Pilih WFH dan WFO?
Setelah 1,5 tahun pandemi memaksa orang bekerja dari rumah, muncul kesadaran kolektif: ada suasana elementer yang hilang dari pekerjaan mereka. Masih adakah kesempatan bekerja di kantor, kapan, dan bagaimana memulainya?
Rebekah Ingram (22) beruntung mendapatkan pekerjaan magang di lembaga Like Minded Females Network, organisasi nirlaba berbasis teknologi dan kewirausahaan global di London, Inggris. Dia merasa beruntung karena, pada saat yang sama, banyak perusahaan atau organisasi nirlaba lainnya terpaksa harus menutup pintu untuk sementara bagi para calon pekerja atau pekerja magang. Ada keterbatasan operasional.
Namun, ”bekerja” dengan pola kerja jarak jauh ternyata tidak mudah baginya. Banyak tantangan tidak terduga: tidak memiliki pengaturan jam kantor yang tepat, Sang Ibu yang sering meneleponnya ketika dia tengah bekerja hingga anjing peliharaannya yang tiba-tiba menggonggong saat dia tengah melakukan panggilan video (video call) atau rapat virtual.
”Anda bekerja, tapi Anda berada di lingkungan sendiri,” ujar Ingram.
Situasi yang dihadapi Ingram kerap dialami siapa pun yang bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19. Situasi ini sudah berlangsung hampir dua tahun. Banyak anak muda lain yang mulai bekerja dalam 18 bulan terakhir tidak pernah menghabiskan waktu kerja mereka di kantor. Bekerja jarak jauh atau dari rumah, work from home (WFH), memang jauh lebih informal. Juga lebih kasual.
Baca Juga: Pandemi Sadarkan Eksekutif Perusahaan Akan Makin Pentingnya Hidup Seimbang
Banyak para pencari kerja, terutama lulusan tahun 2020, meninggalkan sekolah dan memasuki dunia yang kacau, terutama karena peluang kerja terbatas. Memang, dengan pelonggaran pembatasan kegiatan terkait pandemi Covid-19 di banyak tempat, mencari pekerjaan menjadi sedikit lebih mudah. Namun, situasi bekerja tetap saja jauh dari normal.
Banyak pekerja muda mengungkapkan, salah satu yang terpenting dari pola kerja selama pandemi adalah mereka kehilangan suasana kantor. Apalagi, ketika sadar bahwa ”ruang kantor” mereka adalah dinding kamar tidur, yang mungkin berbentuk kotak, dan sudah menjadi kantor mereka selama hampir dua tahun terakhir.
Mereka berharap memiliki lebih banyak kesempatan dalam interaksi sosial sehari-hari dengan rekan-rekan mereka, baik untuk membangun persahabatan maupun untuk mendapatkan masukan dari para mentor atau para senior.
Banyak pekerja muda mengungkapkan, salah satu yang terpenting dari pola kerja selama pandemi adalah mereka kehilangan suasana kantor.
Sohini Sengupta (22) mengakui, dirinya merasa kurang memiliki kebersamaan dalam pekerjaannya. Ada suasana yang hilang.
”Ketika saya mulai bekerja, saya melihat situs web tempat kerja saya dan melihat foto-foto mereka melakukan perjalanan bersama, bersenang-senang di meja biliar di kantor. Sesuatu yang tak pernah saya alami saat ini,” kata Sengupta, yang tinggal di Kalkutta, India, dan bekerja sebagai trainee produksi media, India Today, New Delhi.
Kangen suasana kantor
Di tempat lain, saking kangennya pada suasana interaksi ala kantor, Annabel Redgate (25), yang baru menjalani kariernya di perusahaan konsultan kehumasan, Tank, di Nottingham, Inggris, langsung menghubungi rekan-rekannya untuk bertemu di kafe atau bar saat Pemerintah Inggris mencabut larangan pembatasan kegiatan. Mereka bertemu setelah bekerja untuk sekadar minum dan ngobrol-ngobrol.
Baca Juga: Pascakarantina Orang Tersadar, Pergi-Pulang ke Kantor Ternyata Sehatkan Jiwa
Redgate sedikit lega dan bersukacita, setelah sekian lama menjalani pola kerja WFH, perusahaannya mencoba untuk kembali mengaktifkan kegiatan di kantor. ”Kehumasan adalah industri yang sangat berhubungan dengan interaksi pribadi. Jadi, saya senang dengan suasana di kantor,” tuturnya.
Bagi Maya Goldman (23), jurnalis kesehatan di sebuah media di Washington DC, AS, memulai karier dengan situasi kerja tidak normal seperti saat ini memaksanya berjuang menetapkan batasan bagi diri sendiri.
Baca Juga: Ruang Redaksi, Lebih dari Sekadar Pabrik Kata-kata
”Kini, sulit mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memberi tahu atasan, (pekerjaan) saya sudah selesai malam ini. Atau, kapan saya harus makan siang dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk itu,” katanya.
Upaya manajemen
Beberapa manajemen perusahaan sadar bahwa ada kebutuhan untuk membantu karyawannya, terutama karyawan baru, beradaptasi bekerja dalam situasi tidak normal agar bisa merasa diterima. Manajemen Trevelino/Keller, perusahaan pemasaran di Atlanta, misalnya, mengadakan ritual yang mereka sebut ”Spotify at 9”—karena dilakukan pukul 09.00.
Pada kesempatan itu, mereka semua memainkan lagu yang sama, lalu mendiskusikannya di Slack, platform perbincangan khusus. Mereka juga mengadakan klub buku dan menonton acara bincang-bincang Ted Talk secara virtual.
