Mencari Konsep Netralitas untuk Ukraina
Gagasan tentang Ukraina menjadi negara netral dapat menjadi solusi untuk mengakhiri konflik dengan Rusia. Apa sebenarnya yang dimaksudkkan dengan netralitas Ukraina?
Negosiasi antara Rusia dan Ukraina, Selasa (29/3/2022) di Istanbul, Turki, melahirkan harapan akan terciptanya perdamaian bagi keduanya dan kawasan Eropa Timur. Kedua negara itu berusaha keras menemukan cara untuk menghentikan perang: Ukraina mau mengadopsi status netral, dan Rusia bersedia mengakhiri aktivitas militernya ke Ukraina.
Tampaknya tawaran itu memiliki prospek. Sekalipun kesepakatan akhir belum dicapai, pintu gencatan senjata dilaporkan sudah mulai terbuka lewat pertemuan di Istanbul itu. Ketika para negosiator Ukraina dan Rusia bertemu, Moskwa mengatakan pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dapat terjadi setelah draft perjanjian perdamaian dibuat.
Perundingan antara delegasi Rusia dan Ukraina sejauh ini terlihat memiliki harapan untuk menuju perdamaian daripada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Atas nama prinsip "saling percaya", Rusia mengatakan akan “mengurangi secara drastis” aktivitas militer di sekitar ibu kota Kiev dan kota Chernihiv di wilayah Blast Chernihiv, Ukraina utara.
Baca juga: Ukraina Bersedia Jadi Negara Netral
Kiev menawarkan resolusi konflik dengan mengatakan siap untuk mengadopsi status netral. Kiev berjanji takkan bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) atau menjadi tuan rumah pangkalan militer asing. Sebaliknya, Sebagai timbal balik, Moskwa harus menjamin menarik pasukannya dan takkan melakukan invasi militer lagi di kemudian hari.
Pejabat Ukraina telah mengusulkan rencana untuk membahas status Crimea, yang dicaplok Rusia pada 2014, dan wilayah Donbas yang selama beberapa tahun belakangan menjadi daerah konflik antara militer Ukraina dan milisi pro Rusia. Sebagian besar penduduk daerah itu bertutur bahasa Rusia.
Moskwa dilaporkan sedang mempertimbangkan hal itu, sebagaimana dilaporkan The New York Times, Selasa (29/3/2022). Namun dasar kesepakatan apa pun ke depan, netralitas Ukraina adalah kuncinya.
Isu netralitas Ukraina adalah prinsip dasar dalam perundingan delegasi Kiev dan Moskwa di Istanbul. Namun apa sebenarnya yang dimaksudkkan dengan Ukraina yang "netral" itu? Mengapa Ukraina harus menjauhi NATO sebagai kemungkinan solusi untuk mengakhiri konflik atau perang dengan Rusia?
Secara umum, netralitas Ukraina berarti Kiev harus meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO. Ukraina tidak boleh menjadi tuan rumah bagi pangkalan bagi aliansi militer Barat. Awalnya, rezim di Kiev yang pro Barat ingin bergabung dengan NATO. Hal ini ditentang Moskwa karena menganggapnya sebagai ancaman nasional Rusia. Inilah persoalan utama yang akhirnya berujung ke perang Rusia-Ukraina.
Baca juga: Ukraina dan Rusia Menuju Perdamaian
Pekan lalu, Moskwa mengisyaratkan Ukraina boleh bergabung dengan Uni Eropa, tetapi tidak dengan NATO. Itu ditegaskan lagi dalam pertemuan di Istanbul. Tentu saja Kiev membutuhkan jaminan keamanan dari Moskwa. Salah satunya adalah jaminan bahwa Rusia tidak melakukan invasi militer lagi ke depannya.
Kiev juga mengajukan proposal agar negara-negara seperti Inggris, China, Amerika Serikat, Turki, Perancis, Kanada, Italia, Polandia, dan Israel harus melindungi Ukraina yang netral jika terjadi serangan. Jaminan itu diharuskan bersifat mengikat secara hukum.
Kiev dan Moskwa kemungkinan telah menemukan kesamaan konsep dasar tentang netralitas Ukraina. Zelenskyy mengatakan, Ukraina takkan bergabung dengan NATO. Kiev terbuka membahas status itu. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, seperti dikutip Bloomberg, 16 Maret 2022, mengatakan, kesepakatan soal netralitas Ukraina itu bisa menjadi "semacam kompromi".
Pascal Lottaz, asisten profesor untuk kajian-kajian netralitas di Waseda Institute for Advanced Study, Tokyo, Jepang, mengatakan bahwa netralitas Ukraina mungkin menjadi satu-satunya pilihan terbaik. “Para pihak, yakni Rusia, Ukraina, serta AS dan NATO, pada dasarnya duduk bersama dan akan menerimanya,” kata Lottaz, seperti dikutip oleh Vox News, Selasa (29/3/2022)
Namun, hal itu masih akan tergantung pada detail tentang apa yang dimaksudkan dengan gagasan netralitas Ukraina itu. Rusia mungkin memiliki versi netralitas yang berbeda. Mark Kramer, Direktur Proyek Kajian Perang Dingin di Davis Center for Russian and Eurasian Studies, Harvard University, mengatakan, netralitas Ukraina di sini dimengerti sebagai kepatuhan penuh terhadap Rusia. “Saya pikir itulah yang ditolak sepenuhnya oleh orang Ukraina," kata Kramer.
