Rusia Pakai Rudal Era Uni Soviet
Pertempuran di wilayah timur dan selatan Ukraina masih terus berlangsung. Rusia menggunakan stok rudal era Uni Soviet untuk menghujani sejumlah wilayah di Ukraina. Di sisi lain, Ukraina membutuhkan pasokan senjata baru.
KYIV, KOMPAS Angkatan Udara Ukraina menuding Rusia memakai rudal warisan Uni Soviet. Rudal-rudal itu, antara lain, dipakai untuk memutus pasukan Ukraina dari jalur pasokan di Ukraina Timur.
Juru bicara AU Ukraina, Yuriy Ignat, mengatakan, Kyiv melacak rudal-rudal itu semakin kurang tepat sasaran. ”Kami melihat mereka menggunakan rudal X59 dan X22 dari masa Soviet,” ujarnya, Selasa (14/6/2022), di Kyiv.
Rudal-rudal itu berdaya ledak besar, antara lain, karena hulu ledaknya 900 kilogram. ”Bisa sangat merusak. Masalahnya, tidak langsung ke sasaran. Sering kali menyasar ke obyek sipil,” katanya.
Baca juga: Paus: Perang Rusia-Ukraina Bukan Persoalan Hitam-Putih
Kyiv menduga Moskwa mulai mengurangi penggunaan rudal dan roket tepat sasaran. Selain mahal, ada dugaan Moskwa mulai kesulitan memproduksi rudal karena aneka sanksi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Meski diproduksi dengan teknologi dan mesin di dalam negeri, sebagian bahan baku industri pertahanan Rusia masih harus diimpor. Sejak perang meletus, Washington dan sekutunya melarang ekspor aneka teknologi, bahan baku, dan bahan setengah jadi yang bisa dipakai untuk memproduksi persenjataan di Moskwa.
Sebaliknya, juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Letnan Jenderal Igor Konashenkov, menyebut, Moskwa tetap memakai rudal mutakhir. Rudal itu, antara lain, dipakai dalam 11 serangan udara pada Senin (13/6) malam hingga Selasa siang.
Rusia juga memakai peluncur roket multilaras (MLRS) untuk menyerang Bakhmut dan Pereezdnoe di Donetsk, Lysychanks, dan Gorske di Luhansk. Hujan roket juga diarahkan ke perbatasan Kharkiv-Luhansk.
Lebih dari 300 lokasi di Ukraina timur dihujani roket dan rudal Rusia sepanjang Senin hingga Selasa. Menurut Moskwa, ratusan tentara dan milisi Ukraina tewas dalam rangkaian serangan itu. Sebagian lagi terkepung di berbagai kota di Luhansk, Donetsk, dan Kherson.
Bahkan, rudal Rusia juga diarahkan ke Ukraina barat. Pejabat Provinsi Ternopil, Khmelnytskyi, dan Lviv membenarkan ada sejumlah rudal Rusia dicegat pada Selasa siang. Pecahan rudal menimpa sejumlah bangunan di Lviv. Sementara di Ternopil dan Khmelnytskyi, pecahan rudal jatuh ke lahan kosong.
Baca juga: Aplikasi Digital Penolong Warga Kyiv (Bagian 10)
Kepala Administrasi Militer Sumy, Dmytro Zhyvytskyy, mengatakan bahwa mortar dan artileri jarak jauh Rusia menyasar sejumlah kota di provinsi itu. Hingga Senin malam waktu Kyiv, belum ada laporan korban jiwa akibat serangan itu. Meski demikian, sejumlah ladang rusak akibat ledakan mortar tersebut. ”Lebih dari 10 ledakan di Shotska,” ujarnya.
Zhyvytskyy menyebut, Rusia menggunakan meriam swagerak untuk menyerang Shotska. Pasukan Rusia terdeteksi di sekitar Kharkiv yang bersebelahan dengan Sumy.
Perkuat posisi
Juru bicara Markas Besar Angkatan Bersenjata Ukraina, Oleksandr Shtupun, mengatakan, serangan udara Rusia terus dilancarkan di Ukraina timur. ”Dengan bantuan artileri, mereka coba memperkuat posisi di pusat Severedonetks,” katanya.
