Gamaleya Terus Mendorong Globalisasi Vaksin Sputnik V
Gamaleya, lembaga pembuat vaksin Covid-19 Sputnik V optimistis produknya bisa kian mendunia dan diterima masyarakat. Mereka mengatakan izin dari WHO tinggal menunggu waktu.
Upaya negara-negara maupun industri farmasi mengembangkan alat deteksi, vaksin, ataupun terapi untuk mengakhiri pandemi Covid-19 tidak pernah berhenti. Rusia melalui Gamaleya Institute, salah satunya.
Langkah yang diambil Gamaleya, juga sejumlah pengembang vaksin lainnya, penuh tantangan. Apalagi upaya itu dilakukan seiring bermunculannya varian-varian SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Muncullah kemudian vaksin penguat multivarian yang ditujukan untuk mempertahankan level antibodi terhadap SARS-CoV-2 yang tinggi yang dapat melawan varian-varian baru virus tersebut.
Walaupun belum memperoleh perizinan sepenuhnya dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dan Badan Obat-obatan Eropa atau EMA, Institut Gamaleya dari Rusia tetap mengembangkan produksi vaksin Covid-19 milik mereka. Vaksin Sputnik V kini digunakan di 71 negara dan sebanyak 400 juta dosis telah disuntikkan secara global.
“Memang pada tahap awal produksi ada permasalahan di pengadaan dan distribusi vaksin. Akan tetapi, itu semua masalah di segi logistik. Kalau untuk vaksinnya sendiri, sejauh ini tidak ada masalah yang berarti. WHO dan EMA masih mengkaji berkas-berkas ilmiah terkait vaksin Sputnik V. Tinggal menunggu keputusan mereka keluar,” kata Alexander Gintsburg ketika diwawancara eksklusif oleh Kompas pada Jumat (11/2/2022). Ia adalah Direktur Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Nasional Gamaleya yang berada di Moskwa, Rusia.
Baca juga: Diplomasi Vaksin Rusia Terganjal Keterbatasan Produksi
Sputnik V adalah vaksin Covid-19 yang berbasis vektor viral atau virus yang dilemahkan. Di samping itu, Gamaleya juga membuat vaksin Sputnik Light yang hanya membutuhkan satu dosis suntikan. Vaksin ini ditargetkan bisa menjadi dosis penguat (booster) yang aman dicampur dengan vaksin-vaksin merek lain. Sputnik Light sudah dipakai di 30 negara.
“Salah satu alasan Gamaleya tetap memilih vaksin vektor viral ialah karena jenis ini tidak membutuhkan alat pendukung yang banyak,” tutur Gintsburg.
Baca juga: Indonesia-Rusia: Vaksin Sputnik V hingga Kerja Sama Pasca-pandemi
Berbeda dengan vaksin Covid-19 berbasis mRNA yang membutuhkan suhu sangat beku kisaran minus 60 derajat celcius hingga 90 derajat celcius, vaksin vektor viral bisa disimpan di kulkas biasa dengan suku 2-8 derajat celcius. Menurut Gintsburg, ini penting guna memastikan vaksin ini bisa diakses dan praktis untuk dipakai oleh negara-negara dengan alat kesehatan serta logistik terbatas.
Faktor ini pula yang menghasilkan kerja sama produksi Sputnik V di 14 negara, antara lain adalah Argentina, India, Serbia, dan Vietnam. Adanya produksi yang masif ini membuat Gamaleya menargetkan per Agustus 2022 vaksin Sputnik V bisa diakses secara global dan pengiriman bisa dilakukan dari tempat produksi terdekat.
“Dari kerja sama global ini juga memungkinkan semakin banyaknya penelitian mengenai efikasi Sputnik V. Tentunya kami meminta agar setiap negara yang memproduksi dan memakai Sputnik V mengembangkan penelitian yang lengkap, transparan, serta dapat dipertanggungjawabkan,” kata Gintsburg.
