Berkat Pariwisata, Perempuan Asia Selatan Capai Kemandirian Ekonomi
Sektor pariwisata dinilai bisa memberi pilihan bagi perempuan di negara-negara Asia Selatan untuk memperoleh nafkah tanpa perlu meninggalkan kampung halaman.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
KARACHI, KAMIS — Pandemi Covid-19 telah melumpuhkan sektor pariwisata internasional. Meski demikian, denyut nadi pariwisata tetap berjalan di beberapa kawasan. Di negara-negara Asia Selatan, situasi itu membuka kesempatan kepada para perempuan mencapai kemandirian. Caranya ialah menjadi pelaku industri pariwisata.
Abida Ghulam Jilani (34), warga Kashmir, Pakistan, misalnya. Ia membuka rumah inap (homestay) di tempat tinggalnya. Ia menetapkan biaya penginapan sebesar 15 dollar AS per malam. Sejak Maret 2020, di tengah pandemi, ia berhasil mengumpulkan 352,7 dollar AS dari usaha tersebut. Cukup untuk membeli mesin cuci dan televisi berlayar datar.
Jilani adalah salah satu dari 20 perempuan yang dibina Yayasan Margasatwa Himalaya Pakistan untuk menjalankan usaha rumah inap. Bagi ibu lima anak ini, sebelumnya tidak terbayangkan bahwa rumah sederhananya bisa menjadi sumber nafkah.
”Memang repot di awal karena saya sekeluarga harus beres-beres rumah. Misalnya, toilet diganti dari kakus jongkok ke kakus duduk. Kamar mandi juga direnovasi. Namun, lama-lama kami jadi terbiasa dengan standar ini,” tuturnya.
Menurut Jilani, yayasan memberi mereka pelatihan mengenai tata krama melayani tamu, mengelola keuangan, dan memasak serta menyajikan makanan yang menggugah selera. Akan tetapi, manfaatnya melebihi pelatihan, yaitu ia bisa mencari nafkah tanpa harus meninggalkan keluarga. Meskipun rumah inapnya hanya menyewakan satu kamar, berkat standar yang harus dijaga, kebersihan dan kesehatan keluarganya juga membaik.
Menurut data Bank Dunia tahun 2019, di Asia Selatan yang terdiri dari India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Bhutan, Sri Lanka, Maladewa, dan Afghanistan, hanya satu dari empat perempuan yang memiliki penghasilan tetap. Ketika diperdalam, perempuan yang menerima upah tetap itu umumnya bekerja di sektor yang tidak memerlukan keterampilan tinggi, seperti menjadi buruh, bekerja di sektor domestik, atau pekerja kerah biru lainnya.
Selain itu, banyak pekerja perempuan terpaksa meninggalkan kampung halaman demi bekerja di perkotaan ataupun kawasan perindustrian. Akibatnya, anak-anak mereka dibesarkan oleh kerabat, bahkan ada pula yang telantar. Sektor pariwisata dinilai bisa memberi pilihan bagi perempuan untuk memperoleh nafkah tanpa perlu meninggalkan kampung halaman.
Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) mendata, pada tahun 1950 hanya 25 juta warga dunia yang melanglang buana. Pada tahun 2019, jumlahnya menjadi 1,5 miliar orang. Sektor pariwisata internasional menyumbang 6,5 persen dari ekspor global.
Pada tahun 2020, pariwisata internasional memang terimbas dan menurun. Akan tetapi, seiring dengan proses vaksinasi Covid-19 dan sejumlah pelonggaran di berbagai negara, pariwisata lokal perlahan kembali menggeliat.
Orang-orang yang jenuh menjalani karantina akibat pandemi Covid-1`9 meninggalkan rumah mereka. Ada yang berlibur ke pantai atau pegunungan di dalam negeri. Ada juga yang memilih berlibur di dalam kota atau staycation.
Di India, pemerintah mencatat 30 persen pemilik penginapan berskala rumahan adalah perempuan. Ini adalah potensi besar karena negara tersebut ingin menggaet lebih banyak perempuan wisatawan.
Apabila rumah inap, tur, dan restoran dikelola oleh perempuan, harapannya bisa memberi rasa aman bagi perempuan yang ingin jalan-jalan sendirian. Selama ini, mayoritas perempuan berwisata bersama rombongan, dengan keluarga, atau dengan suami.
Di Negara Bagian Madhya Pradesh contohnya, ada 50 lokasi pariwisata andalan. Pemerintah daerah setempat memberdayakan 20.000 perempuan untuk, antara lain, menjadi pengelola rumah inap, pengelola tempat makan, dan instruktur yoga.
”Mereka diberi pelatihan memberi layanan kepada wisatawan, memasak, kebersihan, juga bela diri untuk berjaga-jaga,” kata Sheo Shekhar, Menteri Pariwisata Negara Bagian Madhya Pradesh, kepada media The Free Press Journal. Menurut dia, jika pariwisata nyaman kepada perempuan, ini membuka industri menjadi inklusif bagi lebih banyak wisatawan potensial.
Hal serupa terjadi di Negara Bagian Benggala. Taman Nasional Suderban yang merupakan pusat penangkaran harimau bengal (Panthera tigris tigris) mulai merekrut perempuan sebagai pemandu. Taman ini sudah memiliki 64 laki-laki sebagai pemandu. Sebagai program pemberdayaan masyarakat lokal, pengelola taman membuka lowongan kepada perempuan.
”Kunci menjadi pemandu yang baik adalah pelatihan yang terpadu. Jika dibekali pengetahuan dan keterampilan yang baik, tidak masalah perempuan atau laki-laki yang memandu wisatawan,” kata Bhaswati Kamila Sarkar (34), salah satu dari empat perempuan yang menjalani pelatihan menjadi pemandu Taman Nasional Sunderban, kepada harian Hindustan Times. (REUTERS)