pada 2019, Korsel menghentikan Kesepakatan Keamanan Umum Informasi Militer (GSOMIA). Padahal, perjanjian itu memungkinkan baku tukar informasi intelijen AS-Jepang-Korsel terutama terkait informasi Korut.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
SEOUL, RABU — Perdamaian Jepang dan Korea Selatan menjadi agenda penting muhibah para menteri Amerika Serikat ke Seoul. Kedua sekutu terpenting AS di Asia Timur itu sedang menegang dalam beberapa tahun terakhir.
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dan Menteri Pertahahan AS Llyod Austin membahas masalah itu secara terpisah di Seoul, Rabu (17/3/2021). Blinken menemui Menlu Korsel Chung Eui-yong, sedangkan Austin menemui Menteri Pertahanan Nasional Korsel Suh Wook.
Mereka dijadwalkan bertemu bersama pada Kamis ini. Selepas itu, Blinken akan dijamu Presiden Korsel Moon Jae-In sebelum Blinken terbang ke Alaska untuk menemui Menlu China Wang Yi.
Dalam pertemuan terpisah itu, Chung-Blinken membahas soal kerja sama AS-Korsel pada berbagai bidang serta sejumlah isu kawasan. Blinken menyinggung kerja sama lintas negara untuk denuklirisasi Korea Utara.
Sementara Austin-Wook secara spesifik membahas soal kesiagaan militer AS-Korsel, kerja sama AS-Jepang-Korsel, dan nuklir Korut. ”Saya kemari untuk meneguhkan komitmen AS pada pertahanan Republik Korea. Saya dan Anda (Wook) sepakat bahwa kesiagaan militer adalah prioritas utama dan gabungan kesiagaan kita harus memastikan kita siap bertempur malam ini, jika memang dibutuhkan,” ujar Austin.
Dalam pernyataan Kemenhanas Korsel disebut, Austin-Wook membahas tentang pentingnya kerja sama tiga pihak yang melibatkan Jepang. Kerja sama tiga pihak untuk menanggapi ancaman nuklir Korea Utara dan membentuk struktur kerja sama keamanan di Asia Timur.
”Menteri Austin mengatakan, kerja sama tiga pihak melalui peningkatan hubungan Seoul-Tokyo sangat penting untuk menghadapi ancaman bersama di semenanjung dan Menteri Suh menyatakan pemerintah (Korsel) akan mendorong rencana kerja sama dengan Jepang tanpa hambatan,” kata seorang pejabat Kemenhanas Korsel yang menolak namanya diungkap.
Hubungan Seoul-Tokyo memburuk setelah pengadilan Korsel mengabulkan gugatan kepada sejumlah perusahaan Jepang. Pengugat adalah warga Korsel yang dijadikan tenaga kerja paksa di sejumlah perusahaan Jepang selama Perang Dunia II.
Tokyo membalasnya dengan mengetatkan izin ekspor sejumlah bahan kimia yang dibutuhkan untuk pemrosesan dalam industri elektronika Korsel. Pengetatan itu mengganggu kinerja industri teknologi, salah satu sektor andalan Korsel.
Selanjutnya pada 2019, Korsel menghentikan Kesepakatan Keamanan Umum Informasi Militer (GSOMIA). Padahal, perjanjian itu memungkinkan baku tukar informasi intelijen AS-Jepang-Korsel terutama terkait informasi Korut.
Tokyo-Washington sangat mengandalkan informasi Seoul soal perkembangan Pyongyang. Tanpa pasokan informasi Seoul, Tokyo-Washington kesulitan mengetahui perkembangan Pyongyang.
Pelanggaran HAM
Sementara Blinken terutama menyoroti soal pelanggaran HAM di Korut. ”Rezim otoriter di Korut terus melakukan kesewenangan sistematis dan meluas terhadap rakyatnya. Kita harus membela HAM dan kebebasan serta melawan penekannya,” ujarnya.
Austin-Biden tidak membahas pernyataan Wakil Ketua Partai Pekerja Korut, Kim Yo Jong. Adik pemimpin Korut, Kim Jong Un, itu mengkritik latihan perang AS-Korsel awal pekan ini. Yo Jong mengatakan, Biden sebaiknya tidak usah membuat kekacauan jika ingin perdamaian.
Direktur Kajian Korea pada Fudan University, Zheng Jiyong, mengingatkan bahwa Pyongyang tidak pernah berulah sejak pembicaraan Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump gagal. Sebaliknya, menurut Zheng sebagaimana dikutip Global Times, AS dinilai tidak tulus dan tidak benar-benar mau mengupayakan perundingan.
Dalam berbagai kesempatan, AS menuntut pelucutan total nuklir Korut sebelum sanksi terhadap negara itu dicabut. Sementara Korut meminta sebaliknya. Korut juga mengingatkan, denuklirisasi Semenanjung Korea berarti nuklir semua pihak harus dilucuti.
Meski punya bahan dan kemampuan, Seoul memilih tidak membuat senjata nuklir. Sebaliknya, Pyongyang terus mengembangkan arsenal nuklirnya.
China
Bukan hanya isu Korut yang dibahas dalam lawatan Austin-Blinken ke Seoul. Austin mengatakan, bukan hanya ancaman dari Korut yang harus diatasi lewat kerja sama AS-Jepang-Korsel. Trio itu juga perlu akur untuk menghadapi ancaman China. ”Mempertimbangkan tantangan yang belum pernah ada dari Korea Utara dan China, aliansi AS-Korsel tidak pernah lebih penting,” ujarnya.
Terpisah, Blinken pun membahas soal China di sela muhibah di Seoul. ”China menggunaan pemaksaan dan keagresifan secara sistematis untuk mengikis otonomi di Hong Kong, melemahkan demokrasi di Taiwan, melanggar HAM di Tibet, dan mendesakkan klaim Laut China Selatan,” ujarnya.
Dengan pernyataan di Seoul, sudah dua kali Blinken menunjukkan sikap keras pada Beijing. Padahal, ia dijadwalkan bertemu Menlu China Wang Yi dan Direktur Kebijakan Luar Negeri Politbiro Partai Komunis China, Yang Jiechi Kamis ini di Alaska. Blinken akan ditemani Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.
Kemenlu AS menyebutkan, pertemuan empat orang itu bukan bagian dari dialog khusus. Pertemuan itu lebih tentang membangun saling pengertian sebelum melangkah lebih jauh. Blinken-Sullivan akan mendengar dan mendapat informasi China berdasarkan paparan Wang-Yang. Sebaliknya, Wang-Yang akan mendengar dan mendapat informasi soal AS di bawah Biden dari Blinken-Sullivan.
Lewat pertemuan itu, Blinken-Sullivan akan menyampaikan prioritas-prioritas Biden. Hal itu termasuk kekhawatiran mendalam atas perkembangan di Xinjiang, Tibet, Taiwan, Hong Kong, dan Laut China Selatan.
Di sisi lain, pertemuan itu juga akan membahas area-area yang memungkinan kerja sama Beijing-Washington. Kemenlu AS menegaskan AS siap berhadapan sekaligus bekerja sama dengan China. Semua tergantung kepentingan. (AFP/REUTERS)