WNI Menjaga Harapan di Tengah Ketegangan Konflik
Jalur Chernihiv-Kiev adalah jalur neraka karena pertempuran pasukan Ukraina-Rusia terjadi di sini. Sembilan WNI masih terjebak di Chernihiv, menunggu dievakuasi.
Rasa takut tidak memudarkan harapan sembilan warga negara Indonesia di kota Chernihiv, Ukraina, untuk menunggu dievakuasi. Dari semua WNI di Ukraina, tinggal mereka yang belum bisa dijangkau oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kiev maupun Moskwa karena alasan keamanan. Mereka pun tidak memiliki pilihan untuk terus bertawakal sambil menunggu kepastian.
Belum lima menit berbincang dengan Iskandar, salah satu dari sembilan WNI di Chernihiv pada hari Rabu (16/3/2022) pukul 13.30 WIB atau pukul 08.30 waktu Ukraina, terdengar dentuman sebanyak lima kali berturut-turut. Iskandar terkekeh.
Baca juga: Evakuasi WNI di Ukraina Terkendala Pelanggaran Gencatan Senjata
“Itu suara senjata otomatis yang bisa ngeluarin beberapa peluru dalam sekali tembak. Yah, begitulah ‘makanan’ kami sehari-hari di sini sejak Februari,” katanya. Menurut dia, tembakan itu berasal dari pasukan Ukraina yang menyerang pasukan Rusia.
Pagi itu, Iskandar sedang keluar sebentar dari ruang bawah tanah (rubanah) tempat ia dan rekan-rekannya mengungsi selama dua hari ini. Ia tidak bisa berlama-lama di luar untuk mencari udara segar, juga tidak bisa berjalan terlalu jauh untuk merenggangkan otot karena terlalu berbahaya. Setelah 10-15 menit, Iskandar biasanya kembali lagi ke rubanah.
Ia mengungkapkan, rubanah itu berada di bawah sebuah restoran. Setiap malam, selain sembilan WNI, ada pula warga Ukraina yang menginap di sana. Total ada 40 orang, termasuk anak-anak, tidur beramai-ramai yang menurut Iskandar mirip ketika mudik Lebaran. Bedanya ini di tengah suasana mencekam.
Baca juga: Sembilan WNI Terjebak Di Tengah Pertempuran Rusia-Ukraina
“Ini warga lokal yang rumahnya enggak punya bungker atau basement, jadi kalau malam ikut di sini. Kompleks perumahan real estat atau apartemen biasanya punya bungker yang ada pintu bajanya,” tutur Iskandar.
Ketika pagi datang, warga lokal pulang ke kediaman masing-masing dan melanjutkan hari-hari mereka dengan bekerja atau menjadi relawan di dapur umum. Iskandar mengatakan, WNI siap membantu masyarakat jika dibutuhkan. Akan tetapi, biasanya relawan lokal sudah memenuhi kebutuhan untuk memasak atau membersihkan jalanan dari puing-puing akibat serangan Rusia.
Baca juga: Ukraina, Pelanduk di Bumi Eropa
“Syukurlah warga sini baik semua ke kami. Mereka mengusahakan supaya kebutuhan dasar kami dipenuhi, termasuk makanan yang tidak mengandung babi,” ujarnya.
Tertinggal
Iskandar menjelaskan, ia dan rekan-rekannya berada di Chernihiv karena ditempatkan untuk bekerja di pabrik Caravan Plastics selama empat tahun keberadaan mereka di Ukraina. Kota ini terletak 160 kilometer di utara Kiev. Justru, Chernihiv hanya berjarak 40 kilometer dari perbatasan dengan negara tetangga, Belarus.
Pada bulan Februari, ketika mulai tersiar kabar bahwa Rusia akan menyerbu Ukraina, para pekerja pabrik tersebut yang terdiri dari warga lokal maupun imigran-antara lain dari Indonesia, India, Bangladesh, dan Azerbaijan-tetap berada di asrama pabrik. Sejak itu, Iskandar sebagai orang yang paling senior di antara para pekerja Indonesia di Chernihiv telah mengontak KBRI Kiev untuk meminta agar segera dievakuasi. Akan tetapi, saat itu, pemerintah masih bimbang karena belum ada tanda-tanda invasi.
Baca juga: Ukraina
Tiba-tiba, pada tanggal 24 Februari, Rusia menyerbu Ukraina. “Kami kemudian diminta majikan untuk masuk ke dalam bungker di bawah pabrik. Ini bungker peninggalan zaman Uni Soviet, pintunya saja ada dua dari baja. Di dalamnya dingin sekali,” kata Iskandar.
Lebih parah lagi, jalur Chernihiv-Kiev menjadi titik merah pertempuran. Hal ini karena pasukan Rusia yang berada di Belarus memasuki Ukraina melalui jalur itu. Praktis, sembilan WNI ini tidak bisa ke Kiev untuk dievakuasi bersama WNI lainnya.
