Presiden Harus Bawa Bukti Sertifikat Vaksin di PBB? Saling Percaya Sajalah...
Akses ke Markas PBB di New York, AS, seharusnya menggunakan sertifikat atau bukti vaksin, termasuk bagi pemimpin dunia yang ikut sidang Majelis Umum, tetapi ada penolakan. Akhirnya PBB menerapkan asas saling percaya.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
Sejak pandemi Covid-19, akses masuk ke berbagai tempat umum menjadi terbatas. Hanya mereka yang sudah divaksin atau memiliki surat keterangan dari dokter, yang tidak memperbolehkan vaksin karena alasan kesehatan, yang bisa masuk tempat-tempat umum itu.
Ketentuan itu sebenarnya juga berlaku di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, AS. Mulai awal pekan depan, markas diplomatik dunia tersebut akan menggelar hajatan rutin tahunan, yakni sidang Majelis Umum dengan sesi debat umum, yang diikuti para pemimpin negara-negara anggota PBB. Lebih dari 100 kepala negara atau kepala pemerintahan bakal hadir secara langsung.
Pemerintah kota New York semula mewajibkan para diplomat dan juga para pemimpin negara-negara anggota harus sudah divaksin jika ingin hadir di Markas Besar PBB. Namun, ketentuan itu menjadi kontroversial karena pemerintah Rusia dan Brasil menolak ketentuannya dengan alasan diskriminatif. Moskwa, misalnya, keberatan karena Pemerintah AS belum memberikan izin penggunaan vaksin buatan Rusia, Sputnik V.
Karena penolakan itu, PBB kemudian memutuskan akan tetap menggunakan sistem ”asas saling menghormati dan percaya” bagi siapa saja yang masuk ke dalam ruangan Sidang Umum.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, menjelaskan bahwa dengan sistem yang berlaku sejak 1 Juni ini, maka siapa saja yang menggunakan akses masuk ke ruangan Sidang Umum otomatis dipercaya bahwa mereka pasti sudah divaksin, tidak menderita Covid-19 selama 10 hari terakhir, dan tidak bergejala apa pun.
Untuk mencegah penyebaran Covid-19 dan memastikan pertemuan aman, Sekretariat Jenderal PBB mensyaratkan kewajiban mengenakan masker, wajib vaksin bagi staf PBB, dan membatasi jumlah delegasi yang berada di dalam ruangan Sidang Umum menjadi 1+3 dengan formasi: kepala negara, kepala pemerintahan, menteri atau yang mewakili didampingi tiga anggota delegasi.
Bagi yang belum sempat vaksinasi, Pemkot New York akan menyediakan vaksin gratis, Johnson & Johnson, dengan sekali suntik, melalui layanan cepat serta tes Covid-19 di luar gedung Markas Besar PBB selama masa sidang.
Di dalam Sidang Umum PBB itu akan hadir sekitar 104 kepala negara dan kepala pemerintahan serta 23 menteri yang akan menyampaikan pidato secara langsung. Namun, ada sebagian pemimpin yang tidak akan hadir secara langsung karena alasan pandemi Covid-19 dan akan menyampaikan pidato melalui rekaman video. Presiden Joko Widodo termasuk di antara mereka yang memilih tidak hadir di lokasi dan menyampaikan pidato melalui rekaman video.
Para pemimpin negara tidak perlu menunjukkan bukti vaksin saat hendak masuk ruangan sidang Markas Besar PBB. ”Sekjen PBB tidak bisa melarang kepala negara yang belum divaksin untuk masuk PBB,” kata Guterres.
Area otonomi PBB
Markas Besar PBB di wilayah Manhattan merupakan kawasan internasional dan tidak berada dalam wilayah hukum AS. Di dalam kesepakatan antara PBB dan AS pada 1947 disebutkan bahwa PBB memiliki kekuasaan otonomi yang cukup besar di wilayah itu. Aparat kepolisian dan pemerintahan AS pun harus membutuhkan izin untuk masuk gedung PBB. Seluruh hukum federal, negara bagian, atau daerah harus mengikuti aturan PBB.
