Selama AS Memancing Keributan, Korut Enggan Berdialog
Jengah dengan sikap dan kebijakan Amerika Serikat terhadap Korea Utara, Pyongyang memilih untuk mengabaikan aneka tawaran dialog dan tekanan Washington.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
SEOUL, KAMIS — Rezim Korea Utara pimpinan Kim Jong Un tidak akan mau peduli dan tidak mau bicara dengan Amerika Serikat selama AS masih bersikap keras dan bermusuhan dengan Korut. Bahkan, saat pemerintahan AS sudah beralih ke tangan Joe Biden pun, Korut hanya mendengar ”rumor gila” tentang ancaman Korut dan ajakan-ajakan berisik untuk mendesak perlucutan nuklir Korut.
Kantor berita Korea Selatan, Yonhap, Kamis (18/3/2021), mengutip pernyataan dari Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui. Pernyataan itu dikeluarkan seiring kunjungan Menlu AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin ke Korsel. Blinken dan Austin berulang kali mengajak Korut untuk melucuti senjata nuklirnya. ”Kami tetap tidak akan mendengarkan AS. Ajakan bicara AS itu hanya trik murahan untuk mengulur waktu dan membangun opini publik,” kata Choe.
Korut sudah menutup pintu perbatasannya lebih dari satu tahun untuk melindungi diri dari pandemi Covid-19. Korut masih tetap diam seribu bahasa sejak Biden mulai memimpin. Namun, kini Korut angkat bicara karena, kata Choe, komentar Blinken soal Korut saat berkunjung ke Jepang sudah keterlaluan dan menjengkelkan Korut. ”Sekarang kita tunggu saja omongan menyesatkan apalagi yang mau dikeluarkan AS saat di Korsel,” kata Choe.
Blinken dan Austin rencananya akan bertemu dengan Presiden Korsel Moon Jae-in, yang pernah memfasilitasi pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Kim Jong Un pada tahun 2018. Di dalam pertemuan itu, Blinken dan Austin akan berkonsultasi tentang peninjauan kebijakan AS terhadap Korut. Pemerintahan Biden hendak meninjau kembali kebijakan-kebijakan luar negeri Trump. Di masa Trump, ia kerap bersilat lidah dengan Kim tetapi keduanya juga sempat tiga kali bertemu.
Namun, sampai sekarang belum ada kelanjutan pertemuan AS dan Korut karena keduanya bersikukuh pada pendapat masing-masing. Pada pertemuan kedua di Hanoi, Vietnam, awal 2019, negosiasi mandek karena Korut meminta sanksi dicabut tetapi AS baru mau mencabut sanksinya setelah Korut melucuti nuklirnya. Akibat pengembangan nuklirnya, Korut dijatuhi sanksi dari sejumlah negara. Korut beralasan perlu memiliki kekuatan nuklir untuk menghadapi kemungkinan serangan dari AS.
Sebelum inagurasi Biden, Januari lalu, Kim menyatakan AS sebagai musuh abadi Korut dan Korut memamerkan rudal balistik baru saat parade militer. Apabila AS masih mau bicara dengan Korut, kata Choe, posisi kedua negara harus setara. ”Posisi kami sudah jelas. Tidak akan pernah ada lagi kesempatan yang sama seperti ketika di Singapura atau Hanoi,” ujarnya.
Sejak pertengahan Februari lalu, AS sudah berusaha berkomunikasi dengan Korut melalui berbagai cara, seperti pesan surat elektronik, telepon, bahkan meminta tolong pihak ketiga. ”Namun, sampai sekarang belum ada jawaban dari Korut,” kata juru bicara Wakil Departemen Luar Negeri AS, Jalina Porter.
Korut juga jengkel karena Korsel dan AS kembali melakukan latihan militer, pekan lalu. Ini memancing komentar dari adik perempuan Kim, Kim Yo Jong, yang memperingatkan AS untuk tidak menyebarkan kebusukan jika menginginkan perdamaian selama empat tahun ke depan. Namun, saat berada di Seoul, Blinken kembali menuding Korut melakukan pelanggaran sistematis terhadap rakyatnya sendiri. (REUTERS/AFP/AP)