Marcos Jr Bertekad Tidak Biarkan China Semena-mena di Laut China Selatan
Presiden terpilih Filipina, Ferdinand Marcos Jr, menegaskan bahwa pemerintahannya akan menegakkan kedaulatan di Laut China Selatan. China tidak dibiarkan semena-mena terhadap Filipina.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·6 menit baca
Presiden terpilih Filipina Ferdinand Marcos Jr mengaku gerah dengan tindakan semena-mena China di kawasan perairan sengketa Laut China Selatan yang dinilainya tidak sesuai hukum internasional. China dinilai telah menginjak-injak hak maritim negaranya. Dia bertekad menegakkan lagi putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA), Juli 2016, yang membatalkan klaim ekspansif Beijing di Laut China Selatan, termasuk Laut Filipina Barat.
Marcos Jr alias Bongbong, seperti dikutip The Philippine Star, Jumat (27/5/2022), menegaskan,¸hak kedaulatan Filipina itu suci dan tidak dapat diganggu gugat sesuai dengan hukum internasional. ”Kami tidak akan membiarkan satu persegi pun, dan bahkan lebih kecil dari itu, satu milimeter persegi, dari tepi pantai kami hingga 200 kilometer hak (zona ekonomi eksklusif) untuk diinjak-injak,” katanya.
Putra mendiang mantan orang kuat Filipina, Ferdinand Marcos Sr, itu terpilih menggantikan Presiden Rodrigo Duterte pada pemilu awal bulan ini dengan meraih suara 59 persen. Salah satu tekad pemerintahannya kelak, yang secara resmi akan dimulai pada 30 Juni, adalah ”tidak akan berkompromi dengan cara apa pun” jika kedaulatan Filipina dilecehkan.
Marcos Jr berbicara dalam konteks hak negaranya untuk mengeksekusi putusan PCA yang ditetapkan di Den Haag, Belanda, 12 Juli 2016. Sidang PCA memutuskan, China tidak memiliki dasar hukum dan bukti sejarah untuk mengklaim wilayah di Laut China Selatan (LCS). China juga telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina. Pembangunan pulau buatan China merusak terumbu karang.
Putusan PCA itu sesuai keberatan yang diajukan Filipina pada 2013. Manila menuding Beijing masuk ke wilayah teritorialnya dengan menangkap ikan dan mereklamasi karang menjadi pulau buatan. Menurut Manila, klaim Beijing di LCS, yang meliputi Laut Filipina Barat, hanya ditandai sembilan garis putus-putus hasil imajinasi sepihak. Itu melanggar kedaulatan Filipina dan hukum laut internasional.
PCA memutuskan berdasarkan Konvensi PBB Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention of Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang mengadili sengketa antarbangsa. UNCLOS 1982 membagi laut menjadi tiga zona, yakni laut bagian teritori kedaulatan suatu negara, laut bukan teritori kedaaulatannya namun memiliki hak-hak yurisdiksi terhadap aktivitas tertentu (zona tambahan dan ZEE), serta laut bebas.
Filipina mengakui kepemilikan atas delapan pulau kecil dari deretan Kepulauan Spratly, yang disebutnya sebagai Kepulauan Kalayaan. Filipina juga menyebut Laut Cina Selatan dengan nama Laut Filipina Barat. Salah satu di antara langkah Filipina adalah pembangunan landasan terbang darurat yang dapat digunakan dalam cuaca apapun di pulau Thitu untuk mendukung pariwisata.
Pada 1995 China menduduki salah satu karang di Laut Filipina Barat, Mischief Reef, dan membangun infrastruktur untuk para nelayan. Filipina mengusir nelayan-nelayan China dan dan menghancurkan penanda China di area tersebut. Hingga saat ini, Filipina tetap bersikukuh dalam mempertahankan klaim mereka atas Kepulauan Kalayaan dengan berpatokan pada UNCLOS 1982.
Beijing tidak tidak menerima putusan PCA yang memenangkan Manila. Beijing lalu memboikot putusan itu dan berargumen bahwa PCA tidak memiliki yurisdiksi. Walaupun China termasuk salah satu negara yang meratifikasi UNCLOS 1982, China telah mengatakan tidak akan "menerima, mengakui, atau melaksanakan" putusan PCA itu dan mengklaim sebagian besar LCS.
Selain beririsan dengan klaim Filipina, China juga bersengketa dengan Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan. Marcos Jr bertekad menegakkan lagi putusan tetap PCA, 12 Juli 2016. "Kami memiliki keputusan yang sangat penting. Itu menguntungkan kami. Kami akan menggunakannya untuk terus menegaskan hak teritorial kami. Itu bukan klaim. Ini hak teritorial kami," kata Marcos Jr.
