AS dan NATO Tolak Tuntutan Rusia, Ukraina Berharap Ada Jalan Tengah
AS dan NATO menolak seluruh tuntutan yang diajukan Rusia. Ukraina berharap situasi ini tidak memburuk dan negosiasi format Normandia bisa menemukan terobosan jalan keluar.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
WASHINGTON, KAMIS – Amerika Serikat dan NATO menolak tuntutan Rusia agar krisis di perbatasan Rusia-Ukraina berakhir dengan tidak menerima Ukraina sebagai anggota NATO. AS dan NATO bersikukuh dengan kebijakan pintu terbuka untuk keanggotaan baru. AS dan NATO juga menyatakan penempatan pasukan dan peralatan militer NATO di wilayah Eropa Timur sebagai hal yang tidak bisa dinegosiasikan.
”Tidak akan pernah ada perubahan,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Rabu (26/1/2022), di Washington. Dia menambahkan, tidak ada ruang negosiasi terhadap sikap AS dan Eropa jika Rusia benar-benar menginvasi Ukraina.
Respons tertulis ini dinilai tidak terduga mengingat adanya risiko berupa konflik terbuka. Blinken mengatakan, Rusia tidak akan terkejut dengan isi dokumen beberapa halaman yang disampaikan Duta Besar AS untuk Rusia John Sullivan, Rabu lalu, kepada Kementerian Luar Negeri Rusia.
Isu inti dari dokumen itu, antara lain, kekhawatiran AS, sekutu, dan para mitra atas tindakan Rusia yang merusak keamanan, evaluasi pragmatis terhadap hal yang telah dilakukan Rusia, serta proposal untuk mencari pijakan yang sama. Blinken berharap dia bisa bertemu dan berbicara langsung dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov. Namun, dia menekankan, keputusan lebih lanjut, apakah jalur diplomatik masih bisa ditempuh atau sebaliknya, kini di tangan Putin.
"Kita lihat bagaimana mereka meresponsnya. Tetapi, tidak ada keraguan dalam pikiran saya bahwa jika Rusia mendekati hal ini dengan serius dan dalam semangat timbal balik dengan tekad untuk meningkatkan keamanan kolektif bagi kita semua, ada hal-hal yang sangat positif dalam dokumen ini yang dapat dicapai. Kami tidak dapat membuat keputusan itu untuk Presiden Putin,” kata Blinken.
Tidak lama setelah Blinken menjelaskan soal tanggapan AS atas tuntutan Rusia, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg juga menyatakan telah mengirimkan tanggapan secara tertulis kepada Kremlin. Seperti halnya AS, NATO menolak tuntutan Rusia. NATO pada intinya menawarkan komunikasi dan upaya bersama untuk menghindari insiden, hingga mendiskusikan soal pengawasan perlombaan persenjataan.
”Kami tidak dapat dan tidak akan berkompromi pada prinsip-prinsip yang menjadi sandaran keamanan aliansi kami dan keamanan di Eropa dan Amerika Utara. Ini tentang menghormati negara dan hak mereka untuk memilih jalan mereka sendiri,” kata Stoltenberg.
NATO, dalam jawaban tertulis kepada Rusia, kata Stoltenberg, menawarkan upaya untuk meningkatkan pola komunikasi serta melakukan tindakan bersama untuk menghindari konflik terbuka hingga mendiskusikan soal pengawasan perlombaan persenjataan.
”Kami tidak dapat dan tidak akan berkompromi pada prinsip-prinsip yang menjadi sandaran keamanan aliansi kami dan keamanan di Eropa dan Amerika Utara. Ini tentang menghormati negara dan hak mereka untuk memilih jalan mereka sendiri,” kata Stoltenberg.
Dia menambahkan, Rusia harus menahan diri untuk memperlihatkan sikap memaksa, mengeluarkan retorika-retorika yang agresif, dan memfitnah negara-negara sekutu Barat. Stoltenberg juga menekankan bahwa Rusia harus menarik pasukannya dari Ukraina, Georgia, dan Moldova yang dinilainya dilakukan tanpa persetujuan negara tuan rumah.
Secara resmi, Pemerintah Rusia belum mengeluarkan tanggapan atas surat balasan AS dan NATO. Namun, sebelum ada pernyataan dari Blinken dan Stolteberg, Menlu Rusia Sergei Lavrov di depan parlemen Rusia mengatakan, dia dan pejabat tinggi Pemerintah Rusia akan memberi tahu langkah apa yang bisa diambil oleh Putin. ”Jika Barat melanjutkan tindakan agresifnya, Moskwa akan mengambil tindakan pembalasan yang diperlukan,” kata Lavrov.
Akan tetapi, Lavrov juga mengindikasikan bahwa Rusia tidak akan menunggu selamanya. “Kami tidak akan membiarkan proposal kami tenggelam dalam diskusi tanpa akhir,” katanya.
Harapan Ukraina
Ukraina sendiri meminta semua pihak menahan diri dan tetap membuka jalur perundingan. Menteri Luar
Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, Kamis (27/1/2022), mengatakan, tuntutan dan balasan yang diberikan para pihak membuat rakyat Ukraina terjepit. "Tidak ada yang berubah, ini adalah berita buruk. Kabar baiknya adalah para penasihat setuju untuk bertemu di Berlin dalam dua minggu, yang berarti bahwa Rusia selama dua minggu ke depan kemungkinan akan tetap berada di jalur diplomatik," kata Kuleba kepada media saat berada di Kopenhagen, Denmark.
Pekan lalu, Pemerintah Ukraina meminta Perancis dan Jerman menjadi penengah situasi yang panas antara Rusia, AS, dan NATO. Utusan Rusia, Ukraina, Perancis dan Jerman, Rabu (26/1/2022), telah bertemu di Paris, Perancis, untuk membahas konflik separatis. Tidak ada terobosan dalam pertemuan itu, tetapi mereka berjanji akan bertemu kembali dalam dua pekan mendatang di Berlin, Jerman.
Perwakilan Ukraina, Andriy Yermak, bersikap optimistis tentang negosiasi format Normandia ini. Meski begitu, dia berhati-hati saat membicarakan substansi pertemuan, terutama karena pembicaraan itu tidak secara langsung mengatasi ketegangan yang terjadi di perbatasan. “Tentu saja, saya tidak akan jujur jika saya mengatakan bahwa kita semua menginginkan hasil yang lebih cepat dan lebih besar. Dan tentu saja tidak ada yang lebih besar dari keinginan rakyat Ukraina untuk menghentikan perang, untuk membawa kembali wilayah dan rakyat kami,” katanya.
Yermak juga mengatakan, Ukraina berulang kali mengangkat masalah pasukan yang sekarang berkumpul di perbatasan. "Ini adalah ancaman nyata," katanya. “Saya telah dengan jelas mengatakan hari ini bahwa kami mengharapkan de-eskalasi tidak hanya di sekitar wilayah pendudukan, tetapi juga secara umum de-eskalasi di sekitar perbatasan Ukraina.”
Sementara, utusan Kremlin Dmitry Kozak mengatakan, kekhawatiran tentang kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina adalah ranah pembicaraan yang berbeda. “Kami tidak membahasnya,” kata Kozak.
Presiden Perancis Emmanuel Macron dijadwalkan akan berbicara dengan Putin, Jumat (28/1/2022). (AP/REUTERS)
Editor:
MUHAMMAD SAMSUL HADI, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO