Eropa kini sedang mengalami masa suram. Belum pulih dari tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Eropa kini menghadapi persoalan geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina yang meroketkan harga berbagai komoditas.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
Masyarakat Eropa yang dikenal makmur dan lebih bersinar dari bagian lain dunia ini, kini mengalami masa yang suram. Invasi militer Rusia ke Ukraina, 24 Februrari 2022, menyebabkan penderitaan bertubi-tubi akibat meroketnya harga pangan dan energi, serta akibat dampak lanjutan pandemi Covid-19.
Para pemimpin Eropa dibuat pusing karena menghadapi banyak sekali ancaman terhadap stabilitas dan kemakmuran masyarakat mereka. Selain persoalan ekonomi, Eropa dilanda pergolakan politik, industri yang meredup, dan ancaman krisis migrasi dari Asia Tengah, Timur Tengah, dan Afrika.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, indeks harga pangan global mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada Maret 2022. Itu titik tertinggi sejak FAO didirikan pada tahun 1990. Di Uni Eropa (UE), harga makanan, alkohol, dan tembakau naik sebesar 4,1 persen pada Februari, lebih tinggi dari kenaikan 3,5 persen akibat pandemi pada Januari 2022.
Situasinya sekarang lebih buruk lagi setelah negara-negara Barat menjatuhkan sanksi keras terhadap Rusia, sebagai hukuman atas invasi militernya ke Ukraina. Saat perang berlanjut dan sanksi Eropa meningkat, rumah tangga di seluruh dunia, terutama lagi di Eropa, nyaris tak berdapa menghadapi lonjakan harga bahan makanan umum seperti gandum, minyak goreng, gula, dan tepung terigu.
Wilayah di sekitar Laut Hitam adalah lumbung gandum global. Rusia dan Ukraina menyumbang 29 persen dari ekspor gandum global, 19 persen dari ekspor jagung, dan 78 persen dari ekspor minyak bunga matahari. Perang Rusia-Ukraina telah membuat semuanya terhenti, harga pangan dan energi terus meroket. Secara umum, inflasi pun meningkat.
Kajian oleh perusahaan asuransi, Allianz Trade, menyebutkan bahwa situasi terkait harga pangan "yang terburuk akan segera tiba" di UE. Bakal terjadi peningkatan rata-rata 243 euro atau Rp 3,8 juta untuk anggaran makanan individu per tahun di UE.
Situasi terkait harga pangan "yang terburuk akan segera tiba" di Uni Eropa.
"Dalam jangka menengah, krisis biaya hidup menimbulkan tuntutan pada pemerintah untuk mengurangi beberapa dampaknya," kata Laurence Allan, Direktur Country Risk Europe di S&P Global Market Intelligence, seperti dikutip media Jerman, Deutsche Welle, 15 April 2022.
Allan mengatakan, orang-orang Eropa mungkin beralih ke politik radikal, terutama jika pemerintah mereka menerapkan langkah-langkah penghematan. Krisis keuangan tahun 2008 adalah "katalisator untuk perluasan apa yang disebut politik anti-sistem", kata Allan.
Partai-partai politik tradisional mendapat tantangan multi-front atas dominasi mereka oleh kemunculan partai seperti Syriza di Yunani, Bintang Lima dan Lega di Italia, serta Podemos di Spanyol. Di Perancis, "tiga kekuatan politik utama menjadi (berhaluan) tengah, kiri jauh, dan kanan jauh", kata Agathe Demarais, Direktur Global Forecasting di The Economist Intelligence Unit (EIU).
Sanksi Barat yang dikenakan pada ekonomi Rusia untuk memangkas pendapatan negara yang mendanai perang, pada gilirannya secara tidak sengaja merugikan ekonomi Eropa. Fakta itu menjadi pukulan telah yang mengejutkan, yang tampaknya kurang diantisipasi negara-negara Barat.
“Sanksi terhadap Rusia sebagian besar membebani UE, menguntungkan China, dan sama sekali tidak merugikan AS,” kata mantan Duta Besar Perancis untuk Rusia Jean de Gliniasty, seperti dikutip oleh majalah bulan French Journal of National Defense (RDN).
Industri mobil Jerman pun terjun bebas. Setelah dilanda kekurangan semikonduktor akibat karantina total untuk mencegah penyebaran Covid-19, seperti disampaikan Demarais, industri otomotif Jerman kini menghadapi "kenaikan harga, terutama logam, karena perang Ukraina."
Airbus misalnya, membeli separuh dari kebutuhan titaniumnya di perusahaan VSMPO-Avisma, Rusia. Boeing membeli sepertiga kebutuhan titaniumnya, juga dari VSMPO-Avisma. Sanksi Barat atas perusahaan-perusahaan Rusia menyebabkan pasokan bahan baku terhambat sejak Maret.
Dikerdilkan oleh China di satu sisi dan AS di sisi lain, industri Eropa harus berinvestasi secara besar-besaran untuk mempertahankan otonomi keuangannya. Namun kini Eropa menghadapi tekanan untuk menaikkan gaji buruh untuk menyesuaikan dengan kenaikan inflasi. Strategi nirkasus Covid-19 China, juga telah menambah gangguan pada perdagangan global, termasuk di Eropa.
Perang Ukraina dan sanksi Barat terhadap Moskwa mengganggu pasokan gandum, pupuk, dan barang-barang lainnya ke Afrika. Kondisi ini berpotensi menyebabkan peningkatan migrasi ke Eropa. Dalam kasus gelombang besar imigrasi, "ketidaksepakatan berada di cakrawala" antara negara-negara Eropa yang dipicu oleh kedatangan pengungsi Suriah.
Menurut CNBC, 31 Mei 2022, inflasi di zona euro mencapai 8,1 persen pada Mei, naik dari rekor tertinggi April di 7,4 persen dan itu di atas ekspektasi 7,8 persen. "Dalam konteks inflasi yang tinggi, ketegangan dapat merestrukturisasi lanskap politik Eropa," kata Elvire Fabry, peneliti Eropa di lembaga kajian Jacques Delors Institute di Paris, Perancis, seperti dikutip AFP.
Ketidaksepakatan antara para pemimpin Eropa tentang bagaimana menangani perang melawan Ukraina bagaikan api dalam sekam. "Terlepas dari pembicaraan tentang persatuan Eropa, ada keretakan, kita bisa melihatnya dalam fakta," kata Jean-Marc Balencie, analis geopolitik Perancis.
Salah satu fakta, UE pada awal minggu menyetujui embargo impor minyak mentah Rusia, tetapi Hungaria, Slovakia dan Ceko mendapatkan pengecualian. Di luar perang, negara-negara Eropa Timur khususnya "dengan keras mempertanyakan dominasi Perancis-Jerman, yang berisiko memecah UE dalam jangka panjang", kata Balencie. Eropa sedang redup. (AFP/REUTERS/AP)