Baca juga: Raksasa-raksasa Farmasi Masih Egois, Belum Membantu Negara-negara Miskin
Perkataan tersebut menanggapi kritik dari sejumlah negara Barat mengenai keefektivan vaksin vektor viral. Gintsburg mengaku kritik yang obyektif sepenuhnya ditunggu dan dihargai oleh Gamaleya. Saat ini, mitra utaama Gamaleya untuk mengkaji Sputnik V adalah Institut Spallanzani di Roma, Italia.
Penelitian awal mengungkapkan bahwa antibodi orang yang disuntik dua dosis Sputnik V tidak berkurang sebanyak vaksin merek lain setelah enam bulan, termasuk vaksin mRNA. Sputnik V juga bisa menetralkan Covid-19 galur Omicron. Antibodi yang bertahan di tubuh mencapai 75 persen. Apabila orang tersebut disuntik dosis penguat Sputnik V, terlepas dua dosis vaksin sebelumnya dari merek berbeda, antibodinya meningkat menjadi 100 persen.
Gintsburg mengakui bahwa distribusi vaksin Covid-19 tidak lepas dari situasi politik internasional. Oleh sebab itu, ia meyakini satu-satunya cara membuktikan manfaat dari vaksin buatan Gamaleya ialah memperbanyak penelitian mengenai keampuhan dan efek sampingnya.
Baca juga: Para Pemimpin Agama Keberatan Agama Dijadikan Alasan Menolak Vaksinasi
Ini pula yang membuat negara-negara lain percaya untuk menggunakan Sputnik V. Di Kota Meksiko misalnya, dilansir dari data Pemerintah Kota Meksiko yang dikutip oleh media Milenio, Sputnik V dipakai oleh 40 persen warga yang disuntik dosis penguat. Pemerintahnya akan menggunakan vaksin ini untuk dosis penguat kelompok umur 30-39 tahun dimulai per tanggal 14 Februari.
Satu-satunya negara yang menolak Sputnik V adalah Afrika Selatan pada tahun 2021. Mereka memakai penelitian yang diterbitkan di jurnal Lancet mengenai pemakaian adenovirus tipe 5 sebagai komponen dasar vaksin tersebut. Pemerintah Afsel mengaitkan pemakaian komponen ini dengan vaksin HIV yang juga menggunakan adenovirus tipe 5. Menurut mereka, zat tersebut membuat laki-laki yang disuntik vaksin menjadi rentan tertular HIV.
“Kami meminta Gamaleya menyediakan data untuk menjamin keamanan Sputnik V terkait risiko penularan HIV, tetapi mereka tidak merespon. Berdasarkan hal tersebut, Afsel menolak mengimpor Sputnik V,” kata keterangan pemerintah yang dikutip oleh Africa News.
Tidak terbukti
Terkait dengan isu tersebut, Gamaleya dalam tanggapannya yang dikirim kepada Kompas, Jumat (18/2/2022) mengatakan, adenovirus adalah salah satu penyebab paling sering flu ringan yang biasa dialami oleh semua orang. Menurut Gamaleya, tidak ada bukti peningkatan risiko infeksi HIV di antara populasi manusia setelah pilek atau konjungtivitis. “Tidak ada bukti ilmiah atau klinis yang mengkonfirmasi hubungan adenovirus tipe liar atau vektor adenovirus replikatif yang rusak dengan peningkatan risiko infeksi HIV pada kelompok berisiko tinggi,” kata Gamaleya.
