Petani India Akhirnya Gapai Puncak Piramida Perjuangan
Perjuangan berdarah-darah para petani India itu akhirnya berpuncak pada pencabutan undang-undang reformasi pertanian oleh parlemen pada 29 November 2021.
Petani India akhirnya merayakan kemenangan setelah lebih dari setahun memprotes reformasi pertanian yang merugikan mereka. Parlemen India, Senin (29/11/2021), mencabut undang-undang yang menjadi pijakan reformasi. Undang-undang ini dinilai menghancurkan pendapatan dan memiskinan petani.
Langkah parlemen India terjadi 10 hari setelah Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan pembatalan tiga UU pertanian yang kontroversial dan memicu gelombang protes petani di seluruh India. Modi dalam pidato di televisi, Jumat (19/11/2021), mengumumkan, parlemen akan mencabut UU pertanian yang telah diprotes dengan pengorbanan jiwa dan raga petani.
Parlemen India yang didominasi partai berkuasa, Bharatiya Janata (BJP), mengesahkan tiga UU pertanian yang baru pada September 2020. Selama ini aturan mengenai pertanian di India mengacu pada Undang-Undang 1966. Saat itu, India sedang mengalami kelaparan hebat sehingga pemerintah harus memastikan setiap orang memiliki akses atas hasil panen.
Baca juga : Massa Petani India Naik Traktor dan Tunggang Kuda Serbu New Delhi
Ketika mengesahkan UU tersebut, Pemerintahan Modi mengatakan, ketiga peraturan itu akan memodernisasi dan memberi energi pada sektor pertanian. Hal itu memungkinkan petani langsung menjual produk mereka di luar pasar grosir yang diatur pemerintah dan langsung kepada pemborong.
Walau demikian, petani mengatakan UU baru itu mengakhiri harga yang dijamin dan memaksa mereka menjual hasil panen dengan harga lebih rendah. Perusahaan besar dinilai akan mendapatkan keuntungan paling besar, meninggalkan para pemain kecil pada belas kasihan pasar bebas. UU itu dikhawatirkan mengancam mata pencarian dan memiskinkan mereka.
Aksi protes
Penentangan dari para petani dimulai dengan berjalan kaki ke New Delhi pada awal November 2020. Saat itu, perjalanan mereka dihadang para petugas keamanan. Mereka lalu berkemah di perbatasan kota New Delhi selama berbulan-bulan di tengah musim dingin yang menggigit.
Kelompok sukarelawan pun turun tangan untuk menyediakan makanan, air, layanan medis, dan bahkan pijat kaki di tenda-tenda demonstran. Protes yang gencar mereka lakukan sejak Januari 2021 dan bulan-bulan selanjutnya telah meninggalkan jejak kematian dan kepahlawanan.
Lihat foto : Menengok Mogok Nasional Petani India
Pada Hari Republik, 26 Januari 2021, demonstrasi di sekitar New Delhi berubah menjadi bentrokan. Seorang petani terbunuh dan belasan orang terluka. Puluhan polisi juga terluka. Di lokasi protes itu, bantuan medis sangat minim.
Situasi kesehatan mental para petani memburuk setelah bentrokan, ketika para petani dipukuli polisi. Petani digambarkan sebagai ”teroris” dan ”antinasional” oleh media arus utama India.
Sukman Dhilon, dokter muda yang telah menjadi sukarelawan dalam waktu lama di perbatasan Tikri, mengatakan, ”Kami memiliki tim yang terdiri dari lima dokter yang siap sedia sepanjang waktu. Namun, kami tidak memiliki fasilitas psikiatri di lapangan.”
Dhilon mengatakan, mereka menerima panggilan telepon dukungan dari seluruh dunia. Namun, depresi dan kecemasan sering terjadi. ”Dalam beberapa kasus, pasien tidak tidur selama berhari-hari. Saya sudah mengamati, lebih dari 40 persen petani bergantung pada antidepresan dan obat tidur.”
