Terdakwa Penjual Satwa Divonis, Petugas Sulit Membongkar Jaringan
Vonis terhadap pelaku kejahatan satwa lindung tergolong tinggi, Sayangnya pembongkaran jaringan perdagangan hewan langka belum bisa optimal.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·2 menit baca
KUTACANE, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, menjatuhkan vonis 2 tahun 10 bulan penjara bagi AS (48), terdakwa penjual kulit harimau dan sisik trenggiling. Vonis dinilai tinggi, tetapi dalam kasus itu berhenti pada terdakwa AS.
Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Subhan dihubungi Minggu (12/12/2021) menuturkan, dalam konteks penegakan hukum kejahatan terhadap satwa lindung, vonis itu tergolong tinggi. Adapun hukuman maksimal diatur dalam UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah lima tahun.
Ini vonisnya lumayan tinggi. Namun kasus ini putus pada AS. Dia terus pasang badan.
Sidang vonis berlangsung pada Jumat, 10 Desember 2021, di Kutacane, Aceh Tenggara. ”Ini vonisnya lumayan tinggi. Namun kasus ini putus pada AS. Dia terus pasang badan,” kata Subhan.
Tim penyidik Balai Gakkum tidak dapat membongkar kasus itu hingga ke jaringan penadah karena AS tidak bersedia memberikan informasi lebih dalam. Padahal jaringan perdagangan satwa lindung perlu dibongkar agar memutuskan mata rantai perdagangan satwa dapat dilakukan.
AS ditangkap oleh petugas Balai Gakkum pada 13 Agustus 2021 di Desa Gusung Batu, Kecamatan Deleng Pokhisen, Kabupaten Aceh Tenggara. Dari AS ditemukan tiga kulit harimau dan 9 kilogram sisik trenggiling. Diduga kulit harimau dan sisik trenggiling itu akan dijual. Namun, penyidik kesulitan membongkar hingga ke jaringan.
Program Manajer Lembaga Suar Galang Keadilan Missi Muizzan mengatakan, vonis terhadap pelaku lumayan tinggi, hal ini menunjukkan hakim mulai memiliki perspektif konservasi. Missi mengatakan, belakangan banyak kasus kejahatan terhadap satwa lindung vonisnya tergolong tinggi. ”Tentu ini perlu kita apresiasi. Semoga vonis tinggi memberikan efek jera bagi pelaku dan alarm bagi pihak yang memiliki niat melakukan,” kata Missi.
Jika pemodal dapat ditangkap, mata rantai dapat diputuskan dan tidak ada lagi permintaan pasar.
Akan tetapi, Missi menilai kasus perdagangan satwa lindung di Aceh sedikit yang diusut hingga ke jariangan penadah. Dia berharap penegakan hukum bukan hanya menyasar pemain lapangan, melainkan juga pemodal. ”Jika pemodal dapat ditangkap, mata rantai dapat diputuskan dan tidak ada lagi permintaan pasar,” kata Missi.
Menurut Missi, pelaku perburuan moyaritas warga lokal yang diupah atau dimodali penadah atau dijanjikan pembelian dengan harga tinggi. Menurut Missi, aparat penegak hukum perlu mempertimbangkan pemberian justice collaborator kepada terdakwa agar informasi jaringan mudah dibongkar.