Embargo Energi Rusia, Eropa Sementara Kembali ke Nuklir
Eropa untuk sementara memperpanjang operasional reaktor nuklir untuk mengatasi gangguan pasokan energi dari Rusia.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
AFP/ED JONES
Pemandangan ini menunjukkan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, yang terletak di daerah Enerhodar yang dikuasai Rusia, dilihat dari Nikopol pada 27 April 2022.
Uni Eropa berencana mengurangi secara bertahap impor minyak mentah Rusia dalam enam bulan mulai akhir tahun dan memangkas dua pertiga pasokan gas Rusia mulai tahun depan. Pada pertemuan para menteri energi dan lingkungan UE, Rabu (4/5/2022), di Brussel, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengusulkan embargo minyak Rusia pada paket sanksi keenam atas Moskwa.
Namun disadari, embargo minyak Rusia bisa menggoyahkan ketahanan energi negara-negara UE karena 40 persen kebutuhan energi fosil mereka dipasok oleh Rusia. Proposal untuk melarang impor minyak dari Rusia tentu saja akan semakin memperumit keamanan energi UE karena juga memicu lonjakan harga.
Terjadi perdebatan tentang apakah energi alternatif yang pas ketika energi nuklir sudah hendak ditutup dan energi hijau terbarukan belum juga menjadi penopang utama aktivitas ekonomi kawasan. Apalagi produksi energi nuklir atau pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di seluruh Eropa telah menurun sejak tahun 2004.
Lituania, misalnya, telah menutup fasilitas nuklirnya pada 2009. Penurunan terbesar terjadi di Jerman, Swedia dan Belgia. Jerman, negara ekonomi terbesar dan pemain politik yang kuat di UE, akan menutup PLTN terakhirnya pada tahun ini. Jerman sebenarnya adalah salah satu yang masih bergantung pada energi Rusia.
Hampir 40 persen kebutuhan listrik Belgia berasal dari energi nuklir atau PLTN. Menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dengan persentasi sebesar itu, Belgia menjadi negara tertinggi keenam di UE yang bergantung pada energi nuklir. Namun, Belgia sedang bersiap menutup reaktor nuklirnya pada tahun 2025.
AFP/JOE KLAMAR
Rafael Grossi, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) memberi tahu pers tentang situasi pembangkit listrik tenaga nuklir di Ukraina, tak lama setelah kembali dari Chernobyl, selama konferensi pers khusus di markas IAEA di Vienna, Austria, 28 April 2022.
Lonjakan harga energi akibat perang Rusia-Ukraina diikuti sanksi Eropa terhadap Rusia memaksa Belgia dan negara-negara UE lainnya bersiap memutar balik kebijakan energi mereka. UE mencari rute terbaik menuju masa depan energi rendah karbon yang aman dan menjaga kebutuhan energinya tetap stabil.
Embargo energi Rusia akan memaksa UE menghidupkan dan memperpanjang lagi usia operasional reaktor nuklirnya. Christophe Collignon, Wali Kota Huy, Belgia timur, wilayah yang bergantung pada PLTN Tihange mengatakan, warganya mendukung perpanjangan operasi PLTN itu hingga 2035 untuk menjamin keamanan energi.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, 27 negara UE telah berjanji untuk memangkas dua pertiga dari total penggunaan gas Rusia tahun depan, dan ingin mengakhiri ketergantungannya pada Rusia jauh sebelum 2030. Upaya mengakhiri energi fosil Rusia pada 2023 dan mengurangi emisi telah menghidupkan lagi minat pada energi nuklir di sebagian besar wilayah Eropa.
IAEA mengatakan, Perancis yang memenuhi 70 persen kebutuhan listriknya dari energi nuklir kini sedang meningkatkan produksi. Hal serupa dilakukan Romania, Hongaria, dan Belanda. "Dalam hal masalah perubahan iklim, nuklir jelas memberikan solusi," kata Jessica Johnson, juru bicara Foratom, sebuah asosiasi untuk industri nuklir Eropa.
Perancis menyumbang 52 persen energi tenaga nuklir untuk kawasan UE. Presiden Emmanuel Macron pada November lalu mengatakan, ia akan membangun reaktor nuklir baru untuk memenuhi target pemanasan global, memastikan kemandirian energi, dan mengendalikan harga energi yang melonjak.
AFP/JANEK SKARZYNSKI
Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki memberikan pernyataan pers tentang penghentian pasokan gas dari Rusia di pusat transmisi gas di Rembelszczyzna, dekat Warsawa pada 27 April 2022. Polandia dan Bulgaria sekarang menerima pasokan gas dari tetangga UE mereka.
Sementara itu, pembangunan reaktor modular kecil baru, yang lebih cepat dan lebih murah dibandingkan PLTN tradisional, menarik minat Romania, Polandia, dan Inggris. "Jika Anda perlu beralih dari impor energi Rusia dalam waktu cepat, itu membuat seluruh tugas menjadi lebih sulit," kata Richard Bronze, Kepala Geopolitik di Energy Aspects, perusahaan riset yang berbasis di London, Inggris.
Namun, mengaktifkan lagi reaktor nuklir memicu kekhawatiran akan potensi radiasi yang ditimbulkannya. Meski Eropa berkomitmen menghindari terulangnya bencana nuklir Chernobyl pada 1986 dan Fukushima pada 2011, serangan Rusia ke PLTN Zaporizhzhia, reaktor nuklir terbesar di Eropa, Maret lalu, membuat ancaman radiasi bisa saja berulang di masa depan.
Selain itu, limbah radioaktif yang dihasilkan PLTN juga berbahaya bagi lingkungan. Sedangkan energi terbarukan yang lebih hijau belum menjadi andalan di seluruh Eropa. Pemerintah Belgia misalnya baru bisa memproduksi energi terbarukan secara penuh pada tahun 2050.
Dengan banyak negara UE tertinggal dalam target emisi karbon, nuklir dipandang sebagai jalan keluar sementara. "Ini bisa menjadi jenis energi cadangan, sampai kita benar-benar bergerak menuju energi terbarukan," kata Catalina Spataru, pakar kebijakan energi yang menjabat Direktur Institut Energi di University College London, Inggris.
AP/RUSSIAN EMERGENCY MINISTRY PRESS
Dalam foto yang dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Darurat Rusia, Jumat, 1 April 2022, tampak terjadi kebakaran di depot minyak di wilayah Belgorod, Rusia. Gubernur Belgorod menuduh Ukraina telah menyerang depot minyak Rusia itu.
Beralih dari bahan bakar fosil mahal dan lambat. Proyek nuklir Flamanville 3 Perancis, misalnya, diperkirakan bakal menelan biaya hingga 12,7 miliar euro, lebih dari empat kali lipat dari perhitungan pertama pada tahun 2004. Namun, keputusan UE untuk mengakhiri ketergantungan pada energi dari Rusia harus dibuat karena mereka khawatir migas telah menjadi sumber biaya perang di Ukraina.
Rusia sendiri tidak khawatir dengan langkah yang diambil UE. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, negaranya masih dapat menemukan pembeli migas di Asia untuk ekspor bahan bakar fosil negaranya meskipun ada sanksi Barat, seperti dilaporkan The New York Times pada 3 Mei 2022. (AFP/REUTERS/AP)