Integrasikan Ukraina Timur-Selatan, Rusia Gempur Donbas dan Mariupol
Militer Rusia fokus merebut wilayah timur dan selatan Ukraina. Fase kedua agresi Rusia di Ukraina ini telah dimulai.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
KIEV, SELASA — Memasuki serangan hari ke-54, Rusia fokus menggempur wilayah Ukraina timur. Militer Rusia ingin membentuk koridor yang menghubungkan Donbas, wilayah yang selama ini dikuasai kelompok bersenjata dukungan Kremlin, dengan Semenanjung Krimea, wilayah yang sejak 2014 dikuasai Rusia.
Guna mewujudkan misinya menguasai wilayah timur Ukraina, Rusia diperkirakan menurunkan 76 unit tempur atau kelompok batalyon taktis, termasuk artileri, helikopter, dan dukungan logistik. Terdapat 50.000-60.000 tentara Rusia yang dikerahkan untuk mewujudkan fase kedua agresi militer Rusia di Ukraina itu.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Senin (18/4/2022) malam, mengeluarkan seruan kepada seluruh rakyat Ukraina untuk bersiap-siap dan bertarung menghadapi serangan itu. ”Kami sekarang dapat mengonfirmasi bahwa pasukan Rusia telah memulai pertempuran untuk Donbas, yang telah mereka persiapkan sejak lama. Tidak peduli berapa banyak tentara Rusia yang dibawa ke sini, kami akan bertarung. Kami akan membela diri,” kata Zelenskyy.
Serangan darat skala penuh dilakukan militer Rusia di sepanjang front pertempuran lebih dari 300 mil atau sekitar 480 kilometer di timur dan selatan Ukraina. Penaklukan Donbas dan Mariupol menjadi target utama militer Rusia pada fase ini.
Donbas, seperti halnya Mariupol, adalah wilayah pusat industri Ukraina. Di wilayah yang sebagian besar penduduknya memiliki kesamaan bahasa dengan Rusia ini, kelompok separatis Ukraina telah mendeklarasikan dua republik independen yang diakui oleh Kremlin.
Salah satu alasan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memulai agresi di Ukraina juga karena dia menilai Pemerintah Ukraina telah melakukan serangan terhadap wilayah Donetsk dan Lugansk, yang diakuinya sebagai sebuah republik berdaulat.
Militer Rusia mendapatkan perlawanan keras saat mencoba merebut Mariupol, yang mereka gempur sejak pekan ketiga Maret. Namun, sampai saat ini, militer Rusia belum juga berhasil menguasainya.
Dewan kota mengatakan, sedikitnya 1.000 warga sipil masih bersembunyi di tempat perlindungan di bawah pabrik baja Azovstal. Wakil Perdana Menteri Iryna Vereshchuk mendesak Moskwa untuk membuka koridor kemanusiaan, dari Mariupol ke Buerdyansk, termasuk dari Azovstal.
”Penolakan Anda untuk membuka koridor kemanusiaan ini, di masa depan, akan menjadi alasan untuk menuntut semua yang terlibat dalam kejahatan perang,” katanya di Telegram, platform media sosial Rusia. Ditambahkannya, sebagian besar yang berlindung di Azovstal adalah anak-anak dan orangtua.
Denys Prokopenko, Komandan Resimen Azov dari Garda Nasional Ukraina, di Mariupol, dalam sebuah pesan video mengatakan, militer Rusia telah mulai menjatuhkan bom penghancur bunker pada baja Azovstal. Pabrik yang luas itu berisi jaringan terowongan tempat para pejuang dan warga sipil berlindung. Itu diyakini sebagai kantong perlawanan besar terakhir di kota yang hancur itu.
Mayor Serhiy Volyna, komandan brigade marinir ke-36 Ukraina yang juga masih bertempur di Mariupol, berkirim surat ke Pemimpin Umat Katolik dunia, Paus Fransiskus, untuk meminta bantuan. ”Seperti inilah neraka di bumi. Sudah waktunya (untuk) bantuan bukan hanya dengan doa. Selamatkan hidup kami dari tangan setan,” kata surat itu, menurut kutipan yang dicuitkan Duta Besar Ukraina di Vatikan.
Putin, yang mendapat kritik keras atas keputusannya menyerang Ukraina, bergeming. Bahkan, pada saat fase kedua agresi dimulai ke wilayah timur dan selatan Ukraina, dia memberikan penghargaan bagi anggota Brigade Senapan Motor ke-64 atas kepahlawanan, keberanian, dan keuletannya selama bertempur di Ukraina.
Brigade Senapan Motor ke-64 adalah sekelompok pasukan yang dituduh Ukraina bertanggung jawab atas tragedi kematian warga Bucha yang diduga dibunuh dengan keji, sebagian ditemukan tewas dengan tangan terikat di belakang. Kelompok pasukan ini dituding Pemerintah Ukraina melakukan kejahatan perang.
Sikap Putin ini memaksa Presiden AS Joe Biden untuk menggelar pertemuan darurat dengan sekutu-sekutunya, membahas krisis di Ukraina. Agendanya, antara lain, soal cara meminta pertanggungjawaban Putin dan Rusia atas agresinya di Ukraina.
Sementara Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, upaya mediasi yang dilakukannya terhenti setelah ada dugaan kejahatan perang dilakukan di Bucha oleh militer Rusia. Uni Eropa sendiri mengutuk pengeboman yang dilakukan oleh militer Rusia yang dinilai dilakukan tanpa pandang bulu dan mengakibatkan korban warga sipil.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Josep Borrell mengatakan, serangan hebat di Ukraina timur dan selatan memperlihatkan serangan yang membabi buta dilakukan oleh militer Rusia untuk mewujudkan misinya, menguasai wilayah timur dan selatan. ”Tidak ada bagian dari negara yang terhindar dari serangan Kremlin yang tidak masuk akal,” kata Borrell. (AP/AFP/REUTERS)