Presiden Rodrigo Duterte membina hubungan yang lebih mesra dengan China, mengesampingkan keputusan PCA dengan imbalan janji-janji perdagangan dan investasi. Para kritikus mengatakan, semua janji yang diumbar Beijing terhadap Manila di bawah Duterte belum terwujud. Marcos Jr mengatakan, dia tidak akan "membiarkan satu milimeter pun hak maritim kita diinjak-injak".
"Kami berbicara tentang China. Kami berbicara dengan China secara konsisten dengan suara yang tegas." Meski demikian, Marcos Jr menambahkan, tidak ingin berperang dengan China, tetapi ingin membangun dialog yang konstruktif.
Manila telah mendirikan tiga pos penjaga pantai di tiga pulau sengketa di LCS, yakni West York, Nanshan, dan Northeast Cay, untuk memantau pergerakan kapal dan meningkatkan keselamatan. Komandan Penjaga Pantai Filipina, Laksamana Artemio Abu, mengatakan pos-pos akan dijagal personel yang dilengkapi radio komunikasi untuk melaporkan setiap insiden.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan, posisi Beijing terhadap keputusan internasional PCA itu tidak berubah. Namun, "China bersedia melanjutkan komunikasi dan dialog dengan Filipina untuk menangani perbedaan secara tepat, dan bersama-sama menegakkan perdamaian dan stabilitas kawasan Laut China Selatan," kata Wang.
Keseimbangan antara China-AS
Marcos Jr mengisyaratkan bahwa untuk kebijakan luar negerinya, dia tidak akan mengadopsi "pendekatan yang sedikit tidak ortodoks" dari Duterte. Presiden terpilih itu mengindikasikan dia akan berusaha untuk mencapai keseimbangan antara China dan Amerika Serikat, yang berlomba-lomba untuk menjalin hubungan terdekat dengan pemerintahannya.
"Kami adalah pemain kecil di antara raksasa, yang sangat besar dalam geopolitik. Kami harus menempuh jalan kami sendiri," kata Marcos Jr, sambil menambahkan tidak menganut pemikiran lama Perang Dingin, antara blok Uni Soviet dan Amerika.
"Saya pikir, kami harus menemukan kebijakan luar negeri yang independen, berteman dengan semua orang. Ini satu-satunya cara," lanjut Marcos Jr.
Washington memiliki hubungan yang kompleks dengan Filipina dan keluarga Marcos. Ketika ketegangan regional tetap tinggi, Washington ingin mempertahankan aliansi keamanannya dengan Manila yang mencakup perjanjian pertahanan bersama dan izin bagi militer AS untuk menyimpan peralatan dan pasokan pertahanan di beberapa pangkalan Filipina.
Chester Cabalza dari lembaga kajian International Development and Security Cooperation di Manila, mengatakan bahwa LCS menjadi hambatan utama dalam hubungan Manila-Beijing dan perlu diselesaikan. Jika Marcos Jr dan Presiden China Xi Jinping tidak terlibat dalam masalah ini, "Beijing akan berada di atas angin dalam hal hubungan strategis kami dengan China", katanya.
Sementara itu Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China menggelar latihan Laut China Selatan, kurang dari 25 kilometer dari pantai Hainan. Otoritas Keselamatan Maritim China menutup lalu lintas area perairan dan udara di dalam radius 100 kilometer persegi selama lima jam. Latihan digelar setelah AS dan sekutu Barat mencemaskan ekspansi angkatan lautnya.
Secara terpisah, Presiden AS Joe Biden, berbicara kepada 1.200 lulusan taruna Angkatan Laut di Annapolis, Maryland, Sabtu (28/5/2022) WIB, mengatakan, mereka memasuki dinas militer pada saat tantangan global meningkat. Mereka akan ditugaskan untuk membantu "menjaga stabilitas di dunia yang tidak pasti." Salah satunya ialah memastikan kebebasan navigasi di Laut China Selatan dan sekitarnya.
Menurut Biden, teater maritim Indo-Pasifik akan menjadi "ujung tombak" dari respons AS terhadap bencana alam dan kemanusiaan di sana. "Anda akan mempertahankan aturan internasional, menjamin masa depan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, memastikan kebebasan navigasi di Laut China Selatan dan sekitarnya, dan memastikan jalur laut tetap terbuka dan aman," dia berkata.
“Prinsip-prinsip dasar maritim yang sudah berlangsung lama ini adalah landasan ekonomi global dan stabilitas global. Anda akan membantu menyatukan sekutu kita di Eropa dan dengan sekutu kita di Indo-Pasifik,” kata Biden, sambil menyingung agresi Rusia di Ukrania yang telah menjadi bumerang. (AFP/AP/REUTERS)