Lebih lanjut, merujuk sejumlah jurnal ilmiah – diantaranya Lancet dan JAIDS - Gamaleya menjelaskan bahwa, spekulasi mengenai hubungan antara vaksin vektor adenovirus tipe-5 dan penularan HIV pada kelompok berisiko tinggi yang didasarkan pada penelitian skala kecil di antara sukarelawan dengan perilaku berisiko tinggi tidak meyakinkan. “Sebaliknya, meta-analisis dari enam studi klinis dan tindak lanjut jangka panjang mereka pada 7.092 peserta menunjukkan bahwa, setelah analisis statistik yang ketat dari data tingkat peserta yang dikumpulkan, (menunjukkan) tidak ada peningkatan infeksi HIV-1 yang signifikan secara statistik di antara penerima adenovirus vaksin vektor tipe-5," jelas Gamaleya.
Menurut Gamaleya, adenovirus tipe 5 telah digunakan dalam vaksin populer lainnya, termasuk Cansino, yang diterapkan secara luas di China - termasuk digunakan untuk memvaksin tentara China. Selain itu, penggunaanya telah disetujui di dunia. “Kemanjuran platform vektor adenoviral (human adenoviral) telah terbukti secara luas dan internasional dalam vaksin non-COVID-19. Lebih dari 250 uji klinis dan 75 publikasi internasional mengkonfirmasi keamanan vaksin dan obat-obatan yang didasarkan pada vektor adenovirus,” kata Gamaleya lebih lanjut.
Sementara itu, Slovakia berhenti mengimpor Sputnik V dengan alasan politik per Agustus 2021. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Slovakia Zuzana Eliasova mengungkapkan, ada 18.500 warga yang disuntik menggunakan vaksin tersebut. Total, Slovakia mengimpor 200.000 dosis pada bulan Maret 2021. Sisa dosis ini dibeli kembali oleh Pemerintah Rusia.
Status Sputnik V yang belum mendapat izin pemakaian dari EMA membuat parlemen Slovakia marah. Rakyat juga menolak keputusan pemerintah, walaupun pemerintah menjelaskan bahwa mereka berusaha memastikan di negara itu tersedia vaksin Covid-19. Dampak dari skandal ini ialah Perdana Menteri Igor Matovic dan Menteri Kesehatan Marek Krajci mengundurkan diri.
AS dan China
Upaya untuk menghasilkan vaksin penguat multivarian juga dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi AS, Gritstone bio, Inc yang berkolaborasi dengan University of Manchester dan Manchester University NHS Foundation Trust. Seperti dimuat di laman resmi University of Manchester pada 4 Januari 2022, hasil awal uji klinis menunjukkan, vaksin penguat ini mampu memicu antibodi penetralisir yang kuat, mirip dengan vaksin Covid-19 berbasis mRNA.
Langkah serupa diambil Sinovac Biotech Ltd, perusahaan farmasi dari China yang mengembangkan vaksin Covid-19 Coronavac. Sinovac mengembangkan vaksin Covid-19 multivarian dengan platform inaktivasi virus. Dalam sesi edukasi media secara daring, Selasa (8/2/2022), Vice President Sinovac Biotech Ltd Weining Meng mengatakan, vaksin dengan platform inaktivasi masih efektif melawan varian Covid-19 yang ada.
”Jadi, nanti akan ada vaksin multivarian. Kami masih mengembangkannya untuk mencakup sebanyak mungkin varian sehingga Coronavac semakin efektif (melawan Covid-19),” ujarnya.
Meng menuturkan, seperti vaksin sebelumnya, pengembangan vaksin multivarian juga harus melalui uji klinik. Setelah melalui tahapan itu, vaksin akan diproduksi dan siap didistribusikan ke sejumlah negara sehingga pandemi dapat lebih terkendali.
”Kami mempunyai visi memasok vaksin untuk mengeliminasi penyakit. Kami siap berkolaborasi dengan para mitra di banyak negara,” katanya.
(AFP)
catatan redaksi:
Pembaharuan dilakukan pada Sabtu (19/2/2022), dengan penambahan pada paragraf 16-18, setelah mendapat tanggapan resmi tertulis dari Gamaleya. Tambahan itu menggunakan subjudul "Tidak terbukti"