Ukraina dan Rusia sudah bertemu dan sama-sama mengajukan usulan demi kesepakatan gencatan senjata. Kini bola di tangan Rusia. Meski sudah bertemu, Ukraina tetap waswas dan tak bisa percaya Rusia sepenuhnya.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
LVIV, RABU —Di mata Turki, perundingan pertama antara Ukraina dan Rusia berjalan baik dan menjanjikan. Kedua belah pihak mengajukan usulan solusi untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata. Ukraina mau mengadopsi status netral, non-blok, dan non-nuklir asalkan ada jaminan keamanan dari pihak ketiga. Sementara Rusia berjanji akan mengurangi aktivitas militer secara drastis di wilayah Ukraina Timur. Namun, Ukraina tidak yakin betul Rusia akan memenuhi janjinya itu. Tetap ada sebersit kekhawatiran Rusia malah akan menggempur wilayah lain.
”Rakyat Ukraina tidak naif. Belajar dari pengalaman serangan Rusia selama 34 hari terakhir ini dan 8 tahun perang di Donbas, satu-satunya yang bisa kita percaya adalah hasil yang konkret,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, Selasa (30/3/2022) malam waktu Kiev.
Proses perundingan Ukraina-Rusia dilakukan dengan mediasi Turki di Istanbul, Selasa. Akibat perang terparah sejak Perang Dunia II itu, hampir 4 juta jiwa mengungsi ke luar negeri dan perekonomian Rusia goyah karena hujan sanksi dari negara-negara Barat. Serangan Rusia dilaporkan mulai berkurang di sebagian wilayah Ukraina karena mendapatkan perlawanan kuat dari rakyat dan pasukan Ukraina.
”Untuk meningkatkan rasa saling percaya dan menciptakan kondisi agar proses perundingan tetap berlanjut hingga tercapai kesepakatan, aktivitas militer di Kiev dan Chernihiv akan dikurangi secara drastis,” kata Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin.
Fomin tidak menyebutkan daerah lain selain Kiev dan Chernihiv. Padahal konflik yang terparah justru terjadi di kota Mariupol di tenggara, Sumy dan Kharkiv di timur, serta Kherson dan Mykolaiv di selatan. Staf Gabungan Militer Ukraina menduga janji Rusia untuk mengurangi operasi militer di dua wilayah itu kemungkinan hanya berupa rotasi biasa unit-unit militernya. Sebaliknya, kantor berita Rusia, Interfax, menyebutkan militer Rusia menuding pasukan Ukraina sengaja menginginkan gencatan senjata hanya untuk mengulur waktu memperkuat diri kembali dan membuat benteng-benteng di rumah sakit dan sekolah.
Kita harus siap dan mewaspadai serangan yang lebih masif ke wilayah-wilayah Ukraina lainnya. Hasil perundingan atau janji Rusia itu tidak berarti Kiev sudah aman dari ancaman. (John Kirby)
Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyebutkan, Rusia tampak sudah mulai memindahkan pasukannya dari sekitar Kiev. Namun, proses pemindahan itu bukan mundur atau penarikan pasukan dari wilayah konflik, melainkan hanya pindah lokasi penempatan pasukan. ”Kita harus siap dan mewaspadai serangan yang lebih masif ke wilayah-wilayah Ukraina lainnya. Hasil perundingan atau janji Rusia itu tidak berarti Kiev sudah aman dari ancaman,” kata Juru Bicara Pentagon John Kirby.
Kementerian Pertahanan Inggris dalam laporan intelijennya menyebutkan kemungkinan besar Rusia akan memindahkan kekuatan militernya dari wilayah di utara ke wilayah Donetsk dan Luhansk di timur. Republik Rakyat Donetsk yang didukung Rusia kemungkinan akan mempertimbangkan untuk bergabung dengan Rusia begitu Rusia berhasil menguasai wilayah Donetsk. Namun, Ukraina tidak akan membiarkan hal itu terjadi karena Rusia tidak berhak melakukannya.
Rusia menganggap serangannya sebagai ”operasi khusus” untuk melucuti senjata dan ”mendenazifikasi” Ukraina. Akan tetapi, di mata Barat, Rusia menyerang Ukraina tanpa alasan. Para pengamat menduga janji Rusia untuk mengurangi aktivitas militer sebenarnya tak ada artinya karena Rusia dinilai sudah kalah di dua daerah yang disebutkan itu.
Untuk membantu Ukraina, kata Kirby, pasukan AS di Polandia sudah menyerahkan senjata ke Polandia. Selain itu, 10 pesawat F-18 serta 200 tentara sudah dikerahkan ke negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Lituania.
Usulan
Tim perunding Ukraina sudah memberikan penawaran yang terbaik dengan komitmen tidak akan bergabung dalam aliansi militer atau menjadi tuan rumah pangkalan militer asing. Syaratnya, harus ada jaminan keamanan dari pihak ketiga, seperti yang diatur di dalam Pasal 5 klausa pertahanan kolektif di NATO. Ukraina menyebut Israel dan negara-negara anggota NATO, seperti Kanada, Polandia, dan Turki, sebagai negara yang bisa memberikan jaminan keamanan. Rusia, AS, Inggris, Jerman, dan Italia juga bisa ikut terlibat. Tawaran atau usulan Ukraina, yang membutuhkan referendum di Ukraina terlebih dahulu, juga menyebutkan periode konsultasi selama 15 tahun tentang status Semenanjung Crimea yang dianeksasi Rusia pada 2014.
Nasib wilayah Donbas akan dibahas lebih lanjut oleh para pemimpin Ukraina dan Rusia. Rusia meminta Ukraina menyerahkan wilayah itu ke kelompok separatis. Pemimpin tim perunding Rusia, Vladimir Medinsky, mengatakan, salah satu usulan Ukraina juga menyebutkan Rusia tidak akan menentang keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE). Ini kemungkinan tidak akan mudah mengingat selama ini Rusia menentang Ukraina masuk UE dan NATO.
Sebelum membuat keputusan, delegasi Rusia akan mempelajari tawaran Ukraina dan menyerahkannya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. ”Jalan masih panjang menuju kesepakatan perdamaian,” kata Medinsky. (REUTERS/AFP)