Babak Baru Serangan Rusia di Ukraina Libatkan Para Petempur Suriah
Masih menjadi pertanyaan, seberapa efektif pasukan tempur asal Suriah itu saat diterjunkan di Ukraina. Namun, mereka bisa dikerahkan saat Rusia butuh pasukan tambahan untuk mengepung kota-kota di Ukraina.
BEIRUT, SENIN — Dalam kunjungan ke Rusia pada 2017, Presiden Rusia Vladimir Putin melontarkan pujian terhadap Brigadir Jenderal Suheil al-Hassan berkat ketangguhan divisi pasukan Suriah yang dipimpinnya menaklukkan lawan di medan perang saudara di Suriah. Kerja sama antara pasukan divisi pimpinan Brigjen Hassan dan tentara Rusia, kata Putin saat itu, ”bakal membuahkan sukses besar di masa depan”.
Kini, menjelang dua bulan perang di Ukraina sejak invasi Rusia, anggota pasukan Brigjen Hassan sudah menjadi bagian dari barisan petempur Suriah yang dilatih Rusia. Jumlah mereka saat ini dilaporkan baru sedikit. Namun, hal itu bisa berubah sesuai dengan dinamika pertempuran di lapangan.
”Rusia tengah menyiapkan pertempuran besar (di Ukraina),” kata Ahmad Hamada, eks tentara Suriah yang kini analis militer di Turki, seperti dikutip Associated Press (AP), Senin (18/4/2022).
Rusia kini tengah menyiapkan babak baru serangan total di Ukraina timur. Para petempur asal Suriah itu diperkirakan bakal dikerahkan Rusia. Apalagi, Putin telah menunjuk Jenderal Alexander Dvornikov, yang berpengalaman memimpin operasi militer Rusia di Suriah, sebagai komandan baru dalam perang di Ukraina. Ia sudah paham betul dan menyaksikan sendiri ketangguhan paramiliter binaan Rusia di Suriah.
Baca juga: Dengan Iming-iming Gaji Rp 100 Juta, Milisi Suriah Dikerahkan ke Ukraina
Meski masih menjadi pertanyaan, seberapa efektif pasukan tempur asal Suriah itu saat diterjunkan di Ukraina, mereka bisa dikerahkan saat Rusia butuh pasukan tambahan untuk mengepung kota-kota atau untuk menambal berkurangnya personel militernya akibat besarnya korban dalam perang.
Kepala Pemantau HAM Suriah (SOHR) Rami Abdurrahman menyebut 18.000 warga Suriah mendaftar menjadi tentara bayaran Rusia. Selain itu, 700 anggota tentara Suriah diterbangkan ke Ukraina untuk berperang bersama tentara Rusia. Mereka anggota unit pasukan khusus Suriah yang bertahun-tahun bersama tentara Rusia memerangi oposisi dan kelompok teror di Rusia.
”Rusia mencari milisi berpengalaman. Mereka tidak mau yang belum pernah bersama orang Rusia,” ujar Abdurrahman, yang tinggal di London dan menentang rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Abdurrahman menyebutkan, sekitar 700 anggota Divisi Ke-25 Pasukan Khusus pimpinan Brigjen Hassan, yang di Suriah dikenal dengan julukan ”Pasukan Macan”, telah meninggalkan Suriah untuk bertempur bersama pasukan Rusia. AP menyatakan, angka tersebut belum bisa dikonfirmasi secara resmi.
Dalam dua pekan terakhir, para aktivis pro-Pemerintah Suriah mengunggah beberapa video di media sosial yang memperlihatkan para anggota ”Pasukan Macan” menjalani latihan militer, termasuk terjun dengan parasut dari helikopter. Dalam video-video itu, terlihat perwira Rusia memberikan arahan pada pasukan terjun payung tersebut di dalam helikopter. Sementara Brigjen Hassan tampak menepuk kepala para tentara muda yang dipimpinnya. Belum diketahui secara pasti, apakah itu video baru atau lama.
Baca juga: Sepak Terjang Militer Putin, dari Suriah ke Ukraina
Abdurrahman mengatakan, selain divisi pasukan khusus pimpinan Brigjen Hassan, tergabung juga dalam barisan pasukan Rusia, yakni pasukan Divisi V yang dilatih Rusia, brigade-brigade Baath (sayap militer partai Baath pimpinan Assad) dan Brigade Quds dari Palestina, yang beranggotakan para pengungsi Palestina di Suriah. Mereka bertempur bersama militer Rusia dalam perang saudara di Suriah.
