KTT ASEAN Tak Jawab Sebagian Persoalan Konkret Kawasan
Selain persaingan negara besar di kawasan, masalah yang belum tuntas terjawab adalah yang terkait pandemi Covid-19. ASEAN juga belum bisa menjawab masalah Myanmar.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang berakhir pada Kamis (28/10/2021) belum menjawab sebagian persoalan nyata kawasan. Para pemimpin ASEAN hanya bersepakat sebagian terkait pandemi Covid-19.
Peneliti International University of Japan, Arianto Hartono, mengatakan, KTT ASEAN 2021 lebih fokus ke masalah internal. Karena itu, masalah seperti persaingan negara besar di kawasan tidak terlalu menjadi perhatian dalam KTT kali ini. ”Masalah internal selalu merepotkan ASEAN,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Forum Kajian Pembangunan dan ANU Indonesia Project, Kamis (28/10/20210).
Salah satu masalah internal ASEAN saat ini adalah krisis Myanmar selepas kudeta 1 Februari 2021. ”Situasi di Myanmar amat memprihatinkan. Dampaknya amat buruk bagi kawasan, kredibilitas ASEAN, serta warga Myanmar,” kata Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn.
Sebagai Ketua ASEAN 2022, Kamboja sudah mengisyaratkan akan terus berusaha mencari solusi krisis Myanmar. Kamboja akan segera menunjuk utusan khusus baru menggantikan Erywan Yusof sebagai Utusan Khusus ASEAN pilihan Ketua ASEAN 2021, Brunei Darussalam.
Sokhonn menegaskan, bantuan ASEAN untuk menyelesaikan krisis Myanmar bukan pelanggaran prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri anggota ASEAN. Bantuan itu justru penghormatan terhadap prinsip-prinsip yang tercantum di Piagam ASEAN.
Sejumlah diplomat menyebut, pemimpin Myanmar hampir dipastikan tidak diundang dalam pertemuan ASEAN-Uni Eropa beberapa pekan mendatang. Sebab, ada keberatan dari Brussels. Sementara untuk pertemuan ASEAN-China, belum diketahui apakah pemimpin junta akan diundang atau tidak.
Para Menteri Luar Negeri ASEAN, yang sekaligus anggota Dewan Koordinasi ASEAN (ACC), memutuskan tidak mengundang perwakilan politik Myanmar dalam KTT 2021. Peneliti utama program Asia Tenggara pada ISEAS Yusof Ishak Institute, Hoang Thi Na, mengatakan, keputusan para menlu itu sesuai dengan kerangka hukum ASEAN. Akan sia-sia jika junta Myanmar mempersoalkannya.
Marah atas keputusan itu, junta memutuskan sama sekali tidak mengutus siapa pun di KTT 2021. Sementara pelaksana tugas Presiden Myanmar versi kubu oposisi, Duwalashi La, menyesalkan keputusan ASEAN tidak mengundang pemerintahan bentukan oposisi.
Peneliti Lee Kuan Yew School of Public Policy, Evan Laksmana, mengatakan bahwa sikap ASEAN soal Myanmar kini lebih bersatu. Mereka sepakat menekan junta. Sayangnya, menurut Evan, KTT ASEAN kali ini tidak secara spesifik menyediakan solusi untuk persaingan negara besar di kawasan. Padahal, bentuk persaingan semakin nyata. Meski tidak baru, persaingan negara besar di kawasan sudah melibatkan perlombaan senjata selama belasan tahun terakhir.
Amerika Serikat bersama sekutunya dan tentu saja China terus mengerahkan kapal-kapal bertenaga dan bersenjata nuklir ke Asia Tenggara. Washington terus membentuk aliansi untuk menghadang China. Kompetisi ini pun melibatkan banyak negara besar dan menengah.
”Kompetisi AS-China di kawasan dipengaruhi persaingan China-Jepang,” kata Arianto. Sebagai negara yang lebih dulu hadir di kawasan, pengaruh Jepang di Asia Tenggara masih meluas walau terus menurun. Selain perdagangan dan investasi, Jepang juga mempertahankan pengaruhnya lewat hibah pembangunan dari ODA atau pinjaman dari JICA.
Selain persaingan negara besar, masalah yang belum tuntas terjawab adalah yang terkait pandemi Covid-19. Hingga KTT selesai, para pemimpin ASEAN belum menyepakati mekanisme pembukaan perbatasan di antara sesama negara mereka.
Padahal, pembukaan telah diupayakan lebih dari setahun. Para pemimpin ASEAN hanya bersepakat soal pembentukan cadangan obat dan peralatan medis untuk penanganan pandemi di masa mendatang. Dana cadangan akan ditanggung bersama 10 anggota ASEAN serta bantuan dari para mitra ASEAN. (REUTERS/RAZ)