Wajah Belgia di Kairo
Kota Kairo, Mesir, memiliki kekayaan luar biasa. Sejarah perkembangan kota itu terpatri dalam keragaman arsitektur yang mewariskan keindahan pada Kairo.
Hari Minggu, 7 Maret 2021, cuaca kota Kairo cukup cerah. Maklum, bulan Maret adalah musim peralihan dari musim dingin ke musim semi. Cuaca musim semi pun yang mulai hangat sudah terasa di tubuh.
Biasanya warga Mesir pada musim semi suka jalan-jalan ke taman-taman kota atau nongkrong di kafe-kafe yang terbuka menikmati kehangatan udara musim semi itu.
Salah satu kawasan yang cukup diminati warga Mesir untuk tujuan jalan-jalan atau nongkrong adalah kawasan elite Heliopolis atau juga dikenal nama Mesir baru.
Kawasan elite Heliopolis cukup populer di Kairo karena selain tempat bermukimnya kaum kelas menengah dan menengah atas, juga banyak gedung atau rumah berarsitektur Eropa sehingga terkesan sebagai kawasan yang eksotis.
Kawasan elite Heliopolis juga memiliki area pusat kota sendiri yang didominasi gedung-gedung berarsitektur Eropa. Berada di area pusat Heliopolis seperti merasa berada di kota Eropa karena sejauh mata memandang terlihat gedung-gedung berarsitektur Eropa.
Baca juga: ”Harga Murah”, Kalimat Populer di Pasar Khan Al-Khalili
Pusat kota di Heliopolis tentu selalu ramai kendaraan yang lalu lalang dan pengunjung yang berbelanja di pertokoan atau sekadar nongkrong di kafe-kafe yang bertebaran di area itu. Salah satu kafe yang populer di kawasan Heliopolis adalah Kafe Groppi yang mulai beroperasi di Kairo pada tahun 1891. Selain di Heliopolis, ada dua kafe dan restoran Groppi di pusat kota Kairo.
”Kalau di sini lumayan masih banyak pengunjung. Pada masa pandemi ini, hanya sekitar 20 persen penurunan jumlah pengunjung di sini,” ujar Mona (45), salah seorang pelayan di Groppi-Heliopolis kepada Kompas.
Menurut Mona, yang mengaku sudah sepuuh tahun bekerja sebagai pelayan di Groppi-Heliopolis, warga Mesir dan asing masih memilih kafe Groppi untuk sekadar tempat nongkrong atau tempat janji pertemuan dengan teman atau mitra bisnis mereka karena nilai historis Kafe Groppi ini.
”Kalau menyebut nama Groppi, orang sudah tahu alamatnya karena sudah sangat populer. Jadi, tidak perlu repot lagi cari alamat kafe itu. Maka, sering orang janjian bertemu di Groppi, baik di Heliopolis di sini maupun di pusat kota, supaya mereka tidak cari alamat lagi,” kata Mona, yang merasa senang bekerja di Groppi.
Gedung yang terdapat Kafe Groppi adalah salah satu dari gedung-gedung berarsitektur Eropa di Heliopolis.
Awal mula
Kisah kawasan Heliopolis yang juga dikenal sebagai mini Eropa di Timur Tengah adalah berawal dari ide seorang pengusaha kaya asal Belgia, Baron Edouard Louis Joseph Empain, yang datang ke Mesir pada awal tahun 1900-an. Ia lalu jatuh hati terhadap Mesir dan sangat mencintai negeri Mesir.
Baca juga: Bertandang ke Benteng Al-Ayyubi
Ia kemudian memutuskan terus bermukim di Mesir dan ingin meninggal di negeri Mesir. Namun, visi dia tidak sekadar mencintai dan meninggal di Mesir. Sebagai bentuk pengabdiannya kepada Mesir, ia ingin membangun kota satelit bergaya Eropa dekat kota Kairo.
Kemudian dipilihlah kawasan sekitar 10 kilometer arah timur laut kota Kairo lama yang saat itu masih berupa gurun pasir. Baron Empain saat itu menyampaikan ide membangun kota satelit yang modern dan bergaya Eropa kepada Pemerintah Mesir dan menamakan kota satelit itu dengan nama ”Heliopolis” atau ”Kota Matahari”.
