Kemenlu RI Minta Warga Indonesia Tunda Perjalanan ke Ukraina
Tidak lama setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukannya masuk Donetsk dan Lugansk di Ukraina timur yang kini diduduki pasukan separatis, Pemerintah RI meminta WNI untuk menunda perjalanan ke Ukraina.
Oleh
LUKI AULIA, MUHAMMAD SAMSUL HADI, KRIS MADA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri, Selasa (22/2/2022), mengeluarkan imbauan kepada warga negara Indonesia—yang telah berencana pergi ke Ukraina dalam waktu dekat—untuk menunda perjalanan ke negara tersebut. Imbauan ini dikeluarkan terkait perkembangan situasi terbaru di Ukraina menyusul keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin memerintah pasukannya bergerak menuju Donetsk dan Lugansk.
”WNI yang memiliki rencana perjalanan ke Ukraina dalam waktu dekat diminta untuk sementara waktu menunda perjalanan tersebut,” demikian pernyataan yang dirilis Kemenlu RI.
Dalam dekrit yang ditandatangani pada Selasa dini hari, Putin memerintahkan tentara Rusia menuju Donetsk dan Lugansk, dua wilayah di Ukraina timur yang selama ini berada di bawah kontrol separatis dukungan Rusia. Dalam dekrit itu, Putin menginstruksikan kepada Kementerian Pertahanan untuk ”menjalankan fungsi penjaga perdamaian” di dua wilayah tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa menyebut tindakan itu melanggar hukum internasional.
Instruksi itu muncul sebagai bagian integral dari pengakuan Rusia terhadap kemerdekaan Donetsk dan Lugansk. ”Saya yakin akan pentingnya membuat keputusan yang sudah lama tertunda ini. Saya segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk,” kata Putin.
Melalui pernyataan yang dirilis Direktorat Perlindungan WNI, Selasa, Kemenlu RI menyatakan bahwa Kemenlu terus jalin komunikasi intensif dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kiev untuk mengikuti dari dekat perkembangan situasi di Ukraina pasca-pengakuan kedaulatan Donetsk dan Lugansk oleh Rusia. ”Para WNI yang tinggal di Ukraina diminta meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian dan selalu menjalin komunikasi dengan KBRI Kiev,” sebut pernyataan itu.
Sehari sebelumnya, Senin (21/2/2022), Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kemenlu RI I Gede Ngurah Swajaya menyebutkan, KBRI Kiev masih beroperasi normal kendati banyak negara sudah memerintahkan warga dan pegawai mereka keluar dari Ukraina. Sejumlah negara sudah memindahkan kedutaan besar ke luar Kiev hingga luar Ukraina.
”KBRI di Kiev masih beroperasi normal. Mereka (Pemerintah Ukraina) menghargai keputusan Indonesia. Sebab, hal itu dianggap bentuk kepercayaan pada keamanan di Kiev,” ujarnya, Senin (21/2/2022).
Kedutaan Besar Ukraina untuk Indonesia dalam lamannya mengungkapkan, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pekan lalu berbicara lewat telepon dengan Menlu RI Retno LP Marsudi. Kuleba menjelaskan situasi keamanan di dekat perbatasan negara.
Menurut data Kemenlu RI, saat ini terdapat 1 WNI yang tinggal di kota Severedonetsk, Lugansk. Dia menikah dengan warga asing. Disebutkan, KBRI Kiev telah menjalin komunikasi dengan WNI itu dan dia memilih untuk tetap tinggal di Lugansk. KBRI akan terus memonitor dan menjalin komunikasi pasca-perkembangan terakhir ini.
Kemenlu RI juga mengingatkan para WNI yang tinggal di Ukraina untuk meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian serta selalu menjalin komunikasi dengan KBRI Kiev. Dalam keadaan darurat, mereka diimbau menghubungi hotline KBRI Kiev: +380 503347917.
Keputusan berbeda
Ketegangan di dekat perbatasan Ukraina meningkat dalam empat bulan terakhir setelah Rusia mengerahkan lebih dari 100.000 personel pasukan di perbatasan. AS dan Barat menuding Rusia menyiapkan invasi ke Ukraina. Moskwa membantah hal itu.
KBRI di Kiev mencatat ada 138 WNI di Kiev dan Odessa. Mayoritas bekerja di bisnis perhotelan. Kepada KBRI di Kiev, semua WNI mengaku tetap tenang bekerja dan merasa aman. Maka, hingga kini Indonesia tak memerintahkan evakuasi WNI dari Ukraina.
Indonesia membuat keputusan berbeda dengan sejumlah negara yang telah memerintahkan warga mereka meninggalkan Ukraina. Sejumlah negara bahkan sudah menutup kedutaannya di Kiev. Langkah negara-negara itu diprotes Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan sejumlah pejabat Ukraina. Perintah evakuasi itu sama dengan menyatakan Ukraina tidak aman.
Dalam sejumlah konflik sebelum ini, Indonesia tidak pernah tergesa-gesa memerintahkan evakuasi warga. Evakuasi dari Suriah, Afghanistan, dan Libya dilakukan kala baku tembak benar-benar sudah mendekati atau mencapai ibu kota.
Hidup normal
Mikhail Kharchuk, warga kota Kiev, Ukraina, yang dihubungi Kompas pada Minggu (20/2/2020), menyatakan bahwa kegiatan masyarakat masih berjalan normal. Namun, ia mengakui bahwa dalam sepekan terakhir kekhawatiran masyarakat mulai muncul, kebanyakan dipicu berita di media.
Menurut pegawai bank tersebut, pada 13 Februari, warga masih berbelanja, bercengkerama di kafe, berolahraga, dan lain-lain. Tidak tampak suasana panik di jalanan. ”Namun, situasi memang lebih buruk di Ukraina timur. Orang tua istri saya tinggal di timur, tak jauh dari lokasi konflik. Mereka bilang, ledakan makin sering terjadi dalam beberapa hari terakhir. Namun, mereka (mertua) memilih untuk tetap tinggal di sana,” kata Kharchuk.
Di balik kehidupan sosial yang normal, Kharchuk menambahkan, sejumlah persiapan untuk mengantisipasi berbagai eskalasi dilakukan. Selain langkah-langkah oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mengorganisasi sejumlah kelompok sukarelawan di sejumlah kota.
Bicara soal ekspektasi masyarakat, menurut dia, situasi campur aduk. Sebagian masyarakat Ukraina meyakini Rusia akan menyerang. Sebagian lagi tidak yakin Rusia akan menyerang dengan alasan itu juga berisiko besar bagi Rusia. Namun, ini pun tidak menutup kemungkinan konflik bisa terjadi.
”Tapi, sekali lagi, tidak ada kepanikan karena itu. Namun, ada satu ekspektasi yang jamak di masyarakat, yakni adanya persepsi bahwa manuver Rusia di perbatasan tidak hanya akan terjadi kali ini saja, tetapi akan terus berlangsung ke depan,” kata mantan wartawan itu.