Suasana harmonisasi hubungan antara umat beragama di Mesir sudah terpatri sejak berabad-abad silam. Tidak ada persoalan besar dalam kehidupan kaum minoritas Kristen Arab di Mesir serta negara-negara Arab lainnya.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·5 menit baca
Kaum Katolik di Mesir dan seluruh dunia setiap 25 Desember merayakan hari Natal. Tahun ini, perayaan hari Natal jatuh pada hari Sabtu (25/12/2021) besok.
Di Mesir, pohon-pohon Natal sudah menghiasi pusat-pusat perbelanjaan, tempat-tempat wisata, dan hotel-hotel berbintang. Festival City Mal dan City Center Al-Maza Mal, dua pusat perbelanjaan paling bergengsi di kota Kairo saat ini, sudah dihiasi pohon Natal dalam berbagai ukuran, dari kecil hingga besar.
Pohon Natal di sejumlah tempat di area mal-mal besar selalu menjadi perhatian warga dan sekaligus dijadikan latar belakang pemandangan mereka mengambil foto. Lokasi sekitar pohon Natal di area mal juga selalui ramai pengunjung. Mereka mengambil foto dengan latar belakang pemandangan pohon Natal itu.
Suasana harmonisasi hubungan antara umat beragama di Mesir sudah terpatri sejak berabad-abad silam. Hampir tidak ada persoalan besar dalam kehidupan kaum minoritas Kristen Arab dalam konteks kehidupan bernegara dan berbangsa di Mesir serta negara-negara Arab lainnya. Negara sangat melindungi kehidupan kaum minoritas Kristen dan penganut agama lainnya.
Perayaan Natal di Mesir dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meriah, meskipun jumlah warga Katolik di negara itu terbilang sangat sedikit. Diperkirakan jumlah warga Katolik di Mesir 200.000 hingga 250.000 jiwa dari sekitar 102 juta penduduk Mesir.
Mayoritas kaum Kristiani di Mesir adalah Kristen Koptik. Jumlah mereka sekitar 7 hingga 10 persen dari keseluruhan penduduk Mesir. Kaum Kristen Koptik memiliki hari Natal sendiri, yaitu pada setiap 7 Januari. Mesir menetapkan hari libur nasional pada setiap 7 Januari untuk menghormati perayaan Natal kaum Kristen Koptik.
Meskipun jumlahnya sedikit, kaum Katolik di Mesir minimal memiliki satu gereja di sejumlah kota penting di Mesir, seperti kota Kairo, Alexandria, Tanta, Assiut, Minya, Sues, dan Ismailia.
Kaum Katolik mulai ada di Mesir pada era penjajahan Inggris di Mesir (1882-1914). Gelombang kaum Katolik datang ke Mesir pada abad ke-19. Mereka datang sebagai migran dari wilayah Dinasti Ottoman, khususnya dari Turki, Lebanon, Suriah, dan Palestina, untuk tujuan berdagang atau lari dari perlakuan tidak adil di wilayah asalnya.
Ada pula migran dari Eropa ke Mesir untuk tujuan mencari peluang bisnis atau lari dari konflik di Eropa saat itu. Sebagian besar warga Katolik sejak kedatangannya ke Mesir pada awal abad ke-19 itu adalah pedagang. Namun, sejumlah sejarawan Mesir menyebut, sudah ada warga Katolik yang hijrah ke Mesir dari kota Mosul, Irak, pada akhir abad ke-17 dan abad ke-18 dalam jumlah yang sangat sedikit atau hanya beberapa keluarga kecil.
Warga Katolik yang berada di Mesir saat ini merupakan generasi ketiga atau keempat sejak awal kedatangan mereka ke negara itu pada abad ke-19. Sebagian besar warga Katolik sejak awal kedatangan mereka ke Mesir pada abad ke-19 berprofesi sebagai pedagang.
Sebagian besar kaum Katolik di Mesir saat ini berdomisili di distrik elite Heliopolis di Kairo. Distrik elite Heliopolis, yang dibangun pada awal abad ke-20, memang dikenal sangat disukai warga asing di Mesir. Distrik elite Heliopolis dikenal juga dengan nama Belgia mini di Kairo karena banyak bangunan di distrik elite tersebut berarsitektur Eropa.
