Lebanon kini semakin terpukul akibat krisis hubungan dengan empat negara Arab kaya di Teluk. Posisi Lebanon semakin sulit karena Arab Saudi juga menjatuhkan sanksi ekonomi.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Negeri Lebanon dengan penduduk hampir 7 juta jiwa berada dalam posisi paling sulit saat ini. Negeri yang sudah lama dililit krisis ekonomi akut, kini semakin terpukul akibat krisis hubungan dengan empat negara Arab kaya di Teluk, yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, dan Bahrain.
Padahal, perekonomian Lebanon selama ini sangat bergantung pada hubungan perdagangan dengan negara-negara tersebut.
Krisis hubungan dipicu pernyataan Menteri Penerangan Lebanon George Kordahi dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Lebanon yang disiarkan pada Senin (25/10/2021). Dalam wawancara itu, ia mengecam serangan militer Arab Saudi ke Yaman dan menyebut kelompok Al-Houthi di Yaman membela diri dari agresi militer Arab Saudi.
Arab Saudi marah besar atas pernyataan Kordahi. Arab Saudi langsung menarik duta besar dari Lebanon dan meminta dubes Lebanon untuk Arab Saudi meninggalkan Riyadh dalam kurun waktu 24 jam. Reaksi cukup keras dari Arab Saudi langsung disusul UEA, Kuwait, dan Bahrain yang juga menarik dubesnya dari Lebanon. Ketiganya pun meminta dubes Lebanon di negara masing-masing segera pergi. Posisi Lebanon semakin sulit karena Arab Saudi juga menjatuhkan sanksi ekonomi atas Lebanon dengan membekukan hubungan perdagangan kedua negara.
Pakar ekonomi Lebanon, Waleed Abu Soleiman, kepada stasiun televisi Al Jazeera, Jumat (29/10/2021), mengatakan, sanksi ekonomi itu bisa berdampak melumpuhkan industri pertanian dan makanan Lebanon yang selama ini banyak diekspor ke Arab Saudi dan negara-negara Arab Teluk.
Pada 2019, nilai ekspor Lebanon ke Arab Saudi 282 juta dollar AS dan pada tahun 2018 sebesar 212 juta dollar AS. Adapun ekspor Lebanon ke UEA pada tahun 2018 sebesar 450 juta dollar AS.
Arab Saudi dan UEA merupakan dua negara importir paling besar dari Lebanon. Nilai impornya 23 persen dari keseluruhan ekspor Lebanon ke seluruh dunia. Karena itu, aksi Arab Saudi dan UEA membekukan aktivitas impornya dari Lebanon akan menyebabkan Lebanon kehilangan 23 persen pangsa pasar ekspornya.
Selain itu, Arab Saudi memiliki investasi cukup besar di sektor pariwisata, perhotelan, dan media di Lebanon.
Sikap keras
Mengapa Arab Saudi mengambil sikap keras terhadap Lebanon? Arab Saudi lebih melihat kasus Kordahi sebagai bagian dari perang proksi dengan Iran di Lebanon.
Kordahi ditunjuk sebagai Menteri Penerangan Lebanon pada pemerintahan Perdana Menteri Najib Mikati yang baru terbentuk pada 10 September 2021, mewakili faksi politik Gerakan Marada yang didirikan oleh Suleiman Frangieh. Dalam peta politik Lebanon, Gerakan Marada berada dalam kubu pro-Iran bersama Hezbollah, Gerakan Syiah Amal, dan Gerakan Kebebasan Patriotik (FPM) pimpinan Michel Aoun yang sekarang menjabat sebagai Presiden Lebanon.
Kordahi bisa menjabat menteri penerangan dalam kabinet PM Mikati karena dukungan kuat dari Hezbollah. Karena itu, Arab Saudi melihat pernyataan Kordahi sebagai suara Iran di Lebanon.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhat dalam wawancara dengan stasiun televisi Al Arabya, Sabtu (30/10), secara jelas mengatakan, krisis hubungan Arab Saudi-Lebanon saat ini akibat dari hegemoni loyalis Iran di pentas politik Lebanon.