Tak mempunyai hubungan diplomatik bukan berarti tidak peduli. Bagi Indonesia, menolong rakyat Afghanistan adalah prioritas, terlepas kelompok yang menjalankan pemerintahan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Pemerintah Indonesia belum mengakui pemerintahan Taliban sebagai penguasa yang sah di Afghanistan. Meskipun tidak ada hubungan diplomatik, Indonesia tidak serta-merta meninggalkan rakyat Afghanistan. Bahkan, Indonesia akan terus membantu dan mendampingi mereka.
”Pertama-tama, perlu dipahami bahwa Indonesia mengakui Afghanistan sebagai negara, terlepas siapa pihak yang memegang pemerintahan,” kata Teuku Faizasyah, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Kelompok bersenjata Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pascapenarikan tentara Amerika Serikat dari negara itu pada 31 Agustus 2021. Tidak sampai satu pekan, pemerintahan yang saat itu dipimpin oleh Presiden Ashraf Ghani digulingkan.
Dalam jumpa pers, Juru Bicara Taliban Zabiullah Mujahid menekankan bahwa pemerintahan Taliban jilid dua ini berbeda dengan Taliban yang menguasai Afghanistan pada tahun 1990-an sebelum dikalahkan militer AS pada 2003. Mujahid menjanjikan Taliban akan membangun pemerintahan yang inklusif terhadap perempuan dan suku-suku minoritas, menghentikan kekerasan, dan memastikan tidak ada diskriminasi terhadap perempuan dan anak-anak.
”Indonesia, seperti sudah ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, masih menunggu Taliban menepati janji ini. Salah satunya ialah memastikan pemerintah yang dipilih dan diakui oleh rakyat,” ujar Faizasyah.
Sampai saat itu terjadi, Faizasyah mengatakan bahwa Indonesia menghentikan hubungan diplomatik dengan Afghanistan. Secara teknis, di negara itu tidak ada kantor perwakilan Pemerintah Indonesia, baik berupa kedutaan besar maupun kuasa usaha.
Meskipun demikian, sebagai bagian dari entitas global dan semangat kemanusiaan, Indonesia berkomitmen untuk tidak meninggalkan rakyat Afghanistan. Oleh karena itu, para staf di kantor perwakilan Indonesia di Kabul dialihkan menjadi Misi Kemanusiaan Indonesia di Afghanistan.
”Lembaga ini menunjukkan kepada Taliban dan dunia bahwa keberadaan perwakilan Pemerintah Indonesia di Afghanistan bukan untuk mengakui pemerintahan saat ini, melainkan murni melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan,” kata Faizasyah.
Ia menjelaskan, kehadiran Misi Kemanusiaan Indonesia di Afghanistan adalah untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan dan bantuan pembangunan dari pemerintah Indonesia yang dikelola oleh Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI). Lembaga baru tersebut dikenal dengan sebutan Indonesia Aid. Kelompok kerja LDKPI terdiri dari Kementerian Keuangan sebagai koordinator, Kemlu, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementerian Sekretariat Negara, serta sejumlah organisasi terkait isu yang ditangani.
Afghanistan, lanjut Faizasyah, merupakan bagian dari program kerja tahun 2022. Di dalam rencana tahun 2022 ada 11 program kerja yang mencakup pemberian bantuan dari Indonesia kepada Afghanistan dan Gambia, negara di Benua Afrika.
”Khusus untuk Afghanistan, jenis bantuan masih mengacu kepada arahan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga internasional lainnya. PBB mengatakan, kebutuhan prioritas saat ini ialah makanan. Sebab, lebih dari separuh penduduk Afghanistan mengalami bencana kelaparan,” tuturnya.
Indonesia pada Minggu (9/1/2022) mengirim dua unit pesawat Garuda Indonesia ke Kabul. Pesawat itu mengangkut bantuan berupa 30 ton beras dan 31 ton minyak goreng. Ini merupakan kerja sama Indonesia dengan Program Pangan Dunia PBB (WFP) untuk membantu 17.000 warga Afghanistan.
Faizasyah mengungkapkan, pada 2021 Indonesia sebetulnya juga mengirimkan bantuan berupa hibah kepada Afghanistan melalui sejumlah lembaga internasional. Setelah hibah dan bantuan pangan ini, juga direncanakan pemberian bantuan yang lebih berkelanjutan, seperti program pemberdayaan masyarakat, terutama perempuan.
”Ini tugas Misi Kemanusiaan Indonesia di Afghanistan untuk melakukan kajian lapangan. Mereka yang bertanggung jawab menyaring individu, kelompok, serta lembaga lokal yang bisa dijadikan mitra ataupun penerima bantuan. Laporan dari lapangan ini nanti akan dibahas oleh Kelompok Kerja LDKPI, kemudian diputuskan program kerjanya. Misalnya, program bisa dilakukan secara daring ataupun hibrid,” tutur Faizasyah.
Misi Kemanusiaan Indonesia di Afghanistan ini yang memastikan bahwa apabila Indonesia harus mengirim pakar ke Afghanistan, keamanannya terjamin. Bisa juga para peserta program dari Afghanistan yang dikirim ke Indonesia selama periode pelatihan.
Kepala Misi Kemanusiaan Indonesia di Afghanistan Budi Suryasaputra menjelaskan, sejauh ini mereka tidak menemui kendala, baik dari masyarakat maupun Taliban. Koordinasi di lapangan masih mengacu kepada PBB. Khusus untuk bantuan pangan yang baru diterima, distribusi ditangani oleh WFP dengan petugas dari Misi Indonesia sebagai pemantau di lapangan.
”Kami semua ada delapan orang di Kabul. Kami baru kembali ke Afghanistan pada 27 Desember 2021. Sebelumnya, kami sempat pindah sementara ke Islamabad, Pakistan, sampai situasi di Afghanistan cukup stabil,” ujarnya.