Pasukan Rusia juga menduduki Vidrodzhennia yang terletak dekat Bakhmut. Seperti di Severodonetks, Rusia juga mengandalkan artileri di Vidrodzhennia. Rusia menembakkan berbagai jenis peluru meriam ke berbagai posisi pasukan Ukraina di sana.
Selain itu, Rusia juga mempersiapkan pasukan darat di perbatasan Rusia-Ukraina. ”Ada batalyon tank dan dua batalyon taktis pasukan lintas udara di Bryansk dan Kursk,” ujarnya.
Berbeda dengan Ignat, Shtupun mengakui Rusia masih memakai Kalibr. Rudal itu baru diproduksi pada 1994 atau tiga tahun setelah Uni Soviet runtuh. Rusia membuat rudal itu untuk versi yang ditembakkan dari pesawat dan kapal. Bahkan, ada versi untuk ditembakkan dari kapal selam.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Ukraina, Oleksandr Motuzianyk, juga menyebut, Rusia menyiagakan enam kapal jelajah di Laut Hitam dan Laut Azov. Dari kapal-kapal itu, Rusia menembakkan rudal kalibr. Memang, Kyiv juga melacak sejumlah rudal Kh-22 warisan era Soviet dipakai pula dalam serangan dari kapal-kapal Rusia di kedua laut itu.
Rudal dari Laut Hitam dan Laut Azov menyasar hampir semua wilayah Ukraina. Tidak hanya Kharkiv dan Donetsk di timur, Ternopil dan Lviv di barat juga terkena rudal-rudal jelajah yang ditembakkan dari laut itu. ”Armada Laut Hitam di Laut Hitam dan Laut Azov terus berusaha mengisolasi (pasukan Ukraina) di garis depan, melakukan pengintaian, dan melancarkan tembakan dukungan,” ucapnya.
Dampak lain keberadaan kapal-kapal perang itu adalah kapal niaga semakin sulit merapat ke Laut Azov. Dengan demikian, sulit bagi Ukraina memanfaatkan kedua laut itu untuk keperluan komersialnya.
Rudal yang ditembakkan dari Laut Hitam, antara lain, dijatuhkan pada Selasa siang. Pelacakan rudal tersebut membuat sirene peringatan serangan udara meraung di berbagai kota Rusia. Sirene di kota Kyiv juga ikut berbunyi. Padahal, Kyiv amat jarang menjadi sasaran serangan rudal. Serangan terakhir terjadi pada 5 Juni 2022 di sisi timur Kyiv. Serangan itu menyasar bengkel kereta.
Baca juga: Situasi di Sievierodonetsk Genting, Ratusan Warga Sipil dalam Bahaya
Angkatan Bersenjata Ukraina menyebut, rudal panggul dan sistem pertahanan udara menjatuhkan rudal-rudal jelajah pada Senin siang itu. Kyiv tidak menyebut di mana rudal dicegat. Angkatan Bersenjata Ukraina hanya menyebut rudal dicegat oleh komando operasi yang relevan.
Bantuan
Hujan artileri dan rudal di Ukraina Timur membuat Kyiv terus meminta bantuan persenjataan. Duta Besar Ukraina untuk Jerman Andriy Melnyk menyebut bahwa belum satu pun bantuan Berlin diterima Kyiv. Padahal, Jerman menjanjikan bantuan persenjataan berat sejak April 2022. ”Paling cepat kami menerima sebagian akhir Juni 2022. Sebagian lagi mungkin baru datang awal Agustus. Kami butuh pengiriman lebih cepat,” katanya.
Ia resah karena peralatan yang dijanjikan Berlin kepada Kyiv sudah tersedia. Meski demikian, aneka persenjataan itu tidak kunjung dikirimkan.
Dilaporkan Der Spiegel, Kanselir Jerman Olaf Scholz menampik Berlin menunda pengiriman senjata ke Kyiv. Jerman justru berusaha memastikan bantuan bisa dipakai ketika diterima. ”Pemakai semua peralatan berat ini perlu latihan. Perlu pengetahuan untuk menggunakannya,” katanya sebagaimana dikutip Der Spiegel.
