Hari raya Natal di sejumlah negara tetap berlangsung meriah meski di tengah ancaman varian Omicron. Menghadirkan kekhidmatan hari raya itu dan melestarikan harmoni antarumat beragama mendasari kembalinya perayaan.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH, DENTY PIAWAI NASTITIE, MUSTHAFA ABD RAHMAN
·6 menit baca
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
Dekorasi natal berbentuk malaikat di Regent Street, London, Sabtu (4/12/2021). Kemeriahan natal di Inggris sudah terasa sejak akhir November, ketika lampu-lampu menyala di berbagai sudut kota. Kehadiran pasar tradisional natal yang unik dan meriah menambah hidup suasana.
Ornamen wajah Santa Klaus dan kaus kaki hijau nan mungil menyapa siapapun yang mengetuk pintu kamar Beatrix Marendeng. Begitu masuk ke kamar, kelap-kelip lampu yang terpasang di dinding dan pohon Natal yang berdiri di pinggir meja belajar menyambut dan menyelipkan kehangatan di tengah suhu udara yang dingin.
Sejak November, Beatrix, mahasiswa Master of Public Health di Universitas Glasgow asal Sulawesi Selatan, menghias kamarnya. Menjelang hari raya Natal, ia masih berjuang menyelesaikan tiga tugas, termasuk proposal disertasi.
“Saat membaca materi-materi untuk tugas, aku menyalakan lampu-lampu Natal dan pohon Natal di kamarku. Sungguh, keduanya menjadi mood booster (penyemangat) bagiku,” katanya saat ditemui di Glasgow, Skotlandia, Minggu (19/12/2021).
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Suasana kamar Marendeng Beatrix, mahasiswa Master of Public Health di University of Glasgow asal Sulawesi Selatan, yang dihiasi ornamen-ornamen Natal, Senin (20/12/2021)
Di tengah tugas kuliah, ia tak mau melewatkan perayaan Natal bersama teman-temannya. Beatrix memastikan, tetap akan melakukan perayaan Natal bersama sahabat karibnya yang menyelesaikan pendidikan di kampus yang sama. Perayaan itu pun benar-benar mengikuti aturan yang diberlakukan Pemerintah Skotlandia.
Perdana Menteri Skotlandia Nicola Sturgeon melalui akun media sosial resmi Pemerintah Skotlandia, awal Desember lalu, meminta masyarakat untuk tidak membatalkan rencana Natal. Tetapi, setiap individu yang ingin merayakan Natal bersama wajib menekan kontak langsung dengan orang lain di luar kediaman atau kawasan tempat tinggal, seperti apartemen atau asrama.
Dengan aturan itu sebisa mungkin, masyarakat mesti tetap berada di tempat tinggalnya. Apabila ada rencana berkumpul, dia meminta adanya pembatasan jumlah, yakni maksimal 3 orang, dan setiap peserta telah melakukan tes Covid-19 secara mandiri.
Alhasil, Beatrix telah memesan okasi ibadah pada malam Natal telah ia pesan. Ia juga berencana memasak dan makan bersama di tempat tinggalnya. Menyadari pandemi Covid-19 yang belum berakhir, ia dan teman-teman sudah menerima vaksin lengkap dan berkomitmen untuk tes antigen mandiri sebelum berkumpul.
“Aku ingin menangis saat mendengarkan paparan pemerintah yang meminta masyarakat tidak membatalkan rencana Natal yang telah disusun demi kesehatan mental. Masyarakat masih berpeluang merasakan kehangatan Natal dan tidak kehilangan momen berkumpul,” tuturnya.
Tak hanya Beatrix, mahasiswa Indonesia lainnya, Sean Providana M, juga berencana merayakan Natal dengan kawan-kawannya dalam kelompok kecil di Glasgow. Sebelumnya, Sean, yang mengeyam studi magister bioteknologi di Universitas Glasgow, juga menghadiri ibadah Natal yang diadakan The Indonesia Society Scotland di Edinburgh, Sabtu (11/12/2021). Dia berpartisipasi sebagai gitaris pengiring pujian dan membacakan monolog yang diambil dari kisah dalam Alkitab.
Meskipun di tengah pandemi, Sean berpendapat, Natal tetap memberikan harapan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. "Situasi (pandemi) ini juga mengingatkan saya untuk bisa berbuat sesuatu. Waktu yang diberikan Tuhan pada saya mesti digunakan sebaik mungkin," katanya.
Pemerintah Skotlandia mengimbau warganya tidak membatalkan agenda Natal. Tetapi, harus melakukan tes antigen dan sudah menjalani vaksinasi sebelum berkumpul pada perayaan hari raya.
Meriah
Sebelum Desember datang, Glasgow sudah bersolek diri dengan beragam ornamen Natal dan lampu kelap-kelip. Ada Pasar Natal atau Christmas Market di pusat kota. Ada bola-bola Natal yang terbuat dari rangkaian lampu dan pohon Natal di George Square, salah satu alun-alun di Glasgow. Tak jarang, ada kelompok orang yang menyanyikan lagu-lagu Natal di tepi jalan yang ramai dilalui pejalan kaki.
Kondisi Natal yang meraih juga terlihat di London, Inggris. kelahiran Yesus Kristus dirayakan sebagai festival yang dapat dinikmati siapa saja.
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
Suasana pasar natal Christmas in Leicester Square, London, Minggu (28/11/2021). Kemeriahan natal di Inggris sudah terasa sejak akhir November, ketika lampu-lampu menyala di berbagai sudut kota. Kehadiran pasar tradisional natal yang unik dan meriah menambah hidup suasana.
