Menjelang pertemuan trilateral AS, Jepang, dan Korea Selatan tentang pengembangan nuklir, Korea Utara menguji coba rudal balistik. Hingga saat ini, pembicaraan nuklir masih terhenti.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Korea Utara menembakkan rudal balistik ke laut di timur Semenanjung Korea, Selasa (19/10/2021) pagi waktu setempat. Menurut dugaan, tembakan ini merupakan provokasi terhadap dialog trilateral Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat yang akan dilakukan pada Rabu (20/10/2021) dini hari waktu Indonesia atau Selasa waktu AS.
Berdasarkan keterangan kantor berita Korea Selatan, Yonhap, rudal itu memiliki kemampuan terbang setinggi 60 kilometer dan kemampuan jelajah sejauh 590 kilometer. Asal tembakan adalah dari Pangkalan Angkatan Laut Korea Utara (Korut) Sinpo. Akan tetapi, militer Korsel ataupun AS belum bisa memastikan jika rudal ditembak dari darat, dari kapal selam, atau dari persenjataan yang dipasang di bawah air.
Sebelumnya, pada 28 September, Korut menembakkan rudal hipersonik. Analis senior dari Forum Pertahanan dan Keamanan Korea, Shin Jong-woo, mengatakan, Korut semakin banyak mengembangkan rudal-rudal jarak dekat. ”Tampaknya, ini khusus untuk menyerang wilayah-wilayah terpencil, tetapi spesifik di Korsel, seperti pesisir dan pegunungan,” ujarnya.
Pada 2017 dan 2019, Korut pernah menguji coba rudal yang ditembakkan dari kapal selam dengan jarak tempuh bisa mencapai AS. Adanya rudal jarak dekat ini berarti negara-negara terdekat, seperti China dan Jepang, juga berisiko masuk menjadi sasaran Korut. Apalagi, intelijen Korsel melaporkan bahwa di Sinpo, Korut tengah membangun kapal selam berbobot 3.200 ton yang bisa menembakkan sejumlah rudal sekaligus.
Penembakan pada Selasa pagi juga langsung direspons oleh Beijing. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, dalam jumpa pers, menyayangkan perilaku Korut. ”Semestinya kita semua menjaga kestabilan kawasan. Hindari aksi-aksi yang memprovokasi pihak lain,” ujarnya.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, Jepang mendeteksi dua rudal balistik. Ia menyayangkan serangkaian uji coba rudal Korut dalam beberapa pekan terakhir.
Leif-Eric Easley, peneliti militer Korut dan Korsel dari Universitas Enhwa, Korsel, berpendapat bahwa sejatinya persenjataan Korut belum mampu menggunakan hulu ledak nuklir. Aksi-aksi uji coba penembakan rudal itu dilakukan karena Kim Jong Un ingin tampak kuat dan tidak ketinggalan dalam adu kapasitas militer global.
Ia menduga, penembakan kemarin pagi lantaran pada Rabu ini di Washington, Direktur Intelijen AS Avril Haines akan bertemu dengan Utusan Khusus Nuklir Korsel Noh Kyu-duk dan pakar keamanan Jepang, Takehiro Funakoshi. Mereka akan membahas isu pengembangan senjata nuklir oleh Korut yang sejatinya dilarang mengutak-atik nuklir sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pada periode 2003-2009, Korut terlibat dalam diskusi enam pihak yang terdiri dari Korsel, China, Jepang, Rusia, dan AS. Hasilnya, Korut harus menghentikan segala jenis pengembangan nuklir dan pengayaan uranium ataupun plutonium. Akan tetapi, Korut ternyata tidak mematuhi kesepakatan tersebut. Pada 2013 terungkap Korut masih menjalankan berbagai reaktor.
Akibat mengembangkan nuklir secara ilegal, semua anggota PBB berhak menangkap dan memeriksa setiap kargo dari Korut yang masuk ke wilayah mereka dan menyita benda-benda yang dianggap ilegal. DK PBB terus mengadvokasi agar Korut kembali pada kesepakatan enam pihak itu.
Terisolasi
Sejauh ini, Korut tidak menggubris resolusi tersebut dan terus mengembangkan pengayaan uranium serta plutonium untuk nuklir. Hal ini berdampak pada penerapan berbagai sanksi dan embargo global sehingga Korut menjadi negara yang terisolasi.
Setelah pertemuan puncak di Hanoi, Vietnam, Februari 2019, negosiasi antara AS dan Korut terhenti. Ketegangan baru meningkat sejak pertengahan September 2021 setelah Korut menggelar serangkaian uji coba, termasuk rudal hipersonik. Ini menegaskan bagaimana Korut terus memperluas kemampuan militer selama dialog nuklir terhenti.
Pemimpin Korut Kim Jong Un selama masa pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump telah melakukan tiga pertemuan. Trump selalu mengatakan bahwa ia berhasil membujuk Korut menghentikan pengembangan senjata nuklir meski kenyataan menunjukkan sebaliknya.
Presiden AS Joe Biden tetap akan meneruskan dialog dengan Korut. Utusan Khusus AS untuk Korut Sung Kim mengutarakan hal tersebut. ”Kami benar-benar berharap bisa bertemu dan berdiskusi dengan pihak Republik Rakyat Demokratik Korea untuk membahas berbagai hal secara baik-baik,” katanya.
Kim Jong Un akhir-akhir ini kerap berkomunikasi dengan Presiden Korsel Moon Jae-in. Politisi Korut sekaligus kakak perempuan Jong Un, Kim Yo Jong, juga beberapa kali mengeluarkan pernyataan jika Korsel berlaku adil, kedua negara bisa mencapai kesepakatan damai dan gencatan senjata. Maksud dia, jika Korut diminta menghentikan uji coba persenjataan, Korsel harus melakukan hal yang sama.
Beragam rudal yang diuji coba Korut tampaknya dimaksudkan untuk menyamai atau melewati persenjataan yang dikembangkan Korsel. Bulan lalu, Korsel berhasil meluncurkan rudal balistik dari kapal selam, menjadikan Korsel negara pertama tanpa senjata nuklir yang berhasil mengembangkan sistem tersebut. Korut menguji coba rudal dari kereta api pada hari yang sama.