Dokter lain yang bekerja di lokasi dan berbicara dengan syarat anonim mengatakan, dia bertemu seorang petani dengan serangan kecemasan dan detak jantung yang meningkat. Dia sedang memikirkan utangnya dan mencoba bunuh diri. ”Saya menasihatinya dan menghubungkannya dengan psikolog di luar negeri untuk perawatan yang lebih baik,” kata dokter itu.
Antara Maret dan April 2021, ribuan petani India berbondong-bondong ke Desa Singhwal, di wilayah Haryana di India utara. Mereka ingin menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Karamveer Singh, pengunjuk rasa yang kini dikenal sebagai pahlawan petani India.
Singh, petani kecil berusia 52 tahun yang memiliki sekitar 2 hektar tanah, adalah peserta aktif dalam protes yang telah berlangsung lama itu. Dia bersama puluhan ribu petani lainnya di India utara aktif menentang tiga UU pertanian yang diperkenalkan pemerintah pimpinan BJP.
Pada 6 Februari 2020, Singh ditemukan tergantung di pohon di perbatasan antara Provinsi Haryana dan New Delhi. Lokasinya berjarak sekitar 106 kilometer dari desanya dan merupakan pusat aksi protes terbesar. Bunuh diri Singh hanyalah satu di antara ratusan gerakan petani.
Gerakan protes petani India untuk merespons UU pertanian yang dikhawatirkan akan menghancurkan struktur dukungan, yang secara tradisional mengamankan pendapatan minimum petani. Mereka takut dominasi perusahaan besar atas pertanian di India dan hilangnya kemampuan mereka untuk mencari nafkah.
Liberalisasi pertanian atau pasar bebas, itulah roh UU pertanian yang diprotes para petani. Menurut Foreign Policy, dalam bulan-bulan berikutnya sejak kematian Singh, ada 654 petani meninggal di sejumlah lokasi di sekitar New Delhi. Walau begitu, mereka tidak mau menyerah sampai UU tersebut akhirnya secara resmi ditarik.
Baca juga : Petani India Menuntut Jaminan Harga Pembelian Minimum
Anuroop Kaur Sandhu, tutor di Universitas Delhi yang berasal dari komunitas petani, telah mencatat kematian di blognya, ”Human Cost of Farmers Protests”. Samyukt Kisan Morcha (atau Front Petani Bersatu), sebuah koalisi serikat petani yang memainkan peran kunci dalam protes, juga telah mengumpulkan data jumlah kematian petani selama protes.
Dorongan bunuh diri
Sebagian besar kematian disebabkan oleh faktor alam, seperti diabetes dan serangan jantung. Namun, 33 kematian terjadi akibat bunuh diri. Kebuntuan atau keterpurukan ekonomi sering mendorong bunuh diri. Angka kematian akibat bunuh diri dilihat sebagai simbol besarnya perjuangan petani demi mencapai tujuan aksi mereka.
Lebih dari sebulan sejak Singh bunuh diri, orang-orang masih mengunjungi keluarganya. Jalan-jalan menuju rumahnya dipasangi poster dirinya untuk memandu orang yang berkunjung. Desanya juga dikenal sebagai ”Shaheed Karamveer ka gaon”, artinya desa pahlawan Karamveer.
Putri Karamveer, Diksha (15), mengatakan, ayahnya ingin dia menjadi polisi. ”Saya akan memenuhi mimpinya dan membuatnya bangga. Saya akan memperjuangkan kebenaran,” katanya. Dia percaya ayahnya mengorbankan hidupnya untuk tujuan yang lebih besar. Dia ingin menjadi seperti ayahnya yang mengutamakan kepentingan rakyat.
Karamveer bukan satu-satunya pahlawan. Rajbir Singh, petani berusia 48 tahun dari Hisar di Haryana yang menanam gandum di lahan seluas dua hektar. Dia ditemukan tewas di lokasi protes. Dia meninggalkan catatan bunuh diri yang ditujukan kepada pemerintah.
”Ayah saya seorang petani kecil, dan UU pertanian yang baru akan membuat hidup kami seperti neraka. Jadi dia pikir lebih baik mengakhiri hidupnya,” kata Manjeet, putranya yang berusia 22 tahun.