Kemeriahan natal di Inggris sudah terasa sejak akhir November, ketika lampu-lampu menyala di berbagai sudut kota. Di Regent Street, London, misalnya, lampu natal berbentuk malaikat menyala di tengah jalan. Demikian juga di Oxford Street, yang terkenal sebagai pusat perbelanjaan barang-barang mewah, lampu berbentuk bintang-bintang menghidupkan suasana.
Kehadiran pasar tradisional natal yang unik dan meriah menambah hidup suasana.
Di London, ada sejumlah wilayah yang disulap menjadi pasar natal, seperti di Leicester Square, Convent Garden, Tate Modern, Southbank Centre, Borough Market, dan London Bridge.
Setiap pasar tradisional menawarkan keunikan dan pengalaman yang berbeda. Meski dinikmati menjelang musim dingin, ada perasaan hangat di dalam hati setiap kali blusukan menyusuri sudut-sudut pasar dan menikmati dekorasi yang ada. Kemeriahan pasar natal ini menjawab kerinduan warga mengingat selama dua tahun belakangan ini banyak kegiatan natal dan tahun baru di London yang terhenti karena pandemi Covid-19.
Di Covent Garden, misalnya, terdapat pohon natal terbesar di London setinggi 16,7 meter. Dikutip dari laman resmi Covent Garden, pohon natal di sini berasal dari pertanian yang sama dengan asal pohon natal untuk keluarga kerajaan Inggris. Agar tanaman tumbuh berkelanjutan, petani menanam tiga pohon untuk setiap penebangan pohon natal yang dilakukan. Selain itu, di akhir musim, pohon akan didaur ulang untuk membuat serpihan kayu.
Pohon natal di Covent Garden dihiasi 30.000 lampu dan pernak-pernik raksasa. Dibutuhkan 60 orang yang bekerja selama 300 jam untuk membangun pohon Natal raksasa ini.
Kemeriahan pasar natal di London menjawab kerinduan warga mengingat selama dua tahun belakangan ini banyak kegiatan natal dan tahun baru di London yang terhenti karena pandemi Covid-19.
Mahasiswa Development Studies di SOAS, University of London, Samanta Surya mengatakan, dari beberapa pusat hiburan natal yang sudah dikunjungi, seperti Regent Street dan Oxford Street, ia paling suka Covent Garden. “Di sini suasananya lebih hangat dan kekeluargaan. Orang-orang bisa kumpul, bercengkrama, sambil makan bersama,” ujarnya.
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
Salah satu sudut yang menjual souvenir khas London di pasar natal Christmas in Leicester Square, London, Minggu (28/11/2021). Kemeriahan natal di Inggris sudah terasa sejak akhir November, ketika lampu-lampu menyala di berbagai sudut kota. Kehadiran pasar tradisional natal yang unik dan meriah menambah hidup suasana.
Harmoni beragama
Nuansa Natal juga dirasakan dirasakan di Kota Kairo, Mesir. Pusat-pusat perbelanjaan disulap membawa nuansa Natal, di antara mal yang sudah berhias dengan pohon natal adalah Festival City Mall di distrik elite New Kairo. Terlihat banyak warga berfoto di depan pohon-pohon natal di salah satu mal terbesar dan termegah di Kairo ini.
KOMPAS/MUSTHAFA ABD RAHMAN
pemandangan pohon Natal berbentuk balon-balon di area Festival City mal - Kairo pada hari Minggu lalu (19/12) untuk menyambut hari Natal kaum Katolik pada 25 Desemberini dan kaum Kristen Koptik pada 7 Januari nanti. Kehidupan toleransi dan harmoni antara kaum Muslim dan Kristen di Mesir dikenal sangat kuat.
Itu menunjukkan, warga di Kairo yang mayoritas Muslim ikut menyambut baik dan bersahabat atas adanya pohon-pohon natal tersebut. Di Mesir, yang berpenduduk sekitar 102 juta jiwa dengan mayoritas Muslim, terdapat penganut Kristen dalam jumlah besar. Mesir dikenal sebagai negeri dengan tradisi kehidupan toleransi antarumat beragama yang sangat kuat.
Jumlah penganut Kristen di Mesir, yang mayoritas Kristen Koptik, diperkirakan berkisar 7-10 persen dari 102 juta penduduk. Nama Koptik itu hanya untuk sebutan kaum Kristen di lembah Sungai Nil, yakni Mesir dan Sudan, serta sebagian di Libya. Bangsa Koptik berasal dari turunan langsung bangsa Mesir kuno yang sudah menghuni kawasan lembah Nil sejak ribuan tahun sebelum Masehi.
Adapun penganut Katolik di Mesir diperkirakan berjumlah hanya sekitar 200.000 orang. Kaum Katolik mulai ada di Mesir pada era penjajahan Inggris di Mesir (1882-1914). Mereka memiliki beberapa gereja di Mesir. Gereja Katolik terbesar berada di kota Alexandria, sekitar 220 kilometer arah barat laut Kairo.
Rizqi (22), salah seorang pengunjung di pusat kota Al-Maza, Selasa (21/12/2021), juga tidak ketinggalan untuk berfoto dengan latar pohon natal raksasa di lokasi itu. Meskipun beragama Islam, Rizqi tidak segan untuk ikut menikmati perayaan Natal.
”Saya senang sekali ada pohon natal di sini yang sangat bagus. Lihat, banyak warga Mesir yang berfoto dengan latar belakang pohon natal ini,” katanya.
Ia menambahkan, ”Pemandangan itu menunjukkan warga Mesir, baik yang Muslim maupun Kristen, memiliki perasaan yang sama, yaitu sangat senang dan menghormati pohon natal untuk menyambut hari raya Natal,” ujar Rizqi.