Tahun 2021 Menjadi Tahun Paling Mematikan bagi Harimau India, Terbanyak dalam Satu Dekade
Tingginya konflik dengan manusia menjadi penyumbang kematian harimau yang terdata di India. Harus ada sistem pengelolaan lahan yang mampu menjaga kelestarian alam agar harimau tidak masuk ke permukiman orang.
Oleh
Laarswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
DELHI, KAMIS — Sebanyak 126 ekor harimau benggala yang endemik di India mati sepanjang tahun 2021. Ini adalah jumlah kematian terbanyak dalam satu dekade terakhir. Konflik antara manusia dan harimau termasuk penyumbang angka kematian hewan langka ini.
Data itu diumumkan oleh Otoritas Pelestarian Harimau Nasional (NTCA), Kamis (30/12/2021). India merupakan rumah bagi 75 persen populasi harimau dunia. Satwa khas mereka adalah harimau benggala (Panthera tigristigris).
Dari 126 kematian itu, 60 ekor harimau mati dibunuh. Penyebabnya antara lain konflik antara manusia dan hewan buas ini ataupun murni karena perburuan ilegal yang mengincar kulit serta taring harimau. Berdasarkan data Pemerintah India, pada periode 2014-2019 ada 225 orang tewas akibat diterkam harimau.
India per tahun 2018 memiliki 2.967 ekor harimau benggala yang tersebar di 50 suaka margasatwa. Pada tahun 2006, jumlah harimau ada 1.411 ekor. Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan bahwa ini merupakan prestasi dalam pelestarian keanekaragaman hayati.
Suaka harimau terbesar ada di Negara Bagian Madhya Pradesh yang merupakan rumah bagi 526 harimau. Mereka kehilangan 41 ekor penghuninya tahun ini. Suaka-suaka lain berada di Negara Bagian Karnataka (524 ekor harimau), Maharashtra (312 ekor harimau), dan Uttar Pradesh (173 ekor harimau).
Kematian 126 ekor harimau itu adalah yang tercatat oleh pemerintah. Para pakar pelestarian satwa liar berpendapat, jumlah sebenarnya lebih besar karena kematian-kematian alami seperti akibat usia tua dan sakit tidak terdeteksi di alam liar. Mereka merekomendasikan pemberian jalur khusus agar harimau bisa bermigrasi dari hutan ke hutan sehingga bisa mengurangi konflik dengan manusia karena harimau tidak perlu masuk ke perdesaan untuk mencari mangsa.
Surat kabar Times of India melaporkan, pada bulan Maret, ada harimau mati disetrum warga karena memasuki wilayah permukiman dan memangsa ternak. Pada bulan September, seekor harimau mati tertabrak mobil ketika sedang bermigrasi menuju hutan yang lain.
”Sifat alami harimau ialah menempuh ratusan kilometer untuk bermigrasi demi mencari mangsa. Kini, hutan bukan lagi sebuah kesatuan, melainkan petak-petak yang dipisahkan oleh jalanan dan permukiman manusia. Kita selalu mengira ada harimau nyasar memasuki perkampungan, padahal sebetulnya manusia yang membangun permukiman di tengah jalur migrasi satwa liar,” kata Koordinator untuk Negara Bagian Uttar Pradesh Dana Dunia untuk Alam (WWF) India Mudit Gupta.
WWF India di Uttar Pradesh mengembangkan program Bagh-Mitra, yaitu melibatkan warga desa untuk memantau harimau. Menurut Gupta, warga dilatih mengenali pola perilaku harimau sehingga mereka tidak kadung ketakutan setiap kali mendengar suara auman ataupun menemukan jejak kaki binatang tersebut. Alih-alih, warga menciptakan sistem pelaporan kepada petugas WWF maupun dinas kehutanan lokal untuk mengevakuasi harimau dari permukiman.
Di Negara Bagian Benggala Barat, warga desa Dongajora di distrik South 24 Parganas akhirnya bisa bernapas lega. Harimau yang meneror desa mereka selama sepekan terakhir bisa ditangkap dan dievakuasi. Masyarakat ketika mendengar raungan harimau ini pekan lalu langsung mengontak dinas kehutanan serta lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di pelestarian satwa.
Para petugas dan pakar satwa berusaha mencari harimau tersebut di hutan dan sepanjang Sungai Piyali. Kesadaran masyarakat untuk tidak memburu harimau ini karena pelatihan yang telah diberikan kepada mereka. Harimau itu berhasil ditemukan dan dibius untuk diperiksa lebih lanjut di penangkaran.
Menteri Kehutanan Negara Bagian Benggala Barat Jotishpriyo Mallick kepada media daring The Citizen mengatakan, harimau itu akan dilepasliarkan di Hutan Dhulibasani setelah dinyatakan sembuh oleh dokter hewan.
Di negara bagian itu, konflik manusia dengan harimau meningkat selama pandemi Covid-19. Mallick mengungkapkan, hal ini karena banyak perantau yang pulang kampung untuk bertani dan semakin banyak merambah lahan, belum lagi ada momok perubahan iklim yang membuat hutan kering. (AFP)