Petani India Menuntut Jaminan Harga Pembelian Minimum
Protes massa pentai India dipicu pengesahan undang-undang pemasaran produk pertanian.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
AP PHOTO/ALTAF QADRI
Seorang petani pengunjuk rasa memegang plakat di jalan raya utama. Mereka menuntut pemerintah mempertahankan aturan harga pembelian minimum. Aksi ini digelar di perbatasan Negara Bagian Delhi-Haryana, India, 28 November 2020. Protes itu dipicu pengesahan undang-undang pemasaran produk pertanian.
NEW DELHI, SABTU — Unjuk rasa petani India memasuki hari ketiga pada Sabtu (28/11/2020). Mereka menuntut pemerintah mempertahankan aturan harga pembelian minimum.
Mayoritas dari ribuan petani yang berunjuk rasa berasal dari Punjab dan Haryana. Petani dari Uttar Pradesh, Rajasthan, Madhya Pradesh, dan Uttarakhand juga ikut dalam gerakan yang disebut sebagai Delhi Chalo itu.
Protes itu dipicu pengesahan undang-undang pemasaran produk pertanian. Dalam UU yang disahkan pada September 2020, pemerintah tidak lagi menetapkan harga minimum untuk pembelian hasil panen. Harga sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar.
Rombongan pengunjuk rasa terpecah di dalam dan luar negeri. Setelah bentrok pada Jumat sore, polisi mengizinkan sebagian petani memasuki ibu kota India.
Selain yang sudah berkumpul di Delhi dan sekitarnya, rombongan pengunjuk rasa masih terus berdatangan dari Punjab. Bersama Haryana, Punjab termasuk negara bagian India yang mengandalkan pertanian sebagai salah satu penggerak utama pertanian.
AP/Anand Mangnale
Jalur transportasi darat di perbatasan Haryana-New Delhi lumpuh akibat aksi unjuk rasa petani, Kamis (26/11/2020).
Di Punjab dan Haryana, unjuk rasa sudah berlangsung sejak Oktober 2020. Selama beberapa waktu terakhir, sebagian petani menduduki rel untuk menghentikan layanan kereta api demi menarik perhatian pemerintah. Karena tidak ada perubahan peraturan, organisasi petani memutuskan berunjuk rasa New Delhi, ibu kota India.
Menteri Pertanian India Narenda Singh Tomar mengatakan, pemerintah telah menawarkan dialog lanjutan dengan para tokoh petani. Dialog direncanakan pada 3 Desember 2020. ”Kami telah berbicara sebelumnya dan akan berbicara lagi,” ujarnya.
Kami memperjuangkan hak. Kami tidak akan berhenti sampai mencapai ibu kota dan mendesak pemerintah membatalkan peraturan jahat ini.
Pemerintah beralasan, aturan baru menjadi dasar untuk mereformasi pertanian. Dengan UU baru, petani dibebaskan memasarkan hasil panen dan memungkinkan investasi masuk ke sektor. Investasi disebut bisa memacu produksi pertanian.
Sampai sekarang, petani belum menanggapi tawaran dialog pada pekan depan. Petani hanya menuntut pencabutan aturan. ”Kami memperjuangkan hak. Kami tidak akan berhenti sampai mencapai ibu kota dan mendesak pemerintah membatalkan peraturan jahat ini,” kata salah satu tokoh petani, Majhinder Singh Daliwal.
AP PHOTO/ALTAF QADRI
Massa petani yang terlibat unjuk rasa menyimak seorang yang berpidato ketika mereka memblokade jalan raya utama dan menolak untuk pindah, kecuali mereka diizinkan untuk melanjutkan aksi protes di perbatasan Negara Bagian Delhi-Haryana, India, Sabtu, November.
Mereka semakin semangat karena tokoh oposisi dan sebagian anggota koalisi Perdana Menteri India Narendra Modi juga mengecam UU itu. Mereka menyebut UU itu lebih menguntungkan perusahaan dan merugikan petani.
Pertanian sektor penting karena hampir separuh penduduk India menjadi petani, penggarap, ataupun pemilik lahan. Meski demikian, porsi pertanian pada perekonomian India hanya 15 persen.
