Ukraina bersedia mengadopsi status netral dengan syarat ada jaminan keamanan dari pihak ketiga dan dilakukan melalui referendum. Upaya negosiasi sudah dibuka. Namun, Rusia dituding masih berusaha memecah belah Ukraina.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
LVIV, SENIN — Ukraina bersedia mengadopsi status sebagai negara netral dalam rencana perundingan damai dengan Rusia. Namun ada syaratnya, yaitu harus ada jaminan dari pihak ketiga dan dilakukan melalui referendum. Dalam proses perundingan yang direncanakan dengan Rusia, Ukraina tidak mau membahas tuntutan-tuntutan Rusia yang lain, seperti demiliterisasi Ukraina.
Selain itu, Ukraina menegaskan, kesepakatan damai tersebut tidak akan mungkin tercapai tanpa gencatan senjata dan penarikan mundur pasukan Rusia dari Ukraina. Perundingan antara Ukraina dan Rusia dijadwalkan akan digelar pekan ini di Turki.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menegaskan beberapa poin tersebut, Minggu (27/3/2022). Zelenskyy berbicara kepada wartawan Rusia dalam bahasa Rusia melalui sambungan video selama 90 menit. Media-media Rusia sebelumnya sudah diminta untuk tidak mendengarkan penjelasan Zelenskyy dan melaporkannya.
Dalam kesempatan tersebut, Zelenskyy juga mengatakan, serangan Rusia telah menghancurkan Ukraina, bahkan lebih parah ketimbang perang Rusia di Chechnya. ”(Perlu) jaminan keamanan dan netralitas status non-nuklir Ukraina. Kami siap untuk itu. Ini poin terpenting,” ujarnya.
Namun, di hadapan media Rusia, Zelenskyy mengesampingkan upaya Ukraina untuk merebut kembali semua wilayah yang dikuasai Rusia secara paksa. Alasannya, hal itu justru akan memicu Perang Dunia III. Ia justru menginginkan ada semacam kompromi atas wilayah Donbas Timur yang sudah dikuasai pasukan yang didukung Rusia sejak 2014.
Beberapa saat setelah berbicara di hadapan wartawan Rusia, pada Minggu malam Zelenskyy menyampaikan pidato untuk sasaran warga Ukraina. Pada kesempatan tersebut, presiden berusia 44 tahun itu menegaskan isu integritas teritorial Ukraina. Dari nada yang berbeda dari sikap kompromistis saat berbicara kepada media Rusia, penegasan tersebut bisa dibaca sebagai pernyataan ”garis merah” Ukraina dalam negosiasi dengan Rusia.
”Tujuan kita sudah jelas—perdamaian dan pemulihan kehidupan normal di negara asal kita secepat mungkin,” kata Zelenskyy kepada rakyatnya. ”Kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina tidak perlu diragukan lagi. Jaminan keamanan yang efektif untuk negara kita wajib dipenuhi.”
Dipecah seperti Korsel-Korut
Secara terpisah, Kepala Intelijen Militer Ukraina Kyrylo Budanov mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin masih berupaya menguasai wilayah Ukraina Timur. ”Itu seperti upaya memecah-belah Ukraina, menjadi sama seperti Korea Selatan dan Korea Utara,” ujarnya.
Zelenskyy sudah meminta negara-negara Barat untuk mengirimkan tank, pesawat, dan rudal untuk mengusir pasukan Rusia. Selain itu, ia juga menyatakan akan terus mempertahankan integritas wilayah Ukraina dalam perundingan apa pun dengan Rusia.
Proses perundingan Rusia-Ukraina disiapkan akan berlangsung pada pekan ini di Turki. Rencana perundingan itu disepakati dalam pembicaraan melalui telepon antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Minggu (27/3/2022). Erdogan menyampaikan kesiapan menjadi tuan rumah perundingan tersebut. Dikabarkan, pertemuan itu akan berlangsung hari Senin ini atau Selasa (29/3/2022). Erdogan juga mendorong gencatan senjata dan penanganan masalah kemanusiaan.
Sejak menyerang Ukraina, bulan lalu, Rusia belum berhasil sepenuhnya menguasai kota-kota Ukraina. Rusia disinyalir hendak mempertimbangkan ambisinya menguasai wilayah Donbas, wilayah yang selama delapan tahun terakhir menjadi medan pertikaian antara pasukan separatis Rusia dengan Ukraina.
Seorang pemimpin lokal di Republik Rakyat Luhansk mengatakan, wilayah itu akan segera mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia. Proses ini juga yang terjadi di Crimea setelah Rusia menguasai Crimea pada 2014.
Pada waktu itu, rakyat Crimea memilih memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia. Mayoritas negara di dunia tidak mau mengakui hasil referendum ini.
Budanov memperkirakan pasukan Ukraina akan mengusir Rusia dengan menggunakan cara perang gerilya. Dengan cara itu, Rusia diharapkan akan kesulitan untuk bertahan hidup, lalu menyerah.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Oleg Nikolenko tidak mau membicarakan tentang referendum di wilayah Ukraina Timur. ”Semua referendum palsu di wilayah yang diduduki sementara batal demi hukum dan tidak valid secara hukum,” ujarnya.
Koridor kemanusiaan
Menjelang proses perundingan, militer Ukraina melaporkan Rusia masih terus menambah pasukan di perbatasan Ukraina dam menyerang pasukan Ukraina serta infrastruktur militer dengan rudal dan serangan dari udara, termasuk di kota Kharkiv. Penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina, Vadym Denysenko, mengatakan, Rusia mulai menghancurkan pusat-pusat penyimpanan bahan bakar dan makanan. Rusia mengakui rudalnya memang menghasilkan tempat penyimpanan bahan bakar dan bengkel militer di kota Lviv.
Ukraina masih berupaya melawan pasukan Rusia yang mencoba mengepung Ukraina. Akibat konflik Rusia-Ukraina ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan sedikitnya 1.119 orang tewas dan 1.790 orang terluka di Ukraina. Dari jumlah itu, 139 anak tewas dan 205 anak terluka.
Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk menambahkan, ada 1.100 orang yang dievakuasi dari wilayah yang parah terdampak konflik, termasuk Mariupol. Kota pelabuhan yang lokasinya berada di antara Crimea dan daerah-daerah di timur yang dikuasai separatis itu sudah hancur berantakan karena digempur Rusia selama berminggu-minggu.
”Semua jalan masuk dan keluar dari Mariupol ditutup. Pelabuhan dipasangi ranjau. Bencana kemanusiaan di kota itu luar biasa karena tidak mungkin bisa masuk ke wilayah itu dengan membawa makanan, air bersih, dan obat-obatan,” kata Zelenskyy.
Ukraina menuding Rusia sengaja menyasar warga sipil. Rusia membantah tudingan itu. Kedua belah pihak saling tuding dan menyalahkan karena tidak kunjung membuka koridor kemanusiaan. Namun, kemudian ada kesepakatan untuk membuka 10 koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil yang terjebak di, misalnya Mariupol. (REUTERS)