Nihil Diplomasi, Elit Kian "Gila" Perang
Upaya prakondisi menuju perundingan, seperti diplomasi, semakin tak terdengar. Suara yang makin lantang adalah mengobarkan perang. Inilah dinamika mutakhir di antara pihak bertikai pada perang Rusia-Ukraina.
KIEV, SENIN - Hampir tiga bulan setelah militer Rusia menyerbu Ukraina, perang terus berlangsung bahkan kian berkobar. Tidak ada upaya prakondisi menuju gencatan senjata dan perundingan. Adanya justru pernyataan dan kebijakan elite pihak-pihak terkait, serta dinamika mutakhir yang kian memperbesar api perang.
Proses mediasi yang sempat diawali Perancis dan Turki sudah lama mandek. Tak ada pula juru damai yang muncul kemudian dan efektif menggapai pihak bertikai untuk kembali ke meja perundingan. Sanksi ekonomi berkembang menjadi perang ekonomi. Pertarungan di wilayah ini semakin sengit dari hari ke hari.
Baca juga : NATO Janjikan Dukungan Militer Terbuka ke Ukraina
Sementara para pemimpin pihak-pihak bertikai, alih-alih mengupayakan diplomasi, justru makin lantang mengobarkan perang. Militer Rusia tak kendor menyerang kota-kota Ukraina, sedangkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu terus memasok peralatan militer ke Ukraina.
Rencana Finlandia dan Swedia bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membuat situasi makin panas. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov, Senin (16/5), memperingatkan, keputusan Finlandia dan Swedia untuk bergabung dengan NATO adalah kesalahan serius dan Kremlin akan mengambil tindakan.
”Ini adalah kesalahan besar lainnya dengan konsekuensi yang luas. Ketegangan militer secara umum akan meningkat,” kata Ryabkov.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, Rusia ”tidak memiliki masalah” dengan Swedia atau Finlandia saat mereka mengajukan keanggotaan NATO. Akan tetapi, dia menyatakan Rusia akan bereaksi terhadap ekspansi militer di negara-negara tersebut.
”Rusia tidak memiliki masalah dengan negara-negara (Swedia dan Finlandia) ini karena dalam hal ini tak ada ancaman langsung ke Rusia yang diciptakan oleh ekspansi yang melibatkan negara tersebut. Akan tetapi, perluasan infrastruktur militer ke wilayah ini tentu saja akan menimbulkan reaksi kami sebagai tanggapan,” kata Putin di sela-sela pertemuan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif yang dipimpin Rusia yang mencakup lima negara bekas Soviet lainnya.
Baca juga : AS Percepat Birokrasi Distribusi Senjata ke Ukraina
Sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meminta agar Pemerintah AS mengumumkan Rusia sebagai negara teroris. Ini disampaikan Zelenskyy saat bertemu dengan delegasi Kongres AS yang dipimpin Mitch McConnell di Kiev, Sabtu pekan lalu. ”Saya pikir itu ide yang bagus,” kata McConnell.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg berusaha meyakinkan negara-negara sekutu barat bahwa Ukraina bisa mengalahkan invasi Rusia dengan bantuan mereka. Untuk itu, dia terus mendorong negara-negara anggota NATO mengirimkan bantuan militer ke Kiev.
”Ukraina dapat memenangi perang ini. Ukraina dengan berani membela tanah air mereka. Kita harus terus meningkatkan dan mempertahankan dukungan kita untuk Ukraina,” kata Stoltenberg.
Untuk itu, dia terus mendorong negara-negara anggota NATO mengirimkan bantuan militer ke Kiev.
AS, penyokong utama Ukraina, tidak tanggung-tanggung dalam mendukung kemampuan militer Ukraina. Aturan baru yang disepakati di parlemen membuat Gedung Putih bisa menggelontorkan paket bantuan militer senilai 40 miliar dollar AS agar Kiev bisa berperang menghadapi Rusia.
”Kita harus bergerak cepat. Jangan menunda waktu. Bantuan harus diterima Ukraina dalam waktu sepuluh hari,” kata Presiden AS Joe Biden, Senin pekan lalu. Nominal paket bantuan itu lebih besar dibanding yang diusulkan Joe Biden, semula hanya 33 miliar dollar AS.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dikutip dari The Guardian, menyatakan akan memberikan bantuan senilai 1,3 miliar poundsterling, sebagian untuk membeli peralatan militer teknologi terbaru untuk militer Ukraina.