Jerman menjanjikan meriam kaliber 155 milimeter, panser antipesawat, dan tank menengah. Janji itu membuat Jerman mengubah doktrin militer untuk tidak mengirimkan persenjataan berat ke luar negeri.
Scholz menjadikan fakta tentara Ukraina terbiasa dengan peralatan Uni Soviet sebagai alasan penundaan pengiriman. Selama puluhan tahun, tentara Ukraina terbiasa memakai meriam kaliber 152 mm yang merupakan standar Uni Soviet dan negara bawahannya. Sementara Jerman dan banyak negara lain memakai meriam 155 mm. Sistem meriam 152 mm berbeda dengan 155 mm.
Meski demikian, sejumlah pihak menduga Berlin masih meragukan komitmen Kyiv soal penggunaan senjata itu. Seperti Washington, Berlin khawatir senjata yang dipasoknya dipakai Kyiv untuk menyerang wilayah Rusia. Mereka khawatir penggunaan seperti itu bisa membuat perang terbuka dengan Moskwa.
Baca juga: Indonesia Terus Dorong Koridor Aman
Melnyk berharap Jerman dan negara lain tidak lagi mencari alasan untuk menunda pengiriman persenjataan ke Ukraina. Pertemuan Forum Komunikasi 40 Menteri Pertahanan pada 15 Juni 2022 di Brussels diharapkan menjadi momentum percepatan pengiriman senjata ke Ukraina. ”Setiap hari penundaan berarti penambahan korban jiwa oleh serangan Rusia,” katanya.
Pertanian
Selain persenjataan, Kyiv juga meminta bantuan menghentikan penjualan hasil panen Ukraina oleh Rusia. Otoritas Donetsk versi Rusia menyatakan telah mengirimkan 11 ton hasil panen untuk diekspor.
AS dilaporkan berusaha menghentikan kesepakatan yang dijalin Rusia-Turki dengan sejumlah negara Afrika tersebut. Banyak negara Afrika mengandalkan pasokan pangan dari Rusia-Ukraina. Perang membuat keamanan pangan di Afrika terganggu. Ukraina memang terkenal sebagai penghasil bahan pangan. Wakil Menteri Agraria dan Pangan Ukraina Taras Vysotsky mengatakan, musim tanam kali ini diharapkan menghasilkan panen hingga 50 juta ton.
Panen di sebagian wilayah Ukraina sudah dimulai. Panen di kawasan utara, tengah, dan barat bisa dilakukan karena perang sudah menjauh dari sana. Perang kini terkonsentrasi di selatan dan timur.
Meski demikian, Vysotsky menyebut bahwa panen tahun ini tidak sesuai perkiraan sebelum perang. Sampai Januari 2022, Ukraina menaksir panen total mencapai 65 juta ton. Sayangnya, perang membuat sebagian lahan pertanian rusak dan tidak mungkin diperbaiki dalam musim tanam tahun ini.
Ukraina menaksir bisa memanen hingga 24 juta ton jagung, 20 ton gandum, dan 5 juta ton jelai. Adapun kedelai 2,5 juta ton, biji bunga untuk minyak nabati hingga 12,8 juta ton. ”Data ini perkiraan berdasarkan produktivitas tahun lalu dan disesuaikan dengan luas lahan yang tersisa,” ujarnya.
Masalahnya, Ukraina masih bingung cara mengekspor hasil panen itu. Di lumbung masih tersimpan 20 juta ton hasil panen musim sebelumnya. Padahal, sepanjang Mei 2022 hanya 1,7 juta hasil panen bisa diekspor. Untuk bisa menghabiskan cadangan sebelum semua hasil panen masuk, Ukraina butuh mengangkut paling tidak 4 juta ton per bulan. Hal itu sulit dilakukan saat ini.
Kapasitas ekspor rendah karena mengandalkan kereta api dan truk. Ukraina tidak bisa mengekspor dengan kapal dari Odesa atau Mariupol yang masih diblokade Rusia. Odesa masih terus dihujani rudal. Sementara Mariupol sudah hampir dua bulan diduduki Rusia.
Ukraina seharusnya memulai musim tanam pada Februari 2022 dan mulai panen pada Juli 2022. Perang membuat jadwal terganggu. Bahkan, sebagian ladang tidak bisa ditanami.