Kisah kawasan Heliopolis, yang juga dikenal mini Eropa di Timur Tengah, berawal dari ide seorang pengusaha kaya asal Belgia, Baron Edouard Louis Joseph Empain, yang datang ke Mesir pada awal tahun 1900-an. Ia lalu jatuh hati terhadap Mesir dan sangat mencintai negeri Mesir.
Baron Empain saat itu menyampaikan ide membangun kota satelit yang modern dan bergaya Eropa kepada pemerintah Mesir. Kota satelit itu diberi nama ”Heliopolis” atau Kota Matahari. Kepada Pemerintah Mesir, Baron Empain menyampaikan bahwa dia siap membeli lahan seluas 2.500 hektar senilai 5.952 pound Mesir untuk pembangunan kota satelit tersebut.
Pemerintah Mesir langsung menyetujui ide Baron Empain itu, lalu dilaksanakan transaksi jual beli lahan dari Pemerintah Mesir kepada Baron Empain untuk pembangunan kota satelit pada tahun 1905.
Akan tetapi, terjadi migrasi balik kaum Katolik dari Mesir ke Eropa dan negara lain saat berlangsung proyek nasionalisasi di Mesir oleh Presiden Gamal Abdel Nasser pada tahun 1950-an. Sebagian besar kaum Katolik yang hijrah dari Mesir ke mancanegara saat itu, khususnya Eropa, adalah mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan Mesir atau kehilangan aset dan peluang bisnis akibat terkena program nasionalisasi.
Keluarga Behna dari keluarga Katolik merupakan pemilik salah satu perusahaan film terbesar di Mesir pada awal abad ke-20 M. Mereka kehilangan semua asetnya akibat proyek nasionalisasi pada tahun 1950-an.
Gerakan eksodus dari Mesir pada tahun 1950-an tidak hanya terjadi pada kaum Katolik, tetapi juga warga Muslim yang berprofesi sebagai pengusaha akibat program nasionalisasi Pemerintah Mesir yang mengubur iklim persaingan usaha secara bebas. Gerakan eksodus warga Katolik dari Mesir ke mancanegara pada tahun 1950-an itu merupakan faktor utama merosotnya jumlah warga Katolik di Mesir saat ini yang berjumlah sekitar 200.000 hingga 250.000 jiwa.
Ketika meletup musim semi Arab tahun 2011 yang juga melanda Mesir, sempat terjadi lagi eksodus warga Katolik dari Mesir ke Eropa, AS, dan Kanada, tetapi dalam jumlah kecil. Mereka saat itu memilih eksodus karena sangat cemas atas masa depan mereka di Mesir dan dunia Arab. Musim semi Arab membawa dampak krisis politik dan perang saudara di beberapa negara Arab.
Seiring dengan kebijakan keterbukaan ekonomi Mesir mulai pada era Presiden Hosni Mubarak (1981-2011) dan terus berlanjut pada era Presiden Abdel Fattah el-Sisi (2014-sekarang), iklim usaha di Mesir semakin kondusif. Sebagian warga Katolik, yang hijrah dari Mesir pada tahun 2011, bersedia kembali lagi ke Mesir, seiring dengan semakin terciptanya stabilitas dan program reformasi ekonomi pada era Presiden Sisi saat ini.
Sektor pariwisata dan investasi asing, yang menjadi pilar utama ekonomi Mesir saat ini, membuka pintu selebar-lebarnya kepada warga dan turis asing datang ke Mesir. Pusat-pusat wisata dengan fasilitas yang sangat modern dibangun secara gencar di berbagai wilayah di Mesir untuk menarik turis asing.
Inilah faktor yang ikut mendorong semakin meriahnya perayaan Natal di Mesir terakhir ini, yakni selain keberadaan komunitas Katolik, juga bersamaan dengan kian banyaknya warga dan turis asing di kota-kota besar, seperti Kairo dan Alexandria, serta kota-kota wisata, seperti Sharm El-Sheikh, Hurghada, Luxor, dan Aswan.