Dalam perang selama 11 tahun di negara itu, ”Pasukan Macan” memetik kemenangan besar bagi pemerintahan Assad. Mereka terlibat dalam pengepungan satu bulan terhadap basis pertahanan terakhir oposisi di Provinsi Idlib, Suriah utara, yang berakhir pada Maret 2020. Oposisi masih menguasai basis pertahanan mereka, tetapi pasukan rezim Damaskus merebut jalur vital, jalan raya penghubung utara-selatan wilayah Suriah.
”(Brigjen Hassan) adalah salah satu orang kepercayaan Rusia, dan Rusia akan bergantung kepadanya,” ujar Omar Abu Layla, aktivis berbasis di Eropa yang mengelola DeirEzzor 24, kelompok pemantau perang Suriah.
Ia menambahkan, ratusan personel dari Divisi V dan Brigade Quds telah mendaftar untuk bergabung dalam pasukan Rusia di Pangkalan Udara Hmeimeem, Suriah barat.
Gaji Rp 8,6 juta per bulan
Aktivis yang memantau operasi militer Damaskus melawan oposisi, Rayan Maarouf, menyebut salah satu kelompok yang terlibat dalam operasi itu membuat pengumuman, akhir Maret lalu. Mereka menawarkan gaji 600 dollar AS (sekitar Rp 8,6 juta) per bulan bagi pria berusia 23 hingga 49 tahun untuk berperang di Ukraina.
Tidak hanya bergabung ke Rusia, para petempur dari Suriah itu dilaporkan juga ada yang memilih memperkuat Ukraina bersama milisi asing dari negara-negara lain. Jubir Kementerian Pertahanan Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov mengatakan, paling tidak ada 6.824 warga asing menjadi tentara bayaran Ukraina. Mereka berasal dari sejumlah negara Eropa, Asia, dan AS.
”Kementerian Pertahanan Rusia punya data kuat jumlah tentara dan garda nasional Ukraina serta tentara bayaran asing yang tewas,” ujarnya, Minggu (17/4/2022) malam waktu setempat atau Senin dini hari WIB, sebagaimana dikutip RIA Novosti dan TASS.
Menurut Konashenkov, ada 193 warga Suriah menjadi tentara bayaran Ukraina. Mereka berasal dari wilayah-wilayah Suriah yang dikontrol Turki.
Di antara milisi asing itu ada warga Inggris. Dalam laporan media Inggris, The Guardian, warga Inggris bernama Shaun Pinner dan Aiden Aslin tertangkap di Mariupol. Aslin diduga menyerah, awal April 2022. Adapun Pinner ditangkap di salah satu kubu pertahanan milisi Ukraina di Mariupol pekan lalu. Mereka meminta PM Inggris Boris Johnson membebaskan mereka.
Media AS, seperti Politico, Newsweek, dan The New York Times, pernah mengungkap setidaknya 3.000 warga AS menjadi milisi di Ukraina. Jumlah total milisi asing yang menyokong Ukraina ditaksir setidaknya 20.000 orang. Selain dari AS dan Inggris, milisi asing penyokong Ukraina juga berasal sejumlah negara Eropa, Kanada, hingga Suriah.
Menurut Konashenkov, ada 193 warga Suriah menjadi tentara bayaran Ukraina. Mereka berasal dari wilayah-wilayah Suriah yang dikendalikan Turki. Sampai sekarang, penguasaan Suriah memang masih terbagi antara pemerintah setempat, pasukan pemberontak, dan tentara Turki.
Tergantung rencana Rusia
Jenderal (Purn) Naji Malaeb, pensiunan tentara Lebanon yang sudah bertahun-tahun memantau perang Suriah, meragukan sudah ada milisi Suriah ke Ukraina. Ia menyebutkan, mungkin saja kondisi berubah di tengah perang yang terus membara. ”Tergantung dari rencana Rusia dalam waktu dekat,” katanya.
Baca juga: Senjata NATO Menghadang Rusia di Ukraina
Mantan komandan salah satu kelompok milisi Suriah, Muhammad Haj Ali, juga menyangkal ada warga Suriah menjadi tentara bayaran Rusia di Ukraina. Berbeda dengan Malaeb, ia tidak yakin akan ada orang Suriah berperang di Ukraina. ”Rusia pasti akan menang tanpa bantuan Suriah sekali pun. Arah operasinya jelas, Ukraina tidak akan seperti Afghanistan,” ujarnya.
