Amerika Serikat kembali mengonsolidasikan blok-blok di Asia guna membendung China. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dan Amerika Serikat di Washington DC, 12-13 Mei, jadi salah satu langkah. Sasaran berikutnya Quad.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO, KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON DC, KAMIS - Amerika Serikat pada Mei ini akan mengonsolidasikan blok-blok dan negara sekutu di Asia. Upaya ini menjadi bagian dari strategi Amerika Serikat yang berkepentingan membendung China sebagai kekuatan global baru sekaligus pesaing utama.
Setelah perhatiannya tersedot pada perang Rusia-Ukraina selama 2,5 bulan terakhir, Amerika Serikat (AS) kembali ”menggarap” Asia. Diawali pertemuan bilateral dengan India pada 11 April, AS menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-AS di Washington DC, 12-13 Mei.
Presiden AS Joe Biden selanjutnya dijadwalkan terbang ke Korea Selatan (Korsel) dan Jepang. Di Tokyo, Biden juga akan mengumpulkan pemimpin dari Jepang, India, dan Australia dalam forum Quad, 24 Mei.
AS berkomitmen serta bertekad memastikan bahwa keterlibatan kami di kawasan itu luas dan berkelanjutan
Pejabat senior pemerintahan Joe Biden dalam konferensi pers virtual di Gedung Putih, Washington DC, pada Rabu (11/5/2022) sore waktu setempat atau Kamis dini hari WIB, menyatakan, negara-negara Barat terlibat mendalam pada persoalan di Ukraina. Urusan itu menyedot waktu, fokus, energi, dan sumber daya yang sangat besar.
”Namun, ada juga kesadaran mendalam soal tantangan fundamental jangka panjang yang sedang berlangsung di Indo-Pasifik. Dan, AS berkomitmen serta bertekad memastikan bahwa keterlibatan kami di kawasan itu luas dan berkelanjutan,” katanya, sebagaimana dikutip dari laman White House.
KTT ASEAN-AS, menurut pejabat yang tidak disebutkan namanya itu, menjadi bagian dari komitmen dan tekad yang dimaksud. Langkah berikutnya adalah lawatan Biden ke Korsel dan Jepang.
Selain pertemuan bilateral dengan Presiden Korsel dan Perdana Menteri Jepang, Biden akan menggelar pertemuan dengan para pemimpin negara anggota Quad. Pertemuan tingkat pemimpin Quad ini adalah yang keempat kali hanya dalam waktu satu tahun terakhir.
Pejabat senior itu juga menekankan komitmen AS terhadap AUKUS, aliansi militer AS, Inggris, dan Australia. Salah satu usaha konkret aliansi adalah melalui kerja sama kapal selam bertenaga nuklir. Kemitraan ini lebih lanjut juga akan mencakup lebih banyak bidang kerja sama teknologi dengan negara lain.
Presiden dan tim, ia melanjutkan, akan berbicara lebih banyak tentang hal-hal rinci di Forum Ekonomi Indo-Pasifik, detail tentang apa yang ingin dicapai di Quad, dan sejumlah inisiatif lain yang sedang dikerjakan.
”Saya pikir beberapa pekan ke depan dimaksudkan (AS) untuk mengirim pesan bersama bahwa kami menindaklanjuti strategi domestik kami, bekerja dengan mitra dan sekutu utama, serta menguraikan dengan jelas apa tujuan dan sasaran kami di Indo-Pasifik,” katanya.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Chicago, John Mearsheimer, berpendapat, selama masa Perang Dingin dan pasca-Perang Dingin, fokus kebijakan strategis luar negeri AS adalah Eropa, disusul kawasan Teluk Arab dan Asia Timur. Eropa jadi utama karena menjadi konsentrasi negara-negara kuat. Teluk Arab vital karena merupakan lokasi negara-negara produsen minyak bumi. Sementara Asia Timur merupakan tempat kekuatan baru tumbuh.
Munculnya China sebagai pesaing utama dalam beberapa tahun terakhir, menurut Mearsheimer, menggeser prioritas AS. Saat ini, Asia Timur menjadi yang pertama, disusul Teluk Arab dan Eropa.
Pergeseran prioritas kebijakan strategis luar negeri AS itu dimulai pada pemerintahan Presiden Barack Obama. Pada 2011, ia berpidato di Parlemen Australia soal pergeseran kebijakan AS. Kebijakan baru itu sering disebut "Berporos ke Asia".
Hal ini kemudian dielaborasi dalam esai Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pada Foreign Policy bertajuk "Abad Pasifik Amerika". "Menjadi semakin jelas bahwa pada abad ke-21, pusat gravitasi strategis dan ekonomi dunia adalah Asia-Pasifik, dari subkontinen India hingga pantai barat Amerika," kata Hillary.
Sementara itu, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Abdul Kadir Jailani dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis, mengatakan, Indonesia terus berkomunikasi dengan AS soal Kerangka Kerja Sama Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) yang tengah disusun AS. Indonesia telah membaca rancangan naskahnya dan memberikan masukan serta meminta klarifikasi.
Salah satu yang ditekankan Indonesia, menurut Jailani, adalah arsitektur kawasan yang inklusif. Indonesia menolak setiap upaya yang berujung pada pengucilan hingga penyingkiran pihak lain di kawasan. Indonesia ingin memastikan semua pihak dilibatkan dan berkontribusi positif pada kemakmuran dan kedamaian kawasan.
”Indonesia menekankan pula pentingnya kepatuhan pada peraturan. Indonesia juga akan senantiasa mengedepankan kepentingan nasionalnya. Dalam konteks Asia Tenggara dan Indo-Pasifik, kepentingan itu dituangkan dalam Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP),” tuturnya.
Indonesia menolak setiap upaya yang berujung pada pengucilan hingga penyingkiran pihak lain di kawasan. Indonesia ingin memastikan semua pihak dilibatkan dan berkontribusi positif pada kemakmuran dan kedamaian kawasan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kerja Sama Politik Keamanan ASEAN pada Kemenlu RI Rolliansyah Soemirat menyebutkan, KTT ASEAN-AS menunjukkan keinginan kedua belah pihak memajukan hubungan. Lebih penting lagi, kemajuan itu dilandaskan pada pemikiran yang luas. ”Pertemuan akan membahas berbagai isu, termasuk pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Para diplomat ASEAN-AS, lanjut Soemirat, sedang berusaha agar ada pernyataan bersama soal visi hubungan ASEAN-AS. Tak hanya soal jangka pendek, visi itu diharapkan juga menyoroti tantangan jangka panjang. Oleh karena itu, pemulihan ekonomi, antisipasi krisis pangan-energi, dan pembangunan ketahanan kesehatan diharapkan termaktub. (BEN/RAZ)