Dean Trevelino, salah satu pendiri perusahaan itu, menjelaskan, hal itu salah satu upaya manajemen memastikan karyawannya bangun, terutama bagi karyawan baru dan harus bekerja dari rumah, serta tetap merasa menjadi bagian dari perusahaan dan budaya kerjanya.
Acara pertemuan informal dan kasual di luar kantor, seperti kongko-kongko atau bahkan makan bersama, seperti yang dilakukan Liza Streiff, CEO Knopman Marks Financial Training, di rumahnya, juga menjadi interaksi berharga bagi beberapa karyawan barunya.
Selain cara itu, penggunaan buddy-system, menempatkan karyawan senior sebagai teman bagi karyawan baru, juga coba dilakukan di Trevelino/Keller, Like Minded Females Network, dan Knopman Marks. Dialog yang terjadi antara karyawan baru dan lama diharapkan bisa membantu perusahaan dan karyawan berkembang.
Semakin tahan
Menurut Mabel Abraham, profesor di Columbia Business School, belum ada data yang tersedia tentang kemungkinan konsekuensi akibat begitu banyak pekerja muda yang memulai karier dalam suasana bekerja jarak jauh. Sebagian pekerja muda mungkin mengalami kesulitan beradaptasi karena hubungan secara langsung dengan bos dan rekan kerja yang lebih senior terputus.
Namun, Suneet Dua, Chief Product Officer di perusahaan raksasa akuntansi PwC U.S., menduga dampak situasi saat ini akan positif. Positif dalam arti bahwa situasi pandemi ini membangun ketahanan dan kemampuan beradaptasi pada pekerja muda.
”Itulah manfaat terbesar bagi masyarakat kita yang bisa kita bayangkan, yang sekarang ini mungkin belum bisa kita lihat,” kata Dua. ”(Apa) yang akan kita lihat dalam tiga hingga lima tahun akan luar biasa.”
Dalam situasi pandemi seperti sekarang, banyak orang mungkin berpikir, perusahaan-perusahaan teknologi digital akan lebih adaptif di masa pandemi ini. Namun, ternyata tidak sesederhana itu. Perusahaan-perusahaan tersebut juga menghadapi tantangan baru: bagaimana, kapan, dan apakah mereka harus membawa karyawan mereka kembali masuk ke kantor yang sebenarnya telah dirancang sebagai ruang membangun kerja sama tim.
”Saya pikir, periode kerja jarak jauh ini akan berlangsung setengah tahun yang paling menantang dalam karier saya,” ujar Brent Hyder, Chief People Officer Salesforce, produsen peranti lunak, yang memiliki 65.000 karyawan di seluruh dunia. ”Tapi, ternyata tidak. Memulai semuanya kembali seperti semula, seperti seharusnya, terbukti lebih sulit.”
Kapan mulai WFO?
Sebagian besar perusahaan besar di bidang teknologi berkeras bahwa karyawan mereka harus siap bekerja di kantor dua atau tiga hari setiap minggu setelah pandemi berakhir. Alasan utamanya, manajemen percaya bahwa berkumpul bersama dalam sebuah ruang fisik akan memunculkan serta mempertukarkan ide dan inovasi. Ini tidak akan terjadi jika mereka terpisah ruang dan waktu.
Baca Juga: Pasca-Pandemi, Kembali Kerja 9 to 5?
Kepercayaan itu yang menjadi salah satu alasan para raksasa teknologi menggelontorkan dana miliaran dollar ke kampus-kampus perusahaan. Desain gedung dan ruangan dibuat memikat. Berbagai fasilitas yang tidak ditemui di kantor-kantor perusahaan konvensional dan konservatif disediakan. Semua itu untuk mendorong terjadinya pertemuan, perbincangan, diskusi kasual yang diharapkan berbuah ide-ide baru.
Microsoft, misalnya, semula berencana meminta karyawannya untuk masuk kembali ke kantor pada peringataan Hari Buruh, 6 September lalu. Namun, keputusan soal itu diundur hingga Oktober mendatang. Sementara Apple, Google, Facebook, Amazon, dan perusahaan lainnya telah memutuskan menunggu sampai tahun depan.
Menurut Christy Lake, Chief People Officer Twilio, perusahaan peranti lunak, hal itu berlebihan. ”Anda tidak dapat memasukkan kembali jin ke dalam botol dan memberi tahu orang-orang, ’Oh, Anda harus kembali ke kantor atau inovasi tidak akan terjadi’,” ujarnya.
Baca Juga: Sayangi Badan, Jangan Kerja Berlebihan
Gloria Chen, Chief People Officer pada perusahaan peranti lunak Adobe, menambahkan bahwa persahabatan dan kebutuhan untuk memisahkan pekerjaan dari rumah adalah alasan utama untuk segera kembali bekerja di kantor (work from office/WFO). Dia mengatakan, WFH mungkin akan terus terjadi setelah pandemi. ”Tapi, kami juga harus menghargai orang-orang yang datang bersama-sama ke kantor,” katanya.
Lake berharap pengalaman kerja jarak jauh akan membawa perubahan perilaku karyawan di kantor saat mereka kembali, terutama memahami bagaimana sebuah tim seharusnya bekerja sama. ”Saya pikir lebih dari apa pun pilihannya, hal itu akan menyebabkan kita menjadi lebih sadar tentang kapan, mengapa, dan bagaimana kita bersatu (dalam bekerja),” tuturnya. (AP)