Pahlawan yang mati untuk kepentingan umum memiliki daya tarik budaya yang kuat di India, yakni merentang kembali ke tokoh-tokoh yang mengorbankan dirinya dalam perjuangan kemerdekaan dari jajahan Inggris. Para pahlawan secara individu sering kali memiliki pengikut sendiri.
Bhagat Singh, anggota perlawanan yang dieksekusi pada usia 23 tahun karena membunuh seorang perwira polisi Inggris, adalah pahlawan khusus di Haryana dan Punjab, tempat sebagian besar pengunjuk rasa bermarkas. Para pahlawan dipandang mengorbankan diri demi kebaikan bangsa atau masyarakat.
Lihat foto : Petani India Terus Berdemo, Aksi Solidaritas hingga Amerika Serikat
Protes para petani dari India ini juga mendapat banyak perhatian dari panggung internasional. Aktivis Greta Thunberg dan penyanyi pop Rihanna juga mendukung mereka di akun Twitter masing-masing. Perjuangan dengan peluh, darah, jiwa, dan raga, sebagai landasan piramida perjuangan para petani itu akhirnya berpuncak pada pencabutan UU itu oleh parlemen pada 29 November 2021.
Sebelumnya, sejumlah politisi bersikeras UU itu baik untuk petani dan takkan dicabut. Pemerintah Modi bersikeras bahwa UU baru, yang akan membuka jalan ke deregulasi pasar dan lebih banyak kontrol sektor swasta dalam pertanian, sangat dibutuhkan untuk memodernisasi pertanian India.
Kini, perubahan sikap pemerintahan Modi dan parlemen yang mencabut UU pertanian itu dilihat serikat pekerja pertanian sebagai kemenangan besar, walau sesungguhnya pencabutan UU itu tidak langsung dapat diimplementasikan. Masih perlu teken presiden terlebih dahulu.
Pada Senin (29/11/2021), para petani yang gembira langsung berpawai keliling New Delhi. Seperti dalam pawai sebelumnya, ribuan petani itu bersuka ria sambil naik traktor, jip, bahkan bus, dengan mengibarkan bendera hijau dan putih untuk merayakan kemenangan.
Rakesh Tikait, pemimpin petani, mengatakan bahwa mereka membutuhkan jaminan pemerintah atas harga produk pangan penting, seperti gandum dan beras. Jaminan dimaksud adalah sistem yang diperkenalkan pada 1960-an untuk membantu India menopang cadangan dan mencegah kekurangan pangan.
Menurut Voice of America, lebih dari 50 persen penduduk India bergantung pada sektor pertanian untuk mencari nafkah. Pertanian menyumbang sekitar 15 persen dari ekonomi India senilai 2,7 triliun dollar AS.
Alasan pemilu
Petani telah membentuk salah satu blok suara paling berpengaruh di India. Keputusan Modi membatalkan UU baru itu muncul menjelang pemilihan awal tahun depan di Uttar Pradesh dan Punjab. Dua wilayah itu merupakan penghasil pertanian yang signifikan. BJP ingin meraih dukungan di sana.
Uttar Pradesh adalah basis dukungan BJP. Dukungan terhadap Modi berada di bawah tekanan karena krisis ekonomi akibat pandemi. Jika petani meninggalkan BJP, kecil kemungkinan BJP membentuk pemerintahan kedua di Uttar Pradesh. Peluang BJP meraih mayoritas suara dalam pemilu nasional 2024 pun menjadi sangat tipis.
Analis politik mengatakan, pemilu yang akan datang ini adalah alasan utama di balik langkah mengejutkan untuk menarik reformasi pertanian yang tidak populer. Namun, terlalu dini untuk mengatakan apakah langkah itu akan berhasil. Setelah UU pertanian dicabut, protes mereda. Namun, warisan rasa sakit dan kepahlawanan tetap ada.
Pemerintah di mana pun, termasuk di Indonesia, diharapkan dapat mengambil kebijakan propetani karena bagaimanapun kita masih bergantung pada sektor pertanian. Tulang punggung ketahanan pangan ada pada petani. (AP/AFP/REUTERS)