Beijing Kaji Loyalitas Wakil Rakyat Hong Kong Lewat Tes Kebangsaan
Beijing terus berupaya keras memadamkan nyala api demokrasi di Hong Kong. Setelah memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional, kini Beijing mewajibkan wakil rakyat di Hong Kong ikut tes kebangsaan dan kesetiaan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
HONG KONG, JUMAT — Setelah menangkapi para pegiat pro-demokrasi, Otoritas Hong Kong memastikan bahwa semua pejabat publik hingga ke tingkat paling rendah memiliki kesetiaan kepada Beijing. Aturan baru bahwa seluruh pegawai negeri sipil dan wakil rakyat wajib mengikuti tes kebangsaan dan kesetiaan kepada Partai Komunis China pun dimulai.
Pada Jumat (10/9/2021), Otoritas Hong Kong melakukan tes wawasan kebangsaan dan kesetiaan kepada 24 wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum tingkat distrik tahun 2019. Semua wakil rakyat ini sebelumnya telah diambil sumpah jabatannya.
”Ini tes yang penting. Apabila ketahuan ada wakil rakyat yang telah disumpah tetapi ternyata tidak tulus mendukung visi dan misi Satu China, jabatannya akan dilepas,” kata Menteri Dalam Negeri Hong Kong Caspar Tsui.
Sejak tahun 2019, Pemerintah China secara terang-terangan mengurangi demokrasi di Hong Kong. Ketika Hong Kong dikembalikan oleh Inggris kepada China pada tahun 1997, perjanjiannya adalah wilayah tersebut dibiarkan otonom selama 50 tahun ke depan. Ini mencakup sistem politik demokratis dan ekonomi bebas mereka. Kemudian, secara bertahap, Hong Kong akan dilesapkan ke dalam China.
Akan tetapi, di bawah kepemimpinan Presiden China Xi Jinping, pelesapan Hong Kong ke dalam Satu China berlangsung frontal dan agresif. Segala bentuk kebebasan berekspresi dilarang. Ide demokrasi juga dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah. Otoritas Hong Kong kemudian memberlakukan Undang-Undang Keamanan yang menyatakan bahwa semua pegiat prodemokrasi sama dengan pengacau keamanan, pengancam kestabilan wilayah, bahkan juga antek dari negara atau lembaga asing.
Sejatinya, pada pemilu distrik tahun 2019, dari 452 kursi yang tersedia, 90 persen dimenangi oleh wakil rakyat prodemokrasi. Akibat terbitnya UU Keamanan, 260 wakil rakyat terpilih itu mundur karena menerima ancaman bahwa mereka dituduh sebagai pengacau keamanan. Sebagian juga mundur karena takut setelah melihat rekan mereka dikejar-kejar aparat penegak hukum.
Wakil rakyat untuk tingkat distrik dari sisi beban pekerjaan memang mengurusi masalah keseharian warga. Contohnya mengenai program kebersihan lingkungan, sistem keamanan keliling, dan hal-hal yang mungkin remeh temeh secara politik makro. ”Namun, kami harus memastikan bahwa hingga tingkat terendah, warga Hong Kong dipimpin oleh para patriot yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan China,” kata Tsui.
Salah satu wakil rakyat yang mengundurkan diri akibat UU Keamanan adalah Peter Choi. Di laman media sosial Facebook miliknya, Choi mengatakan kekecewaannya terhadap Otoritas Hong Kong dan UU Keamanan. Menurut dia, tugas wakil rakyat adalah menjadi pengawas kinerja pemerintah dan memastikan mendengar kebutuhan rakyat. Wakil rakyat bukan kaki tangan rezim, apalagi diwajibkan untuk bersumpah setia kepada rezim.
Pada hari Rabu, Otoritas Hong Kong menangkap empat pemimpin Aliansi Hong Kong. Mereka adalah organisasi yang sejak tahun 1989 rutin menyelenggarakan peringatan Tragedi Tiananmen. Selama ini, mengheningkan cipta untuk peristiwa berdarah yang terjadi di Beijing pada 4 Juni 1989 itu selalu diadakan di Taman Victoria, Hong Kong. Sejak tahun 1989, kegiatan ini dilarang oleh otoritas.
Museum Peringatan Tiananmen juga dirazia oleh polisi dan isinya disita. Sebanyak 12 pegiat prodemokrasi yang telah ditahan aparat sejak tahun 2020 pada pengadilan di hari Kamis (9/9/2021) juga mengaku bersalah telah aktif menyelenggarakan peringatan Tiananmen. Mereka terancam hukuman lima tahun penjara meskipun para pegiat itu tengah mengajukan untuk naik banding.
Tokoh prodemokrasi yang masih gigih melawan dari bui adalah Jimmy Lai, pendiri media Apple Daily, