Pengalaman Traumatis Picu Solidaritas untuk Lawan Pandemi
Meski miskin, Puerto Riko, negara di bawah Amerika Serikat, berhasil melawan pandemi Covid-19. Kunci keberhasilannya ada pada solidaritas antarwarga dan penggunaan sains.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Menjadi negara miskin dengan sistem layanan kesehatan yang kurang memadai karena anggaran tak mencukupi tidak menghalangi upaya Puerto Riko melawan pandemi Covid-19. Upayanya berhasil. Padahal, bukan hanya sistem kesehatan yang kurang memadai, tingkat kemiskinan pun tinggi. Bahkan, masih banyak infrastruktur yang hingga saat ini masih hancur akibat diterjang badai tahun 2017.
Dengan segala macam kesulitan seperti itu, Puerto Riko mampu mengendalikan Covid-19. Kunci keberhasilannya terletak pada dua faktor, yakni jalinan semangat solidaritas antarwarga yang sudah ditempa setelah diterjang setidaknya dua badai. Faktor kedua adalah penanganan kesehatan masyarakat yang tidak ternoda dengan polarisasi politik seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Untuk program vaksinasi saja, jumlah warga yang sudah divaksin penuh mencapai 74 persen dari 3,2 juta jiwa. Jumlah ini lebih tinggi ketimbang AS yang baru mencapai 58 persen. Puerto Riko juga sudah melampaui negara-negara bagian timur laut AS yang kaya dan liberal, seperti Massachusetts dan Vermont. ”Semua orang seharusnya divaksin tanpa kecuali. Kita harus menjaga diri kita sendiri dan menjalani hidup sebaik mungkin,” kata Jose de Jesus (74), seorang pensiunan pegawai Puerto Riko.
Karena upayanya ini, Puerto Riko berhasil melawan Covid-19. Kasus harian saat ini sekitar tiga kasus per 100.000 orang. Bandingkan dengan AS yang sekitar 22 kasus per 100.000 orang dan angka kematian 0,1.
Keberhasilan Puerto Riko ini di luar dugaan mengingat kondisi Puerto Riko yang serba berkekurangan. Tingkat kemiskinan di Puerto Riko mencapai 43 persen atau dua kali lipat dibandingkan Mississippi, negara bagian termiskin di AS. Pemerintah Puerto Riko juga masih menghadapi krisis finansial. Sejak 2005 Pemerintah Puerto Riko sudah melakukan penghematan ketat demi mengurangi utang yang membengkak.
Penderitaan Puerto Riko kian berat ketika badai Maria menerjang tahun 2017 hingga menewaskan 3.000 orang. Korban tewas mencapai ribuan karena pemerintah yang tak memiliki sumber daya kuat untuk membantu warganya. Tanggap bencananya pun buruk. Badai Maria datang kurang dari sebulan setelah badai Irma datang. Setelah dua bencana itu, pada tahun 2019 meledaklah unjuk rasa besar-besaran hingga membuat Gubernur Ricardo Rossello mengundurkan diri.
Tantangan yang dihadapi rakyat tak berhenti di situ. Badai seakan belum cukup membuat rakyat menderita. Pada Januari 2020, gempa bumi kembali menghancurkan sekitar 8.000 rumah.
”Saya tidak bisa tidur. Saya selalu berpikir pandemi ini pasti tidak akan ditangani dengan baik lagi seperti ketika ada badai Irma dan Maria,” kata Monica Feliu Mojer, juru bicara Ciencia Puerto Riko, lembaga nirlaba yang bekerja dalam advokasi sains.
Namun, ingatan akan bencana-bencana ini justru membuat masyarakat bersatu dan bekerja sama menangani pandemi. Ini terlihat dari program vaksinasi yang dimulai pemerintah pada Desember 2020. Selang beberapa pekan kemudian, kelompok-kelompok profesional, rumah sakit, perguruan tinggi, perusahaan swasta, dan organisasi nirlaba bersama-sama ikut mendorong kampanye program vaksinasi Covid-19.
Trauma pada badai Maria rupanya telah menyiapkan mental rakyat Puerto Riko dalam menghadapi pandemi Covid-19. Organisasi nonpemerintah VOCES sudah menyuntikkan 378.000 dosis sejak Januari lalu. Menurut pendirinya, Lilliam Rodriguez, organisasi yang berdiri tahun 2013 itu mulai mengubah misinya setelah badai menghancurkan simpanan vaksin Puerto Riko. VOCES tidak hanya mengadvokasi imunisasi, tetapi juga menerima vaksin dan bantuan dana serta mengerahkan sukarelawan untuk memvaksin warga.
”Segala bencana alam itu rupanya menyiapkan kita untuk mengembangkan ketrampilan sebagai penanggap pertama untuk urusan kesehatan masyarakat dan vaksinasi. Apa yang kita lakukan sekarang ini sama persis dengan yang kita lakukan setelah badai Maria,” ujarnya.
Ada lagi kunci keberhasilan vaksinasi di Puerto Riko. Tidak seperti di AS, Puerto Riko tidak mempolitisasi kebijakan dan strategi penanganan pandemi. Di AS, terbukti ada hubungan antara warga, partai politik, dan keinginan mereka untuk divaksin. Ini tidak terjadi di Puerto Riko. Semangat kebersamaan dan solidaritas itulah yang memungkinkan pemerintah mengambil tindakan pencegahan yang lebih tegas selama musim panas saat kasus Covid-19 sedang sangat tinggi gara-gara varian Delta.
Pemerintah memberlakukan kebijakan ketat seperti kewajiban mengenakan masker dan vaksinasi atau bukti negatif dari hasil uji tes PCR yang harus ditunjukkan pegawai pemerintah setiap pekan. Ketentuan yang juga diberikan kepada para pelaku usaha restoran dan tempat olahraga. Meski kebijakannya terbilang ketat, tidak ada yang protes. ”Kunci keberhasilannya ada pada kombinasi sains dan solidaritas,” kata Feliu Mojer. (AFP)