Korsel Berambisi Jadi Pemimpin Global Industri Alutsista
Korea Selatan berniat menjadi pemimpin industri persenjataan global. Pengembangan aneka jenis senjata mutakhir dilakukan di tengah memanasnya perlombaan senjata di Semenanjung Korea.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
SEOUL, RABU — Korea Selatan akan terus meningkatkan anggaran dan belanja persenjataan dengan alasan untuk menjaga perdamaian dan kestabilan kawasan. Pada saat yang sama, Korea Utara akan terus menguji coba persenjataan dan mengembangkan hulu ledak nuklir jika terus ditekan dan diembargo oleh dunia.
”Pertahanan adalah hal penting. Perdamaian akan tercapai apabila kita memiliki pertahanan yang baik,” kata Presiden Korea Selatan Moon Jae-in di Seoul, Rabu (20/10/2021), seperti dikutip kantor berita Yonhap.
Moon menghadiri Pameran Kedirgantaraan dan Pertahanan Internasional (ADEX). Ia bahkan datang ke lokasi pameran dengan mengendarai jet tempur FA-50. Ini adalah jet dengan kecepatan supersonik buatan Korsel dan diharapkan bisa menjadi ekspor persenjataan utama negara tersebut.
Setidaknya 440 perusahaan dari 28 negara berpartisipasi dalam ADEX. Sekitar 300 pejabat pemerintah, militer, dan pertahanan dijadwalkan hadir dalam pameran yang berlangsung hingga Sabtu ini.
Korsel terus mengembangkan industri alat utama sistem persenjataan (alutsista). Berdasarkan kajian Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, ekspor senjata Korsel pada periode 2016-2020 meningkat 210 persen dibandingkan periode 2011-2015.
Pemerintah Korsel berniat menggunakan 80 persen anggaran persenjataan untuk memperkuat suplai domestik. Anggaran untuk lokalisasi produksi peranti alutsista juga akan dinaikkan empat kali lipat. Mereka menginginkan agar industri dalam negeri bisa memproduksi alutsista mulai dari senjata, kendaraan, pesawat nirawak, robot, sistem kecerdasan buatan, dan perangkat antariksa.
Pada September 2021, Korsel menguji coba rudal yang diluncurkan dari kapal selam Dosan Ahn Changho. Korsel merupakan satu-satunya negara yang tidak memiliki senjata nuklir, tetapi memiliki rudal dari kapal selam.
Korsel juga masuk daftar negara dalam fase riset untuk pengembangan senjata hipersonik. Sementara Korea Utara mengklaim telah menguji coba rudal hipersonik pada September lalu. Senjata hipersonik dianggap sebagai senjata strategis generasi lanjut yang akan menggantikan mekanisme persenjataan tradisional.
”Kita harus menunjukkan tidak takut terhadap ancaman dan provokasi Korea Utara,” kata Moon.
Trilateral
Perwakilan Korsel, Rabu, menggelar pertemuan trilateral dengan para wakil dari Jepang dan Amerika Serikat guna membahas situasi persenjataan nuklir di Semenanjung Korea. Hal ini membuat Korut semakin terprovokasi.
Kantor berita Korut, KCNA, mengabarkan bahwa angkatan laut negara itu menembakkan rudal dari kapal selam pada Selasa (19/10/2021). Rudal ini mampu mencapai ketinggian 60 kilometer dan jarak 590 kilometer. Korsel dan AS berusaha mencari tahu apakah rudal itu ditembakkan dari kapal selam atau pangkalan militer. Jawabannya terkonfirmasi dari laporan KCNA.
”Korsel dan AS menyuruh kita berhenti mengembangkan nuklir dan persenjataan. Akan tetapi, mereka sendiri tetap melakukannya. Ini standar yang munafik,” kata Pemimpin Korut Kim Jong-un.
Menurut dia, Korut justru berusaha melindungi diri karena Korsel dan AS terus memanas-manasi suasana. Kim menuturkan, tidak adil apabila Korut diminta menghentikan pengembangan senjata nuklir dan diberi sanksi embargo ekonomi oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, sementara AS, Rusia, dan China boleh memiliki persenjataan nuklir.
Setelah Perang Dunia II, dunia sepakat tidak memakai senjata nuklir karena akan memakan jutaan korban jiwa dan memusnahkan kehidupan di Bumi. Pada tahun 1968 dibuat Perjanjian Nonproliferasi Nuklir yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Sebanyak 187 negara menandatanganinya dan sepakat tidak akan mengembangkan persenjataan nuklir.
Terdapat lima negara yang ketika itu sudah memiliki senjata nuklir, yakni AS, China, Rusia, Inggris, dan Perancis. Mereka berjanji senjata ini hanya untuk penelitian, tidak diperjualbelikan teknologinya, tidak dipakai dalam konflik, dan secara bertahap akan dilucuti.
Negara-negara lain boleh mengembangkan nuklir maupun membeli teknologi nuklir dari kelima negara tersebut selama tidak untuk konflik. Pemakaiannya dibatasi, seperti untuk pembangkit listrik dan radiologi.
Korut mundur dari perjanjian ini. Sebagai negara dengan ekonomi yang defisit, dunia khawatir Korut akan menjual senjata nuklirnya ke pihak lain, misalnya negara yang berkonflik, kelompok teroris, bahkan organisasi kriminal. Oleh sebab itu, Dewan Keamanan PBB meminta agar Korut masuk perjanjian enam negara, yaitu lima negara pemilik senjata nuklir plus Korut, dan berjanji membatasi pengembangan teknologi nuklirnya.
Syarat ini ditolak Korut. Akibatnya, negara ini kian terisolasi secara sosial, politik, dan ekonomi. Hampir semua negara di dunia mengembargo ekonomi Korut.
Dialog
AS mengecam penembakan rudal dari kapal selam Korut itu. Meskipun demikian, juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, mengungkapkan, AS tetap meminta agar Korut mau berdialog dengan mereka secara baik-baik. Proses dialog ini dijanjikan tanpa syarat selama Korut mau bertemu.
Bahkan, Menteri Luar Negeri Korsel Chung Eui-yong ketika rapat dengan parlemen mengatakan akan mempertimbangkan untuk meringankan embargo atas Korut. ”Tidak tertutup kemungkinan Korsel mencabut embargo sepenuhnya jika Korut berjanji tidak mengembangkan senjata nuklir,” ujarnya.
Jerman mengecam uji coba rudal Korut serta meminta Korut mematuhi hukum internasional dan segera memulai dialog. AS dan Inggris berencana membahas perkembangan terbaru uji coba senjata Korut dalam forum Dewan Keamanan PBB pada Rabu waktu New York. (AP/AFP/REUTERS)