Meski demikian, para pejabat PBB sebelumnya sudah berjanji akan mengikuti ketentuan apapun terkait pandemi Covid-19 yang dibuat oleh pemerintah daerah dan nasional di AS. Pemkot New York sejak awal sudah menyatakan bahwa semua delegasi harus divaksin setidaknya satu dosis terlebih dahulu sebelum makan, berolahraga, atau menikmati kegiatan hiburan lain di dalam ruangan.
Surat dari Pemkot New York juga menyebutkan, delegasi wajib mengenakan masker berada di dalam ruangan dan ketika menggunakan transportasi umum. Ketentuan New York ini juga diberlakukan pada warga New York lainnya.
Pemkot New York menegaskan, semua aturan mengenai protokol kesehatan itu dibuat untuk memastikan keamanan dan keselamatan bagi semua. Penggunaan masker ini dinilai penting karena selama proses sidang akan ada pertemuan tatap muka. Berbeda dengan pertemuan tahun lalu yang dilakukan secara virtual karena pandemi Covid-19.
Tuduhan diskriminasi
Namun, penyelenggara Sidang Umum PBB memutuskan untuk mengubah ketentuan dari Pemkot New York itu karena ada penolakan dari Rusia. Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia keberatan dan protes dengan keharusan vaksinasi untuk mengikuti Sidang Umum itu. Ia menganggap hal itu diskriminatif dan melanggar hak negara-negara anggota PBB.
”Tidak perlu ada tindakan pencegahan yang harus diterapkan yang secara de facto mencegah negara-negara anggota ikut sidang,” ujarnya.
Nebenzia mengingatkan, ada orang-orang yang tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan dan ada juga mereka yang sudah mempunyai antibodi setelah terinfeksi Covid-19. Ia menambahkan, ada pula orang-orang yang sudah divaksin, tetapi divaksin dengan vaksin yang belum mendapat izin penggunaan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sampai saat ini WHO masih mengkaji vaksin buatan Rusia, Sputnik V, dan belum mengeluarkan izin.
Selain penolakan dari Rusia, Presiden Brasil Jair Bolsonaro juga menolak ketentuan itu. Bolsonaro sendiri menolak vaksin Covid-19. Sikapnya ini akan memperumit rencananya menghadiri Sidang Umum PBB. Padahal, Bolsonaro membutuhkan panggung PBB itu untuk memperbaiki citranya di luar negeri.
Bolsonaro pernah positif Covid-19 tahun lalu dan tetap tidak mau divaksin sampai sekarang. Padahal, 585.000 orang di Brasil tewas karena Covid-19. ”Saya tidak akan ikut vaksin. Sampai kapan pun. Kalau hidup saya berisiko, itu urusan saya,” kata Bolsonaro, Desember lalu.
Sesuai tradisi, pemimpin Brasil akan berbicara lebih dulu di Sidang Umum PBB, lalu diikuti oleh presiden AS. Itu setidaknya memberikan kesempatan untuk mengobrol basa-basi di panggung. Pemerintahan Bolsonaro berupaya menunjukkan pada Presiden AS, Joe Biden, komitmen yang tinggi untuk mencegah penggundulan hutan Amazon. Isu ini bisa akan menjadi bahan obrolan dalam orasinya nanti.
Guru Besar Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di State University of Rio de Janeiro Maurício Santoro meyakini Bolsonaro pasti ingin hadir di Sidang Umum PBB karena ada kepentingan memperbaiki citra terkait rekam jejak isu lingkungan hidupnya dan gaya berkuasa otoritariannya serta kesalahan dalam pengelolaan pandemi Covid-19. ”Citra Bolsonaro di luar sangat buruk sehingga ia mungkin merasa perlu untuk berbicara di sidang itu sebagai peluang memperbaiki diri,” ujarnya. (REUTERS/AP)