Dalam satu pekan, Korea Utara sudah dua kali mengujicoba rudal balistik. Tanggal 5 Januari, uji coba rudal hipersonik. Kini, uji coba rudal balistik yang kemungkinan lebih canggih ketimbang rudal hipersonik.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
SEOUL, SELASA —Baru beberapa hari lalu menguji rudal hipersonik, kini rezim Korea Utara kembali menguji rudal balistik yang kemungkinan lebih canggih ketimbang rudal hipersonik. Dua kali uji rudal balistik itu menunjukkan ambisi militer Korea Utara mengembangkan persenjataan dengan teknologi tercanggih. Ini sesuai dengan janji pemimpin rezim Korea Utara, Kim Jong Un, dalam pidato tahun barunya.
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (11/1/2022), menyebutkan, rudal balistik yang diuji kali ini mampu meluncur sejauh 700 kilometer dan maksimal ketinggiannya mencapai 69 kilometer. Kecepatan maksimalnya mencapai 10 kali lebih cepat ketimbang kecepatan suara (12.348 kilometer per jam). ”Rudal ini lebih canggih dari rudal yang diluncurkan 5 Januari lalu. Namun, untuk lebih memastikan, intelijen Korsel dan Amerika Serikat sedang menganalisis ini,” sebut JCS.
Rudal balistik ini diluncurkan dari arah Provinsi Jagang, Korut, menuju ke arah laut lepas di bagian timur. Itu lokasi yang sama dengan uji coba sebelumnya. Seperti negara-negara lainnya, Korut juga berpacu mengembangkan rudal hipersonik yang biasanya memiliki kecepatan minimal lima kali lebih cepat ketimbang kecepatan suara atau sekitar 6.200 kilometer per jam. Rudal hipersonik juga bisa bermanuver pada lintasan yang relatif rendah sehingga sulit untuk dideteksi dan dicegat.
Perkembangan Korut ini tidak diduga karena baru saja, pekan lalu, Korsel meragukan kemampuan rudal hipersonik Korut dan dalam pandangan Korsel tak ada kemajuan berarti dalam pengembangan rudal balistik Korut. ”Uji coba hari ini mungkin hanya mau mengirim pesan ke Korsel setelah sebelumnya Korsel mengatakan uji coba Korut gagal dan tidak ada rudal hipersonik,” kata Kim Dong-yup, mantan pejabat tinggi di Angkatan Laut Korsel yang kini mengajar di Kyungnam University, Seoul.
Dewan Keamanan Nasional Korsel mengadakan rapat darurat dengan Presiden Korsel, Moon Jae-in, yang mengkhawatirkan uji-uji coba rudal Korut menjelang pemilihan presiden Korsel pada 9 Maret mendatang. Kementerian Luar Negeri Korsel menyebutkan, utusan nuklir Korsel dan AS sudah berkomunikasi melalui telepon untuk membahas isu uji coba rudal Korut ini sekaligus mengoordinasikan responsnya. Kedua pihak sepakat untuk melanjutkan upaya memulai kembali proses perdamaian Korsel dan Korut.
Komando Indopasifik AS menyebutkan uji coba rudal Korut itu tidak mengancam AS atau sekutunya secara langsung, tetapi tetap mengancam kawasan. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida sangat menyesalkan sikap Korut yang masih saja menguji coba rudal-rudal. Misi AS, Perancis, Irlandia, Jepang, Inggris, dan Albania di Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat pernyataan bersama yang mengecam uji coba rudal Korut.
”Tindakan-tindakan seperti ini menambah risiko salah hitung dan mengancam stabilitas regional. Uji coba seperti itu tidak hanya meningkatkan kemampuan Korut, tetapi juga meningkatkan penawaran pada klien dan pedagang senjata ilegal di seluruh dunia,” sebut Duta Besar AS di PBB, Linda Thomas-Greenfield, dalam pernyataan tertulisnya.
Thomas-Greenfield kembali mendorong berbagai negara untuk menjatuhkan sanksi pada Korut. Ia juga mengajak Korut kembali berunding dan meninggalkan rudal dan senjata nuklirnya. Namun, China dan Rusia justru mendorong Dewan Keamanan PBB untuk melonggarkan sanksi terhadap Korut, salah satunya larangan ekspor Korut untuk komoditas hasil laut, tekstil, dan patung serta mencabut batas impor minyak bumi.
Korut sudah bersedia berbicara lagi, tetapi hanya jika AS dan sekutunya tidak lagi bersikap keras dan menekan Korut seperti menjatuhkan sanksi dan latihan militer bersama. Sejumlah pengamat tidak yakin Kim akan mau menghentikan program rudal dan nuklirnya. Apalagi, selama ini Korut selalu berdalih uji coba rudal atau kegiatan militer lain yang dilakukan selama ini sama saja dengan yang dilakukan negara-negara lain.
Guru Besar Studi Internasional di Ewha University, Leif-Eric Easley, mengatakan, Korut memanfaatkan uji coba rudal untuk menunjukkan bahwa militer mereka masih aktif dan ada kemajuan dalam program pertahanan dirinya seperti yang dilakukan negara lain. ”Pyongyang juga sedang menguji sanksi internasional. Mereka sedang mengetes saja tindakan apa saja yang bisa bebas dilakukan di saat DK PBB sedang terpecah dua,” ujarnya. (REUTERS/AFP)