Potret Dinamika ”Emas Hitam” di Awal Tahun
Surat larangan pengapalan ekspor muatan batubara oleh Pemerintah RI membuat pening negara-negara importir produk tambang itu. Mereka berharap kebijakan itu tidak berlanjut sambil tetap mencari alternatif pasokan baru.
Harga batubara termal China dilaporkan naik hampir 8 persen pada awal tahun 2022 ini. Negara-negara importir utama batubara pun berharap-harap cemas. Jika langkah Pemerintah Indonesia melarang ekspor muatan batubara selama periode 1-31 Januari 2021 berlanjut, mereka harus berjibaku mencari sumber pasokan baru.
Itulah potret dinamika si ”emas hitam” sejauh ini. Bagi Indonesia, kebijakan larangan ekspor selama satu bulan ditempuh demi mengamankan pasokan batubara untuk kelistrikan umum. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, dari 5,1 juta metrik ton batubara penugasan untuk memasok ke PLTU, hingga 1 Januari 2022 hanya dipenuhi 35.000 metrik ton atau kurang dari 1 persen. Situasi itu dianggap dapat mengakibatkan pemadaman listrik skala luas.
Baca juga: Simalakama Batubara
Surat larangan pengapalan ekspor muatan batubara oleh Kementerian Perhubungan diterbitkan sebagai tindak lanjut kebijakan Kementerian ESDM terkait pelarangan sementara ekspor batubara. Pelarangan sementara pengapalan ekspor muatan batubara itu tertuang dalam surat Nomor UM006/25/20/DA-2021. Surat itu ditujukan kepada para direktur utama perusahaan angkutan laut nasional dan perusahaan nasional keagenan kapal.
Badan Energi Internasional (IEA) mencatat, Indonesia adalah eksportir batubara termal terbesar di dunia dan menyumbang hampir 90 persen produksi batubara di kawasan Asia Tenggara. Data pengapalan Kpler menunjukkan, China bersama India, Korea Selatan (Korsel), dan Jepang menerima 73 persen batubaranya dari Indonesia sepanjang tahun 2021. Kebutuhan batubara sangat diperlukan sebagai pembangkit listrik di tengah musim dingin di negara-negara itu.
China adalah pengguna dan importir batubara terbesar di dunia. Pasokan terbesar batubara ke China berasal dari Indonesia.
Oleh karena itu, kebijakan larangan ekspor batubara Indonesia langsung membuat negara-negara itu pening. China adalah pengguna dan importir batubara terbesar di dunia. Pasokan terbesar batubara ke China berasal dari Indonesia. Setelah China menghentikan impor batubara dari Australia di tengah pertikaian geopolitik, posisi Indonesia semakin penting. Data Bea dan Cukai China menunjukkan, batubara asal Indonesia yang dipasok ke China hingga November 2021 mencapai lebih dari 60 persen dari total impor China atas batubara sepanjang 2021.
”Batubara Indonesia sebagian besar dikirim ke wilayah pesisir di China timur dan selatan, serta menyumbang sekitar 20 persen dari total pasokan di wilayah tersebut,” kata Zhai Kun, analis di Guotai Junan Futures, dalam sebuah analisis. Zhai mengatakan, larangan ekspor Indonesia diperkirakan memperketat pasokan batubara di pasar China karena produksi batubara domestik China sudah mencapai rekor tertinggi. China mencatat rekor produksi hingga 370,84 juta ton batubara pada November 2021 guna memastikan pasokan energi yang cukup menjelang musim dingin. Namun, produksi itu diperkirakan turun. Pembangkit listrik memperlambat pengisian persediaan mereka setelah Pemerintah China melakukan tindakan keras terhadap aktivitas penambangan ilegal.
Pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir telah memengaruhi permintaan atas batubara. Pada tahun 2020, permintaan batubara global turun 4,4 persen dan tercatat sebagai penurunan terbesar dalam beberapa dekade. Meskipun demikian, penurunan itu masih jauh lebih kecil dibandingkan penurunan tahunan yang awalnya diperkirakan terjadi pada puncak kebijakan penguncian atau penutupan wilayah di awal pandemi.
Laporan tahunan tentang batubara oleh IEA tahun 2021 menunjukkan adanya disparitas regional yang sangat besar terkait dinamika permintaan batubara. Permintaan batubara tumbuh sebesar 1 persen untuk setahun penuh di China. Sebab, ekonomi negara itu mulai pulih jauh lebih awal daripada di tempat lain. Permintaan batubara di AS dan Eropa pada saat yang sama turun hampir 20 persen. Permintaan di India dan Afrika Selatan juga melemah hingga 8 persen.
Baca juga: Antisipasi Larangan Ekspor Batubara Indonesia, Importir Cari Eksportir Lain
Seiring pemulihan aktivitas ekonomi global yang mendorong permintaan atas energi, harga batubara pun naik. Setelah sempat jatuh ke harga 50 dollar AS per ton pada triwulan II-2020, harga batubara mulai naik menjelang akhir tahun 2020. Pada 2021, harga batubara terangkat lebih lanjut oleh permintaan yang melebihi pasokan di China (penentu harga batubara global) serta terganggunya pasokan dan harga gas alam yang lebih tinggi secara global. Di Eropa, misalnya, harga batubara mencapai 298 dollar AS per ton. Beruntung intervensi kebijakan cepat oleh Pemerintah China untuk menyeimbangkan pasar berdampak cepat pada harga menjadikan harga batubara di Eropa bisa berada di bawah level 150 dollar AS per ton pada Desember 2021.
