Sudah Tiga Kali Uji Rudal dalam Sebulan, Korut Berkilah untuk Cegah Perang
Korea Utara kembali menguji rudalnya karena merasa berhak melindungi diri dari ancaman Amerika Serikat serta dua negara sekutunya, Korea Selatan dan Jepang. Di mata Korut, uji rudal itu juga sebagai pencegah perang.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Rezim Korea Utara menembakkan rudal jarak pendek ke arah laut di lepas pantai timur negara itu, Selasa (28/9/2021). Militer Korea Selatan menyebutkan rudal tersebut ditembakkan dari wilayah pegunungan Provinsi Jagang, Korut bagian utara. Duta Besar Korut untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Kim Song menyatakan, uji coba-uji coba rudal negaranya dilakukan untuk mencegah perang baru di Semenanjung Korea.
Peluncuran rudal Korut itu pertama kali dilaporkan Korsel. Uji coba rudal terbaru itu merupakan yang ketiga kalinya digelar Korut dalam sebulan terakhir, sekaligus mencuatkan keraguan atas kesungguhan tawaran Pyongyang untuk memulai kembali dialog dengan Korsel.
Hanya beberapa saat setelah laporan pandangan mata Korsel itu diumumkan, Kim Song, saat berpidato di sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, menegaskan tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi hak negara bersenjata nuklir, seperti Korut, untuk menguji persenjataan.
”Tak seorang pun bisa menyangkal hak Korut untuk membela diri dengan mengembangkan, menguji, membangun, dan memproses sistem persenjataan. Kami hanya memperkuat pertahanan nasional untuk melindungi diri, menjaga keamanan, dan kedamaian negara,” kata Kim di New York, AS, Senin waktu setempat.
Melalui pernyataan tertulis, Komando Indo-Pasifik AS mengatakan, rudal terbaru yang ditembakkan Korut itu tidak mengancam secara langsung pada personel atau teritori AS dan negara-negara mitranya. Meski demikian, peluncuran rudal itu ”memperlihatkan dampak program senjata gelap (Korea Utara) yang mendestabilisasi kawasan”. Pernyataan Komando Indo-Pasifik AS juga menekankan kembali komitmennya untuk membantu pertahanan Korsel dan Jepang tetap kuat.
Dalam pidato di sidang PBB, Kim mendesak AS menghentikan sikap permusuhan terhadap Korut. AS dan Korsel dituding berstandar ganda karena mereka mengecam pengembangan persenjataan, tetapi pada saat yang sama mereka masih saja melanjutkan aktivitas militer. Pada 15 September 2021, baik Korut maupun Korsel sama-sama melakukan uji rudal balistik. Kedua negara tetangga itu juga sama-sama tengah mengembangkan persenjataan canggih.
Pada 15 September 2021, AS mengecam uji rudal Korut itu dan uji rudal beberapa hari sebelumnya yang diduga bisa menjadi rudal jelajah pertama yang mampu membawa hulu ledak nuklir. Korut hendak memamerkan kemampuannya menyerang Korsel dan Jepang, dua negara sekutu AS. Namun, AS tidak menyinggung soal uji coba rudal balistik yang diluncurkan kapal selam Korsel.
Sejak uji rudal 15 September itu, Korut beberapa kali menyatakan bersedia mulai berdialog lagi dengan Korsel hanya jika Korsel tidak lagi berstandar ganda dan menghentikan sikap permusuhan pada Korut. Korut diduga menginginkan agar Korsel membujuk AS mencabut sanksi-sanksi terhadap Korut.
Pencegah perang
Sebelum uji rudal, Selasa ini, Pyongyang telah menembakkan dua rudalnya dalam sebulan terakhir. Salah satu rudal disebutkan berupa rudal jelajah jarak jauh, sementara satu rudal lain berupa rudal balistik jarak dekat.
Dalam pidato di sidang Majelis Umum PBB, Kim Song menyatakan, uji coba-uji coba rudal itu dilakukan negaranya sebagai ”pencegah perang” untuk mempertahankan diri dari ancaman AS. ”Kemungkinan pecahnya perang baru di Semenanjung Korea tercegah bukan karena rasa belas kasihan AS pada DPRK (Korut), tetapi karena kemampuan negara kami sebagai pencegah yang bisa diandalkan, yang mampu mengendalikan pasukan musuh yang berupaya melancarkan invasi militer,” katanya.
Terkait dengan krisis di Semenanjung Korea, AS sebenarnya berharap bisa berdialog lagi dengan Korut. Hanya saja, AS juga tetap tidak mau mencabut sanksi. Semua sanksi akan dicabut hanya jika Korut menunjukkan langkah-langkah konkret perlucutan nuklir.
Presiden AS Joe Biden dan Presiden Korsel Moon Jae-in saat berpidato di sidang Majelis Umum PBB, pekan lalu, sama-sama berharap akan bisa menyelesaikan krisis Korut. Biden berkomitmen akan mengupayakan perlucutan nuklir di Semenanjung Korea.
Adapun Moon semakin ambisius mencoba mendobrak kebuntuan isu ini dengan mengajak Korut, AS, dan China mendeklarasikan berakhirnya Perang Korea. Status perang yang terjadi pada 1950-1953 itu secara teknis masih aktif karena hanya diakhiri dengan gencatan senjata, bukan pakta perdamaian.
Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin rezim Korut, Kim Jong Un, mengatakan bahwa pihaknya akan mencoba memperbaiki hubungan dengan Korsel. Bahkan, kemungkinan akan bisa membahas rencana pertemuan tingkat tinggi antar-Korea. Tetapi, tetap saja ada syarat, yaitu hanya jika Korsel tidak lagi mengecam pengembangan militer Korut.
Perundingan nuklir Korut mandek setelah pertemuan Kim Jong Un dengan Presiden AS Donald Trump pada Februari 2019. AS menolak tuntutan Korut agar AS mencabut sanksi-sanksinya, sementara Korut menolak menghentikan program senjata nuklirnya jika AS tak mencabut semua sanksi. (REUTERS/AFP/AP)