pembicaraan dalam beberapa hari mendatang. Yang penting bagi Iran adalah untuk sepenuhnya menerima manfaat ekonomi dari kesepakatan 2015.
Sebaliknya, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby menyatakan posisi AS tidak berubah. ”Tidak ada yang berubah tentang posisi kami bahwa kesepakatan nuklir adalah cara terbaik untuk mencegah Iran mencapai status senjata nuklir. Kami ingin membuat mereka kembali patuh,” kata Kirby.
Perundingan nuklir Iran hampir pasti akan menggunakan format yang berbeda. Selain itu, perundingan juga tidak akan dilaksanakan di Vienna, Austria. Borrel memastikan hal itu. ”Pembicaraan antara Iran, AS, dan UE tidak akan berlangsung di Vienna karena tidak akan dalam format 4+1. Mereka mungkin akan berlangsung di suatu tempat yang lebih dekat ke Teluk Persia dan lebih khusus lagi di negara Teluk Persia,” tulis sejumlah media Iran mengutip pernyataan Borrell.
Selama ini, perundingan tidak langsung diikuti oleh negara-negara penanda tangan JCPOA 2015, yaitu AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan China serta ditambah Jerman atau yang lebih dikenal sebagai P5+1. Akan tetapi, tindakan empat negara peserta perundingan, yaitu Jerman, Inggris, Perancis, dan AS, yang mengusulkan agar Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional mengeluarkan resolusi untuk menegur Iran setelah negara itu gagal menjawab pertanyaan soal ditemukannya jejak uranium di lokasi pengayaan yang dirahasiakan.
Tindakan itu berujung pada pencopotan sekitar 27 kamera pengawas yang diletakkan di beberapa lokasi pengayaan uranium Iran. Meski masih tersisa sekitar 40 kamera lagi di berbagai lokasi, pencopotan itu membuat IAEA tidak memiliki cukup informasi tentang kegiatan pengayaan nuklir Iran yang dianggap semakin berbahaya oleh AS dan sekutu-sekutunya.
Baca juga : Iran Copot Puluhan Kamera Pengawas Program Nuklirnya
Iran juga mengakui bahwa mereka menyita dua kapal tanker Yunani. Ini adalah tindakan balasan terhadap Yunani yang sebelumnya menyita dan mengirimkan minyak dari kapal tanker Iran ke AS atas permintaan Departemen Perdagangan AS.
Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Samkhani, yang menjadi pengambil keputusan dalam perundingan tak langsung Iran-AS, mengatakan, Iran akan terus mengembangkan program nuklirnya sampai AS dan sekutu Barat mengubah perilakunya yang dipandang ilegal.
”Tindakan Iran di sektor nuklir hanyalah respons legal dan rasional terhadap unilateralisme AS dan kelambanan Eropa. Dan, hal itu akan berlanjut selama praktik ilegal Barat tidak diubah,” kata Samkhani, tanpa menjelaskan lebih lanjut. (AP/REUTERS)