Kuasai 80 Persen Sievierodonetsk, Rusia Minta Pasukan Ukraina Menyerah
Militer Rusia dikabarkan telah menguasai 80 persen kota Sievierodonetsk, sebuah posisi yang merugikan Ukraina. Kekalahan demi kekalahan membuat Ukraina mendesak sekutu Baratnya agar mempercepat mengirimkan persenjataan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
KYIV, RABU — Militer Rusia telah menguasai sekitar 80 persen kota Sievierodonetsk di Provinsi Luhansk, Ukraina bagian timur, setelah pertempuran sengit selama beberapa pekan terakhir. Rusia mengeluarkan ultimatum agar para milisi Ukraina meletakkan senjata dan keluar dari wilayah tersebut.
”Para milisi (Ukraina) harus menghentikan perlawanan mereka yang tidak masuk akal dan meletakkan senjata mulai pukul 08.00 waktu Moskwa (12.00 waktu Indonesia per 15 Juni),” kata Kepala Pusat Manajemen Pertahanan Rusia Mikhail Mizintsev, dikutip dari kantor berita Interfax.
Sehubungan dengan itu, militer Rusia juga menjamin keamanan warga sipil dengan meminta mereka meninggalkan kota itu menggunakan koridor kemanusiaan pada Rabu (15/6/2022). Para pengungsi akan dibawa ke kota Svatovo, 60 kilometer (35 mil) ke utara di wilayah di bawah kendali pasukan Rusia dan milisi pro-Rusia.
Pertempuran memperebutkan Sievierodonetsk, sebuah kota berpenduduk lebih kurang 100.000 jiwa, menjadi pertempuran hebat dalam beberapa pekan terakhir. Menurut data pemerintah setempat, sekitar 12.000 warga sipil masih terjebak di wilayah yang menjadi zona baku tembak antara pasukan Rusia dan Ukraina. Militer Ukraina menyatakanr 100-200 anggotanya tewas dalam usaha mempertahankan wilayah tersebut.
Kremlin bertekad memastikan wilayah timur Ukraina berada dalam kendalinya. Untuk itu, militer Rusia memusatkan seluruh kekuatan militernya untuk merebut Sievierodonetsk yang disebut-sebut sebagai kota kunci atas penguasaan Provinsi Luhansk di Ukraina bagian timur.
Namun, milisi Ukraina tidak mau menyerah begitu saja. Pertempuran sengit pun tak terelakkan. Rusia tidak memberikan data jumlah anggota pasukannya yang tewas dalam pertempuran di wilayah itu.
Gubernur wilayah Luhansk Serhiy Haiday mengatakan, evakuasi warga sipil dari kota Sievierodonetsk belum memungkinkan saat ini. Alasannya, pertempuran tidak pernah berhenti. ”Militer Ukraina harus mundur ke pinggiran kota karena Rusia menerapkan taktik bumi hangus. Mereka menggunakan artileri berat untuk menekan posisi Ukraina,” katanya.
Walau begitu, Haiday menambahkan, masih ada kesempatan bagi warga terluka untuk dievakuasi. Data yang dipegangnya, sekitar 500 warga sipil berlindung di pabrik bahan kimia Azot, yang menjadi sasaran serangan militer Rusia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, kehilangan Sievierodonetsk menyakitkan bagi rakyat Ukraina. ”Tapi, kita harus bertahan,” katanya.
Sementara itu, juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan kepada wartawan di New York, Amerika Serikat, infrastruktur penting, termasuk rumah, sekolah, rumah sakit, dan pasar di Provinsi Donetsk, telah menjadi sasaran serangan selama seminggu terakhir. ”Ini telah membuat hidup hampir tak tertahankan bagi orang-orang yang juga menghadapi kekurangan air yang parah dan kadang-kadang tidak dapat meninggalkan rumah mereka selama berhari-hari karena pertempuran,” kata Dujarric.
Bantuan senjata
Seperti yang dilakukannya hampir setiap hari, Zelenskyy kembali meminta dukungan persenjataan kepada negara-negara sekutu Baratnya agar ada percepatan pengiriman. Kali ini, secara khusus dia meminta sekutu mengirimkan sistem pertahanan antirudal.
Zelenskyy mengatakan, Ukraina tidak memiliki cukup sistem antirudal untuk menembak jatuh rudal-rudal Rusia yang menargetkan kota-kotanya. ”Negara kami tidak memiliki cukup persenjataan. Tidak ada pembenaran dalam penundaan dalam menyediakannya,” kata Zelenskyy.
Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hanna Malyar mengatakan, pihaknya hanya menerima sekitar 10 persen dari bantuan persenjataan yang diminta dari sekutu Baratnya untuk menciptakan keseimbangan di medan tempur dengan militer Rusia. ”Tidak peduli berapa banyak usaha yang dilakukan Ukraina, tidak peduli seberapa profesional tentara kami, tanpa bantuan mitra Barat, kami tidak akan dapat memenangkan perang ini,” kata Malyar dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.
Perbandingannya, menurut Malyar, Ukraina menggunakan 5.000-6.000 peluru artileri per hari. Sementara, Rusia menggunakan sepuluh kali lebih banyak. Pertempuran sengit di timur menjadi pertempuran artileri yang membuat pasukan Kyiv kalah jumlah.
Salah satu konsekuensinya, jumlah korban perang besar berjatuhan dalam beberapa hari terakhir. Oleh karena itu, Maylar menekankan, penundaan pengiriman senjata ke Ukraina setiap hari berarti hilangnya nyawa lebih banyak tentara dan warga sipil Ukraina. ”Oleh karena itu, sayangnya, kami tidak bisa menunggu terlalu lama karena situasinya sangat sulit,” katanya.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mencoba meyakinkan Kyiv bahwa mereka akan terus memberikan dukungan persenjataan. Dia mengatakan, NATO sudah meningkatkan pengiriman. Para pejabat NATO akan bertemu di Brussels, Belgia, pada Rabu ini untuk mengoordinasikan dukungan lebih lanjut bagi Ukraina, termasuk persenjataan berat.
Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki menyesalkan bahwa Barat ”tidak berbuat cukup” untuk mendukung tetangga negaranya, Ukraina. ”Kami belum berbuat cukup untuk membela Ukraina, untuk mendukung rakyat Ukraina, untuk mendukung kebebasan dan kedaulatan mereka,” katanya pada konferensi pers.
Dia mengatakan, NATO dan negara-negara Barat akan kehilangan kredibilitas jika Ukraina takluk. ”Ini akan menjadi kegagalan total dan bencana bagi Uni Eropa, nilai-nilai kami, dan NATO,” kata Morawiecki. (AP/REUTERS)