Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pembekuan aset kepada beberapa individu dan perusahaan yang terkait program rudal dan nuklir Korea Utara. Ada warga Rusia dan China yang terlibat rudal Korut.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU —Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjatuhkan sanksi pertama pada rezim Korea Utara terkait program persenjataan menyusul enam uji coba rudal Korut sejak September 2020. Sanksi ini merupakan upaya menghalangi Korut mengembangkan program dan teknologi persenjataan. AS juga mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat.
Departemen Keuangan AS, Rabu (12/1/2022), menjelaskan, sanksi itu diberikan kepada enam warga Korut, seorang warga Rusia, dan satu perusahaan Rusia yang bermarkas di Washington. Wakil Menteri Keuangan untuk Intelijen Terorisme dan Finansial Brian Nelson mengatakan, mereka diduga selama ini secara ilegal memasok kebutuhan program pengembangan persenjataan Korut dari luar negeri.
”Semua uji coba rudal Korut itu melanggar resolusi DK PBB,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield di Twitter, Rabu.
Alasan untuk menjatuhkan sanksi kepada Korut sangat kuat karena, kata Nelson, uji coba rudal itu jelas menunjukkan Korut tidak peduli dan tidak mau mendengarkan komunitas internasional. Selama ini sejumlah negara mengupayakan diplomasi dengan Korut agar mau melucuti nuklirnya. Bahkan sudah tiga kali pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong Un. Namun, pertemuan itu buntu dan sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan dimulai lagi.
Meski menjatuhkan sanksi, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, menegaskan, AS tetap akan menggunakan upaya diplomasi dengan berusaha mengajak Korut berdialog agar mau menghentikan program rudal dan bom nuklirnya. ”Kalau kita mau Korut menghentikan programnya, mau tak mau harus diajak dialog,” ujarnya.
Laporan Deplu AS menyebutkan, AS menjatuhkan sanksi kepada Choe Myong Hyon, warga Korut di Rusia; warga Rusia Roman Anatolyevich Alar; dan perusahaan Rusia, Parsek LLC karena selama ini berkegiatan atau bertransaksi untuk kepentingan Korut. Choe, perwakilan Korut di Akademi Ilmu Alam Korut, selama ini bertugas mendapatkan peralatan telekomunikasi dari Rusia. Empat warga China juga bekerja di akademi itu, yakni Sim Kwang Sok, Kim Song Hun, Kang Chol Hak, dan Pyon Kwang Chol. Adapun satu warga Rusia di Korut yang juga dikenai sanksi itu bernama O Yong Ho.
Sim Kwang Sok bertugas mendapatkan baja dan campuran baja. Sementara Kim Song Hun bertugas mencari peranti lunak dan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan. Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dalam pernyataan tertulis menyebutkan, antara 2016 dan 2021, O Yong Ho bekerja di Parsek LLC dengan Alar sebagai direktur pembangunan. Ia bertugas mencari barang-barang yang dibutuhkan untuk membuat rudal balistik, termasuk benang kevlar, serat aramid, bahan bakar pesawat, bantalan bola, dan mesin presisi.
Blinken mengatakan, Alar juga memberikan panduan cara-cara membuat campuran bahan bakar roket kepada O Yong Ho. Hubungan antara O Yong Ho, Anatolyevich Alar, dan Parsek LLC itu menjadi kunci penting dalam perolehan barang-barang yang dibutuhkan untuk membuat rudal dan teknologinya. Bahkan, O Yong Ho mendapatkan barang-barang seperti serat aramid, tabung baja tahan karat, dan bantalan bola dari negara ketiga. Hanya, tidak disebutkan nama negara ketiga dalam laporan itu.
Pakar sanksi semasa pemerintahan Trump, Anthony Ruggiero, menilai sanksi baru AS itu merupakan awal yang baik. Pemerintahan Biden tetap harus menekan Korut serta tidak hanya berhenti pada pembekuan aset-aset mereka yang terkena sanksi dan larangan bagi warga AS untuk berhubungan dengan mereka. (REUTERS/AFP)