Mobil dari KBRI Kiev juga tidak bisa datang menjemput karena setiap hari ada kontak senjata di jalur tersebut. Para WNI tidak mungkin menyeberang ke Belarus meskipun dekat karena tidak ada jaminan akan diterima di sana mengingat Belarus adalah sekutu Rusia.
Baca juga: Pertempuran di Ukraina Makin Sengit, KBRI Kiev Evakuasi 153 WNI via Jalan Darat
“Setidaknya, kami bersyukur bahwa KBRI Kiev tidak ditutup. Setiap hari kami berkoordinasi dengan mereka, juga dengan KBRI Moskwa. Ini yang membuat mental kami tidak terlalu tertekan. Mereka kemudian mengatur agar kami bisa dievakuasi oleh Palang Merah. Jadwalnya belum diketahui karena suasana masih panas,” tutur Iskandar.
Ia menceritakan, para imigran dari negara lain terpaksa mengevakuasi diri secara mandiri. Hal ini karena kedutaan besar mereka di Kiev sudah ditutup dan pejabatnya pulang, sementara warganya masih di Ukraina. Mereka terpaksa menyewa taksi gelap agar bisa ke perbatasan Polandia. Di dalam perjalanan ini mereka menemukan berbagai kendala, termasuk perilaku rasis dari aparat.
Selama dua pekan Iskandar dan kawan-kawan bertahan di bungker pabrik mereka. Akan tetapi, suasana semakin tidak aman. Pabrik itu terletak di perbatasan menuju luar kota Chernihiv. Area yang luas membuat pasukan Ukraina datang dan menjadikan pabrik sebagai salah satu basis mereka. Para WNI cemas karena ini berarti pabrik rentan menjadi target serangan Rusia.
Kekhawatiran mereka terbukti karena pada hari Sabtu (12/3), Rusia meluncurkan serangan ke pabrik. Rudal itu jatuh di halaman, sekitar 10 meter dari bangunan pabrik. Ledakannya membuat tanah bergetar dan kaca-kaca jendela pabrik pecah. Iskandar langsung menelepon KBRI Kiev dan meminta dipindahkan ke lokasi yang lebih aman sembari menunggu jadwal evakuasi dari Palang Merah. “Kami dipindahkan ke pusat kota Chernihiv pada hari Selasa (15/3), di tengah masyarakat sipil,” tuturnya.
Baca juga: Begini Kerumitan Evakuasi WNI di Ukraina
Meskipun demikian, Iskandar mengungkapkan bahwa saat ini semua orang sama saja cemasnya karena Rusia sudah menyerang lokasi-lokasi sipil seperti permukiman, rumah sakit, dan sekolah. Bahkan, di dekat tempat WNI mengungsi sekarang ada gedung hotel yang hancur akibat terkena rudal.
Masyarakat setempat tetap berusaha beraktivitas seperti biasa dan menjaga agar diri tetap produktif. Iskandar menjelaskan, ini cara mereka beradaptasi dengan situasi. Seorang kawan dari Ukraina mengatakan kepada Iskandar bahwa sekarang ini sudah nahas jika terkena serangan Rusia. Pasalnya, semua wilayah sipil berisiko menjadi target. Oleh sebab itu, lebih baik tetap berkegiatan agar tekanan batin tidak bertambah parah.
Baca juga: Indonesia Perlu Manfaatkan Keketuaan G-20 Buka Inisiatif Damai Rusia-Ukraina
Dedi Irawan, salah satu WNI yang mengungsi bersama Iskandar menuturkan, pengalaman hidup ini luar biasa karena berbagai emosi bercampur aduk. Kedekatan tidak hanya terbangun antara sesama WNI, tetapi juga dengan penduduk lokal dan imigran lain. “Kami cuma bisa saling menghibur dan menguatkan di tengah suara ledakan setiap hari. Semoga segera ada kemudahan bagi semua orang agar keluar dari perang ini,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur PWNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan, evakuasi 9 warga Indonesia dari Chernihiv masih terus diupayakan. Selain itu, masih ada 32 warga Indonesia tetap di Ukraina. Mereka termasuk pejabat dan staf penting KBRI Kiev yang masih terus beroperasi.
Untuk warga Indonesia di Chernihiv, kini sudah pindah dari pabrik tempat mereka bekerja dan tinggal menuju tempat perlindungan. Di sana sudah ada pasokan logistik yang pasokannya dikoordinasikan dengan sejumlah pihak di Chernihiv. Indonesia terus mendesak semua pihak di Ukraina dan Rusia untuk menyediakan koridor aman bagi mobilisasi tim evakuasi dan pengungsi meninggalkan zona perang.