Upaya perlindungan satwa liar ini menjadi pekerjaan hampir mustahil jika hanya mengandalkan petugas pemerintah dan aktivis lingkungan di lapangan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Ketika Sri Lanka merayakan kelahiran bayi kembar gajah, kita bersedih, satwa liar di Tanah Air disia-siakan. Beberapa satwa liar mati terbunuh di habitatnya.
Harian ini memberitakan, Selasa, 31 Agustus 2021, Surangi (25), gajah di Penangkaran Gajah Pinnawala, Kolombo, Sri Lanka, melahirkan bayi kembar setelah 80 tahun. Kelahiran gajah kembar ini tercatat lagi sejak kelahiran kembar terakhir tahun 1941.
Gajah Asia ini merupakan satwa liar dilindungi, seperti kerabatnya di Indonesia. Pemerintah telah melindunginya melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Peraturan itu berisi 904 jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Gajah Asia berada di urutan ke-51. Bersama gajah, ada 786 jenis satwa liar Nusantara lain yang dilindungi, baik yang hidup di darat, beterbangan di udara, maupun berenang di sungai, danau, dan lautan.
Meskipun di atas kertas mereka dilindungi, kenyataan di lapangan berbeda. Harian ini mengulas kematian satwa liar dilindungi dalam tulisan berjudul ”Menanti Aksi Nyata Perlindungan Satwa di Aceh” pada 2 September 2021. Hutan Pulau Sumatera, termasuk Aceh di dalamnya, adalah habitat gajah Asia. Selain mati karena penyebab tidak disengaja, ada pula gajah mati terbunuh. Pada Juli 2021, seekor gajah jantan mati diracun dan kepalanya dipenggal oleh pemburu. Khusus di Aceh, sepanjang 2015-2021, sebanyak 46 gajah telah mati.
Di samping gajah, harian ini pada 27 Agustus 2021 juga menampilkan foto dua harimau tergeletak mati di Hutan Gampong Ibuboeh, Kecamatan Meukek, Aceh Selatan, dua hari sebelumnya. Kedua harimau ini tercekik jerat babi hutan. Harimau sumatera saat ini tinggal satu-satunya jenis harimau di Indonesia setelah harimau jawa dan harimau bali punah.
Upaya perlindungan satwa liar ini menjadi pekerjaan hampir mustahil jika hanya mengandalkan petugas pemerintah dan aktivis lingkungan di lapangan. Upayanya memerlukan upaya semesta menyadarkan masyarakat. Media arus utama, yang diperkuat media sosial, dapat meningkatkan kesadaran pentingnya perlindungan satwa liar.
Hari-hari ini, misalnya, ramai di media sosial tentang pelarangan ikan belida menjadi bahan baku pempek. Warganet ramai mengomentarinya.
Padahal, ikan belida sejak 2018 masuk dalam satwa liar dilindungi. Dalam daftar di urutan 743-746, bahkan ada empat jenis ikan belida yang dilindungi, yaitu belida borneo, belida sumatera, belida lopis, dan belida jawa.
Oleh karena itu, selain terus mengupayakan langkah perlindungan di lapangan, penyadaran masyarakat melalui media arus utama dan media sosial perlu dilakukan. Upaya itu setidaknya mengenalkan 787 jenis satwa liar dilindungi, jumlah yang tidak sedikit.