Baron Empain menyampaikan siap membeli lahan seluas 2.500 hektar senilai 5.952 pound Mesir untuk keperluan pembangunan kota satelit itu. Pemerintah Mesir menyetujui ide tersebut. Lalu terjadilah transaksi jual beli lahan antara Pemerintah Mesir dan Baron Empain untuk pembangunan kota satelit pada tahun 1905.
Baron Empain kemudian meminta arsitek tata kota asal Belgia, Andre Barcelona, untuk merancang dan melaksanakan pembangunan kota satelit itu. Barcelona yang saat itu sedang bekerja di Paris Metro Company juga diminta membangun jaringan metro listrik yang menjadi jaringan transportasi modern di kota satelit.
Barcelona pun segera memulai pembangunan kota satelit bergaya Eropa pada tahun 1909 dengan mengambil inspirasi kota Brussels, ibu kota Belgia. Di kota baru itu, hanya seperenam dari 2.500 hektar lahan yang dibangun gedung-gedung. Sisanya adalah ruang terbuka hijau dalam bentuk taman yang luas dan jalan-jalan lebar yang memiliki tiga hingga empat jalur. Dibangun pula banyak alun-alun yang luas. Di antara banyak taman yang terkenal di Heliopolis, Taman Merryland dikunjungi banyak warga Mesir setiap hari.
Adapun perumahan dibangun dalam bentuk vila-vila untuk permukiman kelas menengah dan menengah atas. Pertokoan di pusat kota satelit juga dibangun dengan berarsitektur Eropa. Kota satelit Heliopolis dirancang sangat berbeda dari kota Kairo lama, peninggalan Dinasti Fatimid.
Tata kota Heliopolis dirancang sedemikian menarik agar warga Kairo yang tinggal di kota lama bersedia pindah ke kota satelit baru. Namun, yang mampu pindah ke kota satelit Heliopolis tentu kaum kelas menengah dan menengah atas karena perumahan di kota satelit itu berbentuk vila yang harganya cukup mahal saat itu.
Istana
Baron Empain membangun istana dengan arsitektur gaya candi Hindu di kota satelit itu pada tahun 1911 yang kini populer dengan nama Baron Palace.
Baron Empain yang datang ke Mesir dari India pada awal tahun 1900-an terinspirasi dengan bangunan-bangunan indah di India sehingga ia meminta dibangun istana bergaya arsitektur candi Hindu.
Baca juga: Terkesima Melihat Kemegahan Masjid Ibn Tulun yang Tetap Kokoh 1.000 Tahun
Istana itu kini menjadi salah satu obyek wisata populer di Kairo yang dikunjungi banyak turis lokal dan asing. Baron Palace dibuka setiap hari untuk turis mulai pukul 09.00 sampai pukul 16.00. Karcis masuk Baron Palace untuk turis asing sebesar 100 pound Mesir atau sekitar Rp 90.000 dan 20 pound Mesir atau sekitar Rp 18.000 untuk turis lokal.
Di kota satelit itu juga terdapat Istana Al-Ittihadiyah yang kini menjadi kantor presiden Mesir. Istana Al-Ittihadiyah itu semula adalah bangunan hotel dengan nama Heliopolis Palace Hotel.
Hotel yang dibangun Heliopolis Oases Company pada 1910 ini dirancang oleh arsitek asal Belgia, Ernest Jaspar, sebagai hotel termewah di Afrika saat itu. Pada tahun 1980-an, setelah dilakukan renovasi besar-besaran, fungsi hotel itu diubah menjadi istana dan sekaligus kantor presiden Mesir.
Namanya juga diubah dari Heliopolis Palace Hotel menjadi Al-Ittihadiyah Palace. Mendiang Presiden Mesir Hosni Mubarak adalah presiden pertama Mesir yang berkantor di Al-Ittihadiyah Palace.
Secara keseluruhan, kawasan elite Heliopolis, di Mesir dikenal pula sebagai kawasan berwajah Belgia karena sebagian besar gedung dirancang oleh sejumlah arsitek asal Belgia. Sementara itu, pusat kota Kairo dikenal dengan julukan ”Paris di Timur” karena dirancang oleh arsitek asal Perancis.
Keberagaman ”wajah” kota Kairo itu membuatnya menjadi begitu ”kaya”. Selain mewakili jejak Dinasti Fatimid yang bercorak islami, Kairo juga mewakili wajah Eropa lewat rancangan para arsitek Perancis dan Belgia.