Rusia Serang Balik Barat
Rusia mulai menyerang balik negara-negara Barat. Gudang senjata bantuan negara Barat di Ukraina dihancurkan. Rusia juga mulai menghentikan pasokan gas ke Bulgaria dan Polandia, dua negara anggota NATO.
MOSKWA, RABU – Kemampuan militer Ukraina untuk bertahan dari gempuran militer Rusia tak terlepas dari pasokan peralatan tempur dan senjata yang dipasok oleh sejumlah negara Barat. Untuk melumpuhkan Ukraina, militer Rusia kini menargetkan gudang-gudang penyimpanan senjata bantuan Barat untuk dihancurkan.
Kementerian Pertahanan Rusia, Rabu (27/4/2022), dalam pernyataan tertulis mengatakan, pasukannya telah menghancurkan sejumlah besar senjata yang dipasok Barat di wilayah tenggara Ukraina. Rudal Kalibr, yang diklaim memiliki tingkat presisi tinggi, menghancurkan hanggar di wilayah pabrik alumunium Zaporizhzhia yang digunakan sebagai gudang penyimpangan bantuan senjata negara-negara Barat.
Baca juga : Senjata NATO Mengadang Rusia di Ukraina
Gudang di Zaporizhzia, menurut Kementerian Pertahanan Rusia, hanyalah salah satu lokasi yang digunakan militer Ukraina untuk menyimpan senjata dan peralatan tempur bantuan negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa. Kemenhan Rusia mengklaim bahwa angkatan udaranya telah menghancurkan 59 sasaran sepanjang Selasa (26/4/2022) malam, termasuk sejumlah hanggar dan lokasi lain yang diduga menjadi lokasi penyimpanan senjata serta amunisi bantuan AS dan Eropa.
Kemenhan Rusia tidak memerinci senjata apa saja yang disimpan di dalam gudang tersebut dan jumlahnya.
Saat awal invasi berlangsung, beberapa pihak menyatakan bahwa kekuatan militer yang tidak sebanding antara Ukraina dan Rusia akan mempermudah bagi Rusia menaklukkan Ukraina. Namun, dalam perjalanannya, rakyat dan militer Ukraina mampu memberikan perlawanan sengit dan menyulitkan militer Rusia. Moskwa gagal merebut Ibu Kota Kiev dan mengalihkan serangannya ke selatan dan timur Ukraina, khususnya Mariupol dan Donbas.
Perlawanan sengit rakyat dan militer Ukraina dimungkinkan karena--salah satunya--pasokan persenjataan dan perlengkapan tempur yang dikirimkan oleh sejumlah negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Ceko. Ceko adalah negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pertama yang mengirimkan bantuan senjata bagi militer Ukraina, seperti tank, kendaraan tempur artileri, dan artileri.
AS telah mengumumkan akan mengirim tambahan perangkat keras militer senilai 800 juta dollar AS. Itu termasuk 11 helikopter MI-17, 200 pengangkut personel lapis baja M113, 100 Humvee, 300 pesawat nirawak bunuh diri (kamikaze) Switchblade, howitzer, ribuan peluru, dan amunisi lainnya, serta radar. (Kompas.id, 18 April 2022)
Baca juga : Eropa Masih Berdebat, Pasokan Amerika Terus Meningkat
Dikutip dari laman media Jerman, Deutsche Welle, Pemerintah Jerman memastikan akan mengirim peralatan tempur berupa tank anti-pesawat “Gepard” ke Ukraina. Selain itu, militer Jerman juga tengah melatih kemampuan tempur tentara Ukraina di pangkalan militer mereka.
Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov , dikutip dari laman BBC, menuduh NATO melakukan perang proksi. Lavrov mengatakan bahwa senjata Barat yang dikirim ke Ukraina akan menjadi target yang adil. Ia menyebut Barat seperti "menuangkan minyak pada api" dengan memasok Ukraina dengan senjata. Lavrov juga memperingatkan bahwa konflik di Ukraina dapat menyulut Perang Dunia III.
Stop gas ke Bulgaria-Polandia
Rusia mulai membuktikan ancaman menghentikan pasokan gas kepada negara yang menolak membayar dalam mata uang Rusia, rubel. Bulgaria dan Polandia, dua anggota Uni Eropa dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Eropa Timur, menjadi korban pertama.
Perusahaan gas Rusia, Gazprom, memberitahu Bulgaria dan Polandia bahwa pasokan gas dihentikan mulai Rabu (27/4/2022). Alasan pemberhentian itu adalah karena Sofia dan Warsawa menolak membayar impor gas dalam rubel.
Perusahaan energi Bulgaria, Bulgargaz dan Bulgarian Energy Holding (BEH), beralasan bahwa pembayaran dalam rubel tidak sesuai kontrak jangka panjang yang dulu dibuat dengan Gazprom. Bulgargaz dan BEH juga menyebut, tidak ada jaminan akan tetap menerima gas meski membayar dalam rubel.
