Menanti Pengumuman Baru di Awal Tahun Baru dari Kim Jong Un
Menjelang akhir tahun, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggelar rapat partai. Biasanya dalam rapat itu Kim mengumumkan kebijakan penting yang akan dilakukan Korut tahun depan.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un membuka rapat Komite Pusat Partai Pekerja Korea Utara menjelang akhir tahun 2021. Biasanya, dalam rapat besar partai ini Kim mengumumkan kebijakan-kebijakan penting pemerintahannya untuk tahun-tahun mendatang. Selain itu, ada evaluasi kebijakan yang sudah dibuat selama 2021.
Kantor berita Korea Utara, KCNA, Selasa (28/12/2021), menyebutkan bahwa Kim membuka rapat yang dimulai Senin (27/12/2021). Berbagai pihak menanti pengumuman yang akan disampaikan Kim. Korut saat ini tengah bergelut dengan krisis ekonomi akibat kebijakan pembatasan terkait pandemi Covid-19, sanksi internasional akibat program persenjataan nuklirnya, dan bencana-bencana alam.
Rapat Komite Pusat Partai Pekerja tersebut diselenggarakan bertepatan dengan peringatan 10 tahun kekuasaan Kim sebagai pemimpin tertinggi militer setelah kematian ayahnya, Kim Jong Il, pada 2011. KCNA menyebutkan, rapat itu akan membahas dan memutuskan kebijakan-kebijakan strategis dan praktis untuk membangun kejayaan partai dan rakyat di masa mendatang.
Biasanya saat tahun baru, Kim membuat pengumuman penting. Pada awal tahun 2018, misalnya, Kim mengumumkan akan mengirimkan delegasi ke Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan. Pada awal tahun 2019 Kim mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan perundingan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
”Kim selalu memanfaatkan kesempatan saat pidato tahun baru untuk menunjukkan sikap ramah kepada AS dan Korsel. Namun, pada saat yang bersamaan, Kim juga mengumumkan perkembangan persenjataan nuklir dan rencana-rencana militer lainnya,” sebut situs NK News di Seoul yang memantau perkembangan Korut.
Kim pernah mengatakan, pihaknya bersedia kembali memulai perundingan dengan AS. Namun, syarat dan ketentuan berlaku. Kim mau berunding lagi asalkan AS dan Korsel mengakhiri sikap, perilaku, dan kebijakannya yang menekan Korut, salah satunya sanksi dan latihan militer.
Kementerian Unifikasi Korsel, yang menangani hubungan dengan Korut, berharap Korut mau kembali berdialog dengan komunitas internasional, kemudian melanjutkan ke tahap kerja sama dan partisipasi.
Haus kekuasaan
Ketika Kim menggantikan ayahnya, banyak pihak berharap ia akan membawa Korut ke arah yang baru. Namun, ternyata tidak ada yang berubah. Kim tetap sama kejamnya dengan ayahnya, Kim Jong Il, dan kakeknya, Kim Il Sung.
Situs Al-Jazeera, 17 Desember lalu, menyebutkan Kim selalu mempunyai naluri untuk berkuasa. Pengamat Korut di Institut Studi Kebijakan Asan, Go Myong-hyun, mengatakan, kemungkinan faktor itulah yang membuatnya dipilih sebagai penerus meski ia anak bungsu dan tampak tidak cocok menjadi pemimpin Korut.
”Kim mempunyai syarat terpenting yang harus dimiliki pemimpin Korut, yakni obsesinya pada kekuasaan,” kata Go.
Semasa Kim berkuasa, Korut gencar melakukan tes persenjataan, seperti rudal balistik antarbenua yang bisa menjangkau AS. ”Kim menganggap program rudalnya sebagai pelindung Korut. Jadi, tidak mungkin ia akan mau menghentikannya,” kata Ankit Panda, pengamat Korut di Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace serta penulis buku Kim Jong Un and the Bomb.
Sulit diprediksi
Setelah 10 tahun berkuasa, tidak ada seorang pun yang bisa memahami Kim dan perilakunya. Tidak ada pula yang mampu memprediksikan sikap dan tindakannya. Direktur Pusat Studi Korut di Institut Sejong Korsel Cheong Seong-chang mengatakan, jika mau mengenal dan memahami seseorang, lihatlah keluarganya dan cara mereka mengasuh atau mendidik.
Kekuatan militeristik menjadi bagian penting dalam kehidupan Kim sejak ia masih kecil. Ada foto Kim waktu masih kecil memakai seragam tentara lengkap dengan lencana pangkat lengkap. Seragam tentara itu kemungkinan adalah hadiah ulang tahunnya yang kedelapan. Para petugas yang ada di sekitarnya disuruh memberikan hormat kepadanya seakan ia atasan mereka.
”Itu jelas pertanda Kim memang disiapkan ayahnya untuk menjadi pemimpin masa depan,” kata Cheong.
Ia pun disekolahkan ke sekolah swasta di Bern, Swiss, bersama kakaknya, Kim Jong Chol, yang pada waktu itu diyakini akan menjadi penerus ayahnya. Namun, Cheong menilai Kim Jong Chul tidak berambisi menjadi penguasa. Di mata ayahnya, Kim Jong Chul juga dinilai tidak cocok memimpin Korut.
Dari Bern, Kim kemudian melanjutkan studi militer di Kim Il Sung Military University. Pada tahun 2008, ia ditunjuk sebagai penerus ayahnya. Pada tahun 2011 ayahnya meninggal karena serangan jantung. Sejak itu Kim mengambil alih kepemimpinan di Korut.
”Orang mengira Kim berbeda. Tetapi, ternyata sama saja. Selama 3-4 tahun awal, ia malah melenyapkan semua orang yang dianggapnya berpengaruh atau kuat dan akan bisa menjadi lawannya,” kata Go Myong-hyun dari Institut Studi Kebijakan Asan.
Kim juga semakin berani melawan AS. Dari situ saja sudah terlihat bahwa ia menginginkan Korut menjadi kekuatan di kawasan. Kim juga menganggap dirinya berhasil menjadi pemimpin yang lebih kuat daripada ayahnya karena berani melawan AS.
Hanya saja, masalahnya, kata Go, kini Kim terganjal krisis ekonomi. Ia mengakui kesulitan ini dan sempat menangis sambil meminta maaf kepada rakyatnya saat parade militer.
Kim menilai, situasi yang dialami Korut saat ini hampir sama dengan situasi saat Korut menghadapi bencana kelaparan pada 1990-an yang menyebabkan ratusan ribu hingga jutaan orang tewas. Pada awal Desember lalu, Kim juga meminta rakyatnya untuk bersiap menghadapi situasi yang sulit dalam waktu lama.
”Tahun depan akan menjadi tahun yang penting karena kita harus berjuang sekeras mungkin seperti tahun ini,” kata Kim. (REUTERS/AP)