Desakan politisi
Partai Kongres, kubu oposisi di India, memprotes cara pemerintahan Modi menangani unjuk rasa. Ketua Partai Kongres Priyanka Gandhi Vadra menyebut, pemerintahan Modi memberi perlakuan istimewa kepada pemilik modal dan menyambut dengan karpet merah. Sementara bila petani datang, aparat menutup jalan.
Tokoh lain di Partai Kongres, Rahul Gandhi, mengunggah foto aparat memukul salah seorang pengunjuk rasa. Ia memprotes perlakuan itu. Ia menyebut, aparat telah melupakan tradisi lama yang menghargai petani.
Sementara Menteri Besar Punjab Amarinder Singh mendesak pemerintahan Modi mendengar aspirasi petani. ”Suara petani tidak bisa diabaikan begitu saja,” ujarnya.
AP/Anand Mangnale
Banyaknya petani yang turun aksi dengan tidak memperhatikan protokol kesehatan menjadi kekhawatiran tersendiri sejumlah kalangan di tengah tingginya angka kasus infeksi Covid-19 di India yang telah mencapai lebih dari 7 juta kasus, 27 November 2020.
Punjab paling berkepentingan dengan unjuk rasa itu. Sebab, sebagian besar pengunjuk rasa datang dari Punjab. Sejak Kamis, berbagai rombongan petani bergerak dari Punjab ke New Delhi dengan menaiki mobil dan traktor. Konvoi para petani itu masih terus berlanjut dan belum ada tanda-tanda unjuk rasa akan mereda.
Sementara Menteri Besar India Manohar Lar Khattar menuding sejumlah politisi dan organisasi tertentu di Punjab mensponsori unjuk rasa. Sebelum akhirnya tiba di New Delhi, rombongan dari Punjab terlibat bentrok di Haryana. Akibatnya, situasi di Haryana memanas.
Khattar menuding Menteri Besar Punjab menolak berkomunikasi dengan Haryana. ”Kami menghubungi sampai tujuh kali. Staf dia selalu berdalih dia sedang sibuk. Menyedihkan untuk pertama kali ada menteri besar kesulitan berbicara dengan sesama menteri besar,” ujar Khattar sebagaimana dikutip Indian Express.
Kepolisian Haryana bentrok dengan pengunjuk rasa pada Kamis dan Jumat. Bentrokan terjadi karena aparat berusaha menyegat konvoi terus bergerak ke Delhi. Setelah gagal mencegat, polisi mengizinkan sebagian pengunjuk rasa melanjutkan konvoi ke New Delhi.
Sejak India memberlakukan isolasi total untuk pengendalian laju infeksi Covid-19, baru kali ini ada unjuk rasa besar-besaran. Para petani mengaku sudah tidak tahan dengan keputusan pemerintah.
AP/Anand Mangnale
Sebagai upaya untuk menenangkan protes para petani, Pemerintah India akan memanggil para perwakilan petani untuk melakukan negosiasi putaran kedua pada 3 Desember mendatang setelah putaran pertama bulan lalu gagal menghasilkan kesepatan, 27 November 2020.
Unjuk rasa petani kerap terjadi di India. Sebagian besar tuntutannya terkait harga panen, subsidi kredit pertanian, dan pengelolaan irigasi. India termasuk salah satu negara penghasil beras terbesar di bumi.
Sebab, beras adalah makanan pokok bagi negara berpenduduk 1,3 miliar jiwa itu. Selain untuk kebutuhan dalam negeri, sebagian padi hasil pertanian India diekspor ke sejumlah negara.
Meski jumlah mereka ratusan juta jiwa, petani tidak punya posisi tawar politik yang penting. Partai penguasa India, BJP, mengandalkan suara pemilih perkotaan untuk mempertahankan kendali di parlemen nasional India.
Pengabaian suara petani tecermin dari proses penyusunan UU Pemasaran Produk Pertanian. Petani menuding UU itu disusun tanpa melibatkan petani secara optimum sehingga petani tidak punya waktu dan ruang memadai untuk menyampaikan aspirasinya. (AP/AFP)