”Serangan brutal Putin tidak hanya menyebabkan kehancuran yang tidak terhitung di Ukraina, tetapi juga mengancam perdamaian dan keamanan di seluruh Eropa. Inggris adalah negara pertama yang mengenali skala ancaman dan mengirim senjata untuk membantu Ukraina mempertahankan diri,” kata Johnson.
Baca juga : Mencari Konsep Netralitas untuk Ukraina
Pemerintah Inggris juga memberikan dukungan bagi Swedia dan Finlandia, dua negara netral, yang kini mengajukan diri sebagai anggota NATO, dengan menandatangani sebuah kerja sama keamanan. Bagi Johnson dan Inggris, ancaman Rusia terhadap Swedia dan Finlandia bisa diartikan sebagai ancaman bagi Inggris.
“Putin (Presiden Rusia Vladimir Putin) secara terang-terangan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan perang, hukum internasional. Dia bersalah ketika memerintahkan militernya menyerbu sebuah negara yang tidak bersalah. Adalah sebuah kesalahan untuk menormalisasi hubungan dengan Rusia sepeti yang kami lakukan di tahun 2014,” kata Johnsoh, dikutip dari laman BBC.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, dikutip dari laman CNN, dilaporkan berbicara dengan rekannya, Menhan Rusia Sergei Shoigu, Jumat pekan lalu. Pembicaraan yang berlangsung sekitar satu jam itu merupakan yang pertama antara pejabat tinggi AS dan Rusia sejak pecah perang Rusia-Ukraina per 24 Februari 2022.
Seorang pejabat senior dari Departemen Pertahanan AS, kepada wartawan, Jumat, mengatakan, ia tidak terlalu berharap bahwa pembicaraan itu akan memiliki dampak langsung pada terciptanya gencatan senjata atau penyelesaian perang secara keseluruhan. Pembicaraan itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Ia tidak terlalu berharap bahwa pembicaraan itu akan memiliki dampak langsung pada terciptanya gencatan senjata atau penyelesaian perang secara keseluruhan.
Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Reznikov mengatakan pada Jumat (13/5), bahwa negara itu memasuki fase perang yang panjang. Ia sekaligus menentang perkiraan awal bahwa Kiev akan runtuh dengan cepat.
“Untuk memenangkannya sekarang, kita harus hati-hati merencanakan sumber daya, menghindari kesalahan, memproyeksikan kekuatan kita sehingga musuh pada akhirnya tidak dapat melawan kita,” kata Reznikov.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, yang berkunjung ke Moskwa dan bertemu dengan Putin, serta ke Kiev bertemu dengan Volodymyr Zelenskyy, dikutip dari laman PBB, terus menyerukan perdamaian dan penghentian perang di Ukraina. ”Dunia harus bersatu untuk membungkam senjata dan menjunjung tinggi nilai-nilai Piagam PBB,” kata Guterres.
Sementara itu, serangan militer Rusia berlanjut di sejumlah wilayah di Ukraina. Sebaliknya, militer Ukraina masih terus memberikan perlawanan. Baik Rusia maupun Ukraina sama-sama mengklaim laporannya masing-masing.
Penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Vadim Denisenko mengatakan, pasukan Kiev di Kharkiv hampir mencapai perbatasan dengan Rusia.
Pihak militer Ukraina melaporkan, pasukan militer Rusia membombardir infrastruktur sipil dan militer di Dovhenke, Ruski Tyshki, Ternova, dan Petrivka. Di Kharkiv, militer Rusia berupaya mempertahankan posisi mereka agar tidak terdesak kembali oleh militer Ukraina seperti akhir Februari lalu.
Pejabat lokal di kota Kharkiv, kota besar kedua Ukraina utara, mengatakan bahwa pasukan Rusia telah menarik diri dari wilayah sekitarnya akibat serangan balik dari Ukraina. Adapun Penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Vadim Denisenko mengatakan, pasukan Kiev di Kharkiv hampir mencapai perbatasan dengan Rusia.
Gubernur Lugansk Sergiy Gaiday, mengatakan, Rusia telah berusaha untuk menyeberangi sungai dan mengepung kota Severodonetsk. Namun sejauh ini upaya itu terus mendapat perlawanan dari militer Ukraina. (AP/AFP/REUTERS/CAL/MHD)