Juru bicara pemerintah Bulgaria, Lena Borislavova, menyebut, keputusan Moskwa tidak mengancam ketahanan energi Sofia. ”Kami sudah lama bersiap pada skenario ini,” katanya.
Baca juga : Menhan AS Kumpulkan 40 Negara, Rusia Peringatkan Ancaman Perang Dunia III
Hingga 90 persen gas Bulgaria didapat dari Rusia. Seperti di banyak negara, Bulgaria memakai gas terutama untuk mesin penghangat dan pembangkit listrik. Tempat-tempat penimbunan gas Bulgaria, juga di banyak negara, lazimnya dipenuhi pada April-Oktober, lalu dipakai selama musim dingin pada November-Maret. Pada periode pengisian sekalipun, gas tetap dipakai terutama untuk pembangkit listrik.
Moskwa-Sofia seharusnya mulai merundingkan kontrak untuk periode 2023-2033. Namun, Sofia sudah menegaskan tidak akan memperpanjang kontrak impor gas dengan Moskwa dan mencari pemasok baru. Sementara Bulgaria sudah membangun jaringan pipa gas baru dari Yunani. Pipa itu untuk memasok gas dari Laut Tengah. Bulgaria juga bersepakat dengan Azerbaijan.
Menteri Iklim Polandia Anna Moskwa mengatakan, cadangan gas Polandia kini 76 persen dari kapasitas. Karena itu, Warsawa tidak akan kekurangan gas setelah Gazprom menghentikan pasokan. Perusahaan energi Polandia, PGNiG, telah menolak permintaan Moskwa untuk membayar gas dengan rubel. Bagi PGNiG, permintaan itu melanggar kontrak.
Pada 2021 sebanyak 63 persen gas PGNiG didapat dari Gazprom. Sementara pada triwulan I-2022, Gazprom menyediakan 53 persen gas untuk PGNiG. Pada Oktober 2022 PGNiG berharap pasokan dari Norwegia mulai masuk.
Keputusan Gazprom menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria sontak membuat harga minyak naik. Sebaliknya, harga gas relatif stabil. Selepas informasi keputusan Gazprom beredar, harga minyak Texas WTI naik 3,2 persen menjadi 102 dollar Amerika Serikat (AS) per barel.
Baca juga : Antisipasi Rusia Stop Pasokan Gas, Jerman Nyalakan Alarm Darurat Energi
Sementara harga Brent naik 1,2 persen ke 106 dollar AS per barel. Adapun harga acuan gas pada 6,8 dollar AS per mBtu untuk perdagangan Selasa malam. Harga gas sedikit naik dari perdagangan Senin, yakni pada 6,67 dollar AS per mBtu.
Pada Maret 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan dekrit bahwa energi Rusia harus dibeli dengan rubel. Siapa pun yang mau energi Rusia harus membuka rekening di GazpromBank atau lembaga keuangan lain milik Rusia. Pembayaran dilakukan lewat rekening tersebut. Rusia memberi waktu sampai akhir April 2022 kepada para pembeli energinya untuk mematuhi keputusan itu.
Kebijakan itu sebagai respons atas langkah AS dan sekutunya yang membekukan rekening sejumlah lembaga dan sejumlah warga negara Rusia. Akibatnya, rekening Rusia berisi setidaknya 300 miliar dollar AS di sejumlah bank Asia, Eropa, dan AS tidak bisa diakses Moskwa.
Hingga 60 persen impor gas Rusia oleh Uni Eropa (UE) dibayar dalam euro. Sisanya dibayar dalam dollar AS. Pembekuan aset Rusia tersebut dilakukan sebagai sanksi atas serbuan Rusia ke Ukraina mulai 24 Februari 2022.
Sejak dekrit dikeluarkan, UE yang mendapatkan hingga 40 persen gas dan 25 persen minyak dari Rusia terus menolak permintaan Moskwa. Namun, menjelang tenggat yang diberikan Rusia, perpecahan di UE terus mengemuka.
Austria dan Jerman paling kencang menolak larangan impor energi Rusia. Sebab, larangan itu akan membuat Austria dan Jerman kehilangan produk domestik bruto (PDB) hampir 400 miliar euro pada 2022-2023 saja.
Lihat juga : AS Kirim Amunisi dan Senjata Perang ke Ukraina
Pekan lalu, Komisi Eropa mengumumkan langkah yang memungkinkan perusahaan-perusahaan UE memenuhi permintaan Moskwa untuk membayar energi Rusia dengan rubel. Perusahaan UE tetap mengeluarkan uang pembayaran dalam euro atau dollar AS. Selanjutnya, oleh bank perantara, seluruh pembayaran itu dijadikan rubel. Pengubahan dilakukan oleh bank, bukan oleh perusahaan pengimpor energi Rusia.
Sementara ini, Brussels mengindikasikan persetujuan bagi perusahaan UE yang mau membuka rekening di GazpromBank. Syaratnya, rekening harus tetap dalam euro, dollar AS, atau mata uang selain rubel. GazpromBank dapat mengubah dana perusahaan UE menjadi rubel jika pembayaran impor energi sudah disepakati. (AP/AFP/REUTERS)