Ia merujuk pada kekalahan Uni Soviet di Afghanistan setelah berperang 10 tahun. Pada 1979, tentara Uni Soviet menyerbu Afghanistan atas permintaan sejumlah politisi Afghanistan. Milisi yang menentang Uni Soviet mendapat pasokan dana dan senjata besar-besaran dari AS dan sekutunya. Hasilnya, Moskwa angkat kaki.
Kini, Ukraina juga mendapat senjata dan dana besar-besaran dari AS dan sekutunya. Dari Washington saja, Kiev mendapat persenjataan dan aneka produk pertahanan senilai 2,4 miliar dollar AS hanya dalam 1,5 bulan terakhir. Sebelum itu, Washington telah memberikan persenjataan dengan nilai setara pada periode 2014-2021.
Pasokan senjata Barat
Dengan pasokan senjata dan dana dari AS dan sekutunya, Ukraina bisa menahan serangan Rusia dalam 1,5 bulan terakhir. Bahkan, Ukraina menenggelamkan kapal penjelajah Rusia yang difungsikan sebagai kapal komando di Laut Hitam, yakni kapal Moskva.
Baca juga: Moskva, Cerita Duka Kapal Gaek di Medan Laga
Kiev mengklaim kapal itu ditembak dengan dua rudal Neptunus. Sementara Moskwa mengaku ada ledakan di kabin amunisi tanpa mengungkap penyebab ledakan.
Sebelum itu, tentara dan milisi Ukraina telah menghancurkan ribuan kendaraan perang Rusia. Kiev menyebut, paling tidak 790 tank, 2.041 kendaraan lapis baja, 130 peluncur roket dan 381 senjata artileri Rusia dihancurkan. Selain itu, ada 167 pesawat, 147 helikopter, dan 155 pesawat nirawak Rusia dijatuhkan.
Kiev bisa melakukan itu, antara lain, karena dipasok Javelin, NLAW, hingga Stinger. Javelin dan NLAW merupakan rudal panggul antitank buatan AS dan Inggris. Sementara Stinger sudah puluhan tahun dikenal sebagai rudal antipesawat.
Ukraina memang harus membayar mahal. Nyaris tidak ada kota Ukraina lolos dari rudal dan roket Rusia. Sejumlah rudal Rusia menyasar beberapa bagian Lviv, kota Ukraina yang paling barat, pada Senin pagi. Di waktu yang sama, rudal Rusia juga meledakkan sejumlah lokasi di Kiev, Dnipro, dan sejumlah kota lain.
Sejauh ini, Rusia mengklaim telah mengancurkan paling tidak 814 fasilitas militer Ukraina. Selain itu, ada ribuan tank, kendaraan lapis baja, pesawat, hingga peluncur roket Ukraina dihancurkan, baik dengan rudal dari laut maupun udara.
Baca juga: Kehadiran Rusia Bakal Picu Debat Panas di Washington
Di luar itu, ribuan bangunan di berbagai penjuru Ukraina hancur oleh rudal dan roket Rusia. Fakta rudal-rudal Rusia bisa terbang ratusan kilometer menuju sasaran menunjukkan sistem pertahanan udara Ukraina nyaris semakin tidak berdaya.
Dalam berbagai kesempatan, Ukraina selalu meminta persenjataan kepada AS dan sekutunya. Sejauh ini, Washington dan sekutunya belum memberi persenjataan berat. Tank dan pesawat yang diminta Ukraina tidak kunjung diberikan. PM Inggris Boris Johnson dan Kanselir Jerman Olaf Scholz beralasan, lebih baik memberi Ukraina persenjataan yang bisa segera digunakan. Hal itu berarti, mustahil Ukraina mendapatkan pesawat atau tank standar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Untuk bisa menggunakan kendaraan perang standar NATO, tentara Ukraina harus berlatih dulu. Selama ini, pelatih yang dikirim AS, Inggris, dan Perancis hanya mengajarkan cara memakai rudal panggung dan taktik perang. Tidak ada latihan menggunakan dan merawat tank atau pesawat standar NATO.
Selain itu, banyak pusat penyimpanan serta perawatan senjata dan kendaraan perang Ukraina sudah hancur. Tanpa fasilitas memadai, sulit bagi tentara Ukraina merawat pasokan persenjataan itu. (AP/AFP/REUTERS)