Baca juga: Ukraina-Rusia Tetap Bersikap Saling Curiga
Di Eropa terdapat sejumlah negara netral, non-blok, atau tidak berpihak kepada salah satu kekuatan besar dunia, baik di Eropa abad ke-19 atau selama era Perang Dingin. Ulrika Möller, profesor ilmu politik di Universitas Gothenburg, mengatakan, netralitas adalah instrumen bagi negara-negara kecil untuk melindungi integritas politik mereka dari negara tetangga yang kuat atau kekuatan regional.
Semua negara yang non-blok atau netral di Eropa memiliki variasi kebijakannya masing-masing. Hal yang mendasar dan sama adalah mereka tidak bergabung ke aliansi militer mana pun. Negara-negara seperti Austria, Finlandia, Swedia, Irlandia, dan Malta bergabung dengan Uni Eropa (UE). Sementara Swiss yang juga dikenal netral tidak bergabung dengan UE. Mereka mempunyai kekuatan militer karena masih memiliki hak membela diri jika ada yang melanggar netralitas itu.
Swiss dan Swedia selama puluhan tahun menganut status netralitas tanpa tekanan. Finlandia, yang berbatasan sepanjang 800 mil dengan Rusia, mengadopsi netralitas karena tekanan dari luar. Netralitas Finlandia saat Perang Dingin yang diabadikan dalam perjanjian damai dengan Moskwa di Paris, Perancis, 10 Februari 1947, bisa meredakan ketegangan Uni Soviet dengan negara-negara Barat. Perjanjian tersebut memastikan Finlandia tidak seperti negara-negara di Eropa Timur lainnya saat itu.
Negara di kawasan Skandinavia tersebut sejak itu dijamin tidak akan menghadapi invasi militer Uni Soviet dan tentu saja Rusia saat ini. Finlandia pun sepakat untuk tetap berada di luar NATO. Oleh pengamat, resolusi konflik atau upaya meredakan ketegangan sepeti itu disebut ”Finlandisasi” atau ”model Finlandia”.
Baca juga: Wacana ”Finlandisasi” Ukraina dan Fakta yang Membuat Putin Kesal
Peskov dilaporkan menyarankan bahwa kedua belah pihak, Rusia dan Ukraina, berbicara tentang kemungkinan netralitas versi Austria atau Swedia untuk Ukraina. Para ahli mengatakan, netralitas Austria mungkin merupakan model terbaik untuk Ukraina yang netral di masa depan.
Setelah Perang Dunia II, pasukan Sekutu (Perancis, Inggris, AS, dan Uni Soviet) menduduki Austria, seperti halnya Jerman. Sebagai imbalan untuk mengakhiri pendudukan, Austria setuju untuk menyatakan netralitas. Pada 26 Oktober 1955 — sehari setelah batas waktu pasukan asing terakhir meninggalkan Austria — Austria mengadopsi netralitas permanen ke dalam konstitusinya.
Austria tidak akan bergabung dengan aliansi militer mana pun, tidak akan memihak dalam perang di masa depan, dan tidak akan mengizinkan pangkalan asing di wilayah mereka. Seiring waktu, netralitas menjadi terkait dengan identitas politik suatu negara, terlepas dari apakah itu dipaksakan atau pilihan. Netralitas Austria adalah tawar-menawar untuk mengakhiri pendudukan.
Peter Ruggenthaler, wakil direktur Ludwig Boltzmann Institute for Research on the Consequences of War, mencatat bahwa partai-partai politik Austria umumnya waspada dalam mendukung keanggotaan NATO, dan sebagian besar orang Austria juga menentangnya. “Ini bukan masalah keamanan bagi penduduk, ini sebagian besar adalah masalah identitas,” katanya.
Itu tidak berarti faktor eksternal tidak dapat perubah posisi nonblok suatu negara. Atau dengan kata lain, netralitas tidak berarti tidak dapat sedikit fleksibel. Dukungan publik untuk bergabung dengan NATO telah merayap di Swedia dan Finlandia setelah invasi Rusia. Meskipun keduanya secara formal tetap tidak bersekutu, keduanya sudah bekerja sama cukup erat dengan NATO.
Baca juga:Alasan Ukraina Hindari Rusia dan Pilih Bersandar ke Barat
Namun, netralitas adalah instrumen geopolitik yang berharga yang dapat digunakan oleh negara nonblok untuk memajukan kepentingannya sendiri. Itu juga alasannya mengapa pertanyaan keamanan Eropa dilontarkan di Helsinki selama Perang Dingin, dan mengapa Vienna menjadi tuan rumah bagi negosiasi kesepakatan Iran saat ini.
Netralitas untuk Ukraina juga tampaknya menjadi instrumen politik yang ideal. Bekas bagian Uni Soviet itu dapat menjadi penyangga antara Rusia dan kekuatan Barat, terutama NATO yang dipimpin AS. Konsep netralitas negara untuk Ukraina tidak lahir dari perang Rusia-Ukraina ini. Namun menyetujui konsep itu pada saat kondisi perang seperti saat ini, bisa menjadi lebih rumit. (AFP/REUTERS/AP)