Uni Eropa ingin bisa lepas dari ketergantungan energi Rusia. Mereka harus mencari sumber-sumber energi lain.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
VERSAILLES, KAMIS — Para kepala negara dari 27 anggota Uni Eropa akan bertemu di Istana Versailles, Perancis, Kamis (10/3/2022) ini. Pembahasan mengenai penyerangan Rusia ke Ukraina akan mendominasi topik rapat. Hal yang menjadi perhatian mereka ialah mencari cara agar Uni Eropa tidak tergantung energi serta bahan bakar yang diimpor dari Rusia.
Serangan Rusia ke Ukraina telah berlangsung selama 15 hari. Selama itu pula Uni Eropa (UE) menerapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Akan tetapi, hal ini membawa dampak negatif bagi kawasan tersebut yang bergantung pada impor energi Rusia. Sebagai gambaran, 40 persen gas yang dipakai UE berasal dari Rusia. Demikian pula dengan seperempat minyak yang menjadi bahan bakar regional.
”Di satu sisi, UE ingin menegaskan bahwa Ukraina adalah bagian dari keluarga besar UE. Di sisi lain, kita harus mencari cara agar bisa lepas dari komoditas energi Rusia,” demikian kutipan dari keterangan pers panitia pertemuan.
Berbagai sanksi ekonomi atas Rusia membuat UE terancam krisis energi. UE harus mencari sumber energi baru. Sejauh ini, Amerika Serikat perlahan menjadi pengekspor gas alam ke UE. Berdasarkan liputan media Wall Street Journal, pada periode Desember 2021 hingga Januari 2022, sebanyak 61 persen pengiriman gas AS ditujukan ke UE. Pada Januari, pengiriman mencapai 4,4 juta ton. Padahal, sebelumnya rata-rata pengiriman gas dari AS ke UE di bawah 3 juta ton per bulan.
Selain itu, UE juga harus menyeimbangkan kembali kondisi moneter mereka. Bank Sentral Eropa (ECB) mencatat, selama dua pekan ini terjadi kenaikan inflasi. Pada Februari 2022 inflasi mencapai 5,8 persen. Mereka harus mencari kebijakan moneter yang baru, misalnya menghentikan program pembelian khusus untuk masa krisis dan secara bertahap menaikkan kembali suku bunga.
”Mata uang euro harus distabilkan kembali dengan cara apa pun,” kata Kepala ECB Christine Lagarde.
Situasi di Ukraina tidak kunjung membaik. Rusia pada hari Rabu (9/3/2022) melancarkan serangan udara ke kota Mariupol dan Zhytomyr yang merusak tiga rumah sakit, termasuk rumah sakit ibu dan anak. Pemerintah Ukraina menuduh Rusia melakukan genosida karena mengincar fasilitas kesehatan.
Di Mariupol, warga bertahan tanpa ada makanan dan listrik, padahal cuaca masih dingin karena baru memasuki musim semi. Tempat-tempat kremasi kewalahan menangani korban jiwa yang terus berjatuhan. Akibatnya, masyarakat terpaksa mengubur sanak saudara dan handai taulan mereka di kuburan massal.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan, ada 35.000 penduduk Mariupol yang diungsikan ke negara-negara tetangga melalui jalur kemanusiaan. Sementara itu, di luar kota Kiev, sebanyak 18.000 warga diungsikan ke ibu kota.
”Saya meminta para tentara Rusia untuk pulang ke tanah air. Jangan libatkan diri Anda di pertumpahan darah ini. Pulanglah,” kata Zelenskyy dalam siaran di media lokal. Ia berbicara dalam bahasa Rusia khusus untuk para serdadu yang terlibat invasi ke negaranya.
Lebih lanjut Zelenskyy dalam wawancara dengan media Vice menyatakan optimistis dalam waktu dekat ini bisa berdialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Sejauh ini, Rusia telah menyampaikan empat tuntutan, antara lain memastikan Ukraina tidak bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan membiarkan Zelenskyy tetap menjabat sebagai presiden Ukraina, tetapi ada jabatan perdana menteri ataupun pejabat senior pemerintahan Ukraina yang dipegang oleh orang pro-Putin dan Rusia. (AFP/AP)