Di Seoul, awal pekan ini Pemerintah Korsel menyatakan telah membentuk satuan tugas untuk mengelola situasi terbaru dengan cermat sebagai tindakan pencegahan. Sekitar 20 persen kebutuhan batubara Korsel berasal dari Indonesia sepanjang tahun lalu. Adapun India mengimpor lebih dari 15 persen kebutuhan batubaranya dari Indonesia pada 2021. Kalangan importir batubara di India berharap dapat memperoleh pasokan batubara dari luar Indonesia jika kebijakan larangan ekspor batubara berlanjut awal bulan depan.
Permintaan batubara secara keseluruhan di seluruh dunia, termasuk penggunaan di luar pembangkit listrik seperti produksi semen dan baja, diperkirakan IEA tumbuh sebesar 6 persen sepanjang tahun 2021. Peningkatan itu tidak akan melampaui rekor yang dicapai pada tahun 2013 dan 2014. Namun, melihat pola dan pertumbuhan ekonomi global, permintaan batubara secara keseluruhan dapat mencapai titik tertinggi baru segera setelah tahun 2022 dan tetap pada level serupa selama dua tahun berikutnya. Dinamika larangan ekspor batubara Indonesia dan proyeksi atas permintaan batubara secara global itu menjadi perhatian semua negara yang masih menggantungkan diri terhadap energi berbahan dasar fosil.
Stagnasi
Data proyeksi IEA menunjukkan permintaan global atas batubara akan tetap mendatar sepanjang tahun 2017-2022. Kondisi itu menggambarkan stagnasi konsumsi batubara selama satu dekade. Selama tahun 2021 konsumsi batubara global turun tipis sebesar 1,9 persen menjadi 5.357 juta ton. Permintaan batubara turun 4,2 persen selama dua tahun terakhir, hampir menyamai penurunan dua tahun di awal era 1990-an.
Penurunan konsumsi tahun 2021 melanjutkan kondisi serupa setahun sebelumnya, sebuah kondisi yang terjadi di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, menurut IEA, penurunan itu terjadi akibat harga gas yang lebih rendah, lonjakan energi terbarukan, dan peningkatan efisiensi energi. Penurunan dalam dua tahun terakhir menggambarkan penurunan terbesar yang tercatat sejak IEA mulai menyusun statistik lebih dari 40 tahun yang lalu.
Baca juga: Krisis Energi Hambat Pertumbuhan Ekspor China
Pada tahun 2022, permintaan batubara global diperkirakan akan mencapai 5.530 juta ton. Volume itu sama dengan rata-rata periode lima tahun terakhir dan itu artinya penggunaan batubara akan mengalami stagnasi selama satu dekade. Adapun pangsa batubara dalam bauran energi global diperkirakan turun menjadi 26 persen pada tahun 2022 dari 27 persen pada tahun 2016 karena permintaan yang lesu dibandingkan dengan bahan bakar lainnya.
”Sistem energi berkembang dengan pesat di sekitar kita, dengan campuran bahan bakar yang lebih beragam, dan biaya teknologi yang turun. Saat beberapa sektor lain berubah, permintaan terhadap batubara relatif sama,” kata Keisuke Sadamori, Direktur Pasar Energi dan Keamanan IEA, pertengahan Desember 2021.
Permintaan batubara di China, AS, dan Uni Eropa turun pada tahun 2016, tetapi pada tahun yang sama meningkat di India dan di negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sejak itu permintaan terhadap batubara tidak menunjukkan perlambatan. Menurut IEA, di tengah pertumbuhan pembangkit listrik terbarukan di India, permintaan atas listrik lewat pembangkit listrik tenaga batubara diperkirakan tumbuh hampir 4 persen per tahun hingga tahun 2022 ini.
Kondisi itu menggambarkan India secara bertahap akan menjadi semakin penting posisinya bagi pasar batubara global. Pendorong utama pasar batubara global masih bakal dipegang China. Potensi pertumbuhan permintaan atas batubara di China terbatas, tetapi reformasi sisi penawaran negara itu akan menjadi faktor penting untuk harga batubara di tahun-tahun mendatang.
Baca juga: Jelang Musim Dingin, Eropa Berpacu dengan Krisis Energi
Setelah turun pada 2019 dan 2020, IEA memproyeksikan jumlah pembangkit listrik global dengan energi batubara naik hingga 9 persen pada 2021 ke level tertinggi sepanjang masa. Pemulihan ekonomi di tengah situasi pandemi Covid-19 ikut mendorong hal itu.
Pemulihan ekonomi yang relatif cepat telah mendorong permintaan listrik jauh lebih cepat daripada yang dapat dipenuhi oleh pasokan listrik rendah karbon. Kenaikan tajam dalam harga gas alam juga telah meningkatkan permintaan tenaga batubara dengan membuatnya lebih kompetitif dari segi biaya. (AFP/REUTERS)