Tiga hari berturut-turut, jumlah laju infeksi Covid-19 harian di Korea Selatan menembus angka 7.000. Bila laju infeksi terus meningkat, Pemerintah Korea Selatan membuka opsi penguncian.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
SEOUL, JUMAT - Akumulasi kasus Covid-19 di Korea Selatan tembus 500.000 kasus pada Jumat (10/12/2021). Guna menahan penyebaran lebih lanjut, pemerintah mempercepat vaksinasi dosis ketiga sekaligus membuka peluang penguncian.
Selama tiga hari berturut-turut, infeksi Covid-19 di Korea Selatan (Korsel) melebihi angka 7.000 kasus per hari. Secara akumulasi, jumlah kasus secara nasional tembus 500.000 kasus. Dalam beberapa hari terakhir, 2.030 kasus berasal dari provinsi yang ada di sekitar Kota Seoul, yaitu Provinsi Gyeonggi dan Incheon. Sebanyak 53 orang meninggal dunia selama 24 jam terakhir dan 852 pasien lainnya kritis.
Perdana Menteri Korsel Kim Boo Kyum, di Seoul, Jumat, menyatakan, laju infeksi yang konstan selama tiga hari terakhir memaksa pusat layanan kesehatan, terutama instalasi gawat darurat, bekerja lebih keras. Guna mengantisipasi lonjakan, pemerintah meminta manajemen rumah sakit menambah 2.000 tempat tidur.
“Para petugas medis dan layanan kesehatan harus bekerja keras karena kasus harian stabil di angka 7.000-an selama tiga hari berturut-turut. Sebanyak 35 persen dari total kasus, menimpa warga berusia 65 tahun ke atas,” katanya.
Kenaikan jumlah kasus selama beberapa pekan terakhir, menurut Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korsel, didorong oleh varian Delta. Lembaga ini meyakini bahwa tingkat kekebalan warga lanjut usia berkurang meski telah mendapat vaksinasi lengkap per Februari lalu.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in (kiri) menerima satu dosis vaksin virus corona AstraZeneca Covid-19 di sebuah pusat kesehatan umum di Seoul, Korea Selatan, Selasa (23/3/2021). AFP/ YONHAP
Meningkatnya jumlah kasus membuat pemerintah melakukan pembatasan kegiatan warga mulai Senin (13/12). Pemerintah melarang pertemuan warga lebih dari tujuh orang di Seoul dan sekitarnya. Warga juga diminta memverifikasi status vaksinasi ketika berada di restoran atau akan melakukan kegiatan di ruangan lainnya. Jika langkah ini dinilai tidak efektif, Kim menyatakan, pemerintah akan menerapkan kebijakan pencegahan yang lebih ketat.
Salah satu bentuknya, menurut Wakil Menteri Kesehatan Lee Ki-il, mengurangi jumlah warga yang berinteraksi dalam satu lokasi tertentu dan mengurangi jam operasional restoran atau bar. Aturan lama ini dicabut pada November lalu. “Kami mencoba yang terbaik untuk menghindari penguncian,” kata Lee.
Upaya lain untuk menahan laju infeksi adalah percepatan pemberian vaksin dengan memperpendek interval waktu antara vaksin ke-2 dan ke-3 alias booster atau penguat. Semula, vaksin penguat diberikan empat atau lima bulan setelah vaksin ke dua. Kini, Pemerintah Korsel berencana memperpendek menjadi tiga bulan, terhitung sejak pekan depan.
Korea Selatan mencatatkan populasi yang telah divaksinasi berjumlah 41,5 juta orang atau sekitar 81 persen dari total penduduk. Namun untuk vaksin penguat, realisasinya baru sekitar 10 persen dari populasi.
Korea Selatan juga telah memperketat perbatasannya untuk mencegah masuknya varian Omicron sejak identifikasi pertama pekan lalu. Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korsel, menyatakan, petugas kesehatan mengkonfirmasi tiga infeksi Omicron lagi, Jumat (10/12). Dengan demikian, jumlahya menjadi 63 kasus.
Pekerja medis yang mengenakan alat pelindung diri bersiap untuk mengambil sampel dalam suhu di bawah nol di lokasi pengujian virus korona di Seoul, Korea Selatan, Senin, (21/12/2020). Sebanyak 48 pasien Covid-19 meninggal dalam kurun waktu 48 jam terakhir. AP/LEE JIN-MAN
Sementara itu, sejumlah perusahaan di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara di Eropa kini tengah mempertimbangkan ulang keputusan mereka untuk meminta karyawannya kembali bekerja di kantor. Hal ini menyusul varian Omicron yang semakin merebak dalam beberapa pekan terakir sehingga rencana normalisasi cara kerja pada masa prapandemi dikaji kembali.
Di AS, Alphabet Inc dan perusahan otomotif Ford misalnya, adalah dua perusahaan yang kembali menunda rencana kembali kerja di kantor. Sementara otoritas kesehatan di Inggris, Denmark, Norwegia, dan Swedia meminta agar para pekerja kembali bekerja dari rumah.
Keputusan yang hampir sama dibuat oleh manajemen Meta Inc. dan Lyft. Keduanya membebaskan para karyawan untuk bekerja dari rumah hingga akhir Juni sekalipun kantor akan kembali beroperasi pada Januari 2021. Keputusan Lyft lebih ekstrem lagi dengan mengizinkan karyawannya bekerja dari rumah hingga akhir 2022.
Janelle Gale, Wakil Presiden bidang Sumber Daya Manusia Meta Inc. mengatakan, keputusan terbaru itu diambil karena beberapa karywan belum siap untuk kembali bekerja di kantor.
Sebuah survei yang dilakukan pada 543 perusahaan dengan total 5,2 karyawan, memperlihatkan bahwa 34 persen karyawan yang rumahnya cukup jauh dari kantor memilih untuk bekerja dari rumah. Diperkirakan angka itu turun menjadi 22 persen saja. Namun survei itu dilakukan sebelum varian Omicron ditemukan di Afrika Selatan dan mulai menyebar ke berbagai negara.
Lawrence Gostin, pakar kesehatan masyarakat di Universitas Georgetown, menyatakan, saat ini belum ada cukup informasi tentang Omicron yang membuat perusahaan memutuskan untuk menunda kembali para pekerjaya datang ke kantor. Dia mengatakan, perlindungan berlapis, seperti masker, vaksinasi dan ventilasi sangat efektif untuk mencegah infeksi di tempat kerja.
Pandangan sebaliknya disampaikan Gisela Girard, Presiden Creative Civilization, sebuah biro iklan. Dia mengatakan, kemunculan Omicron membuatnya sadar bahwa kehidupan kerja tidak akan sama lagi seperti sebelum pandemi. kEmunculan Omicron, menurut dia, membuatnya tersadar bahwa bekerja dari rumah akan membuat karyawan, keluarga dan klien-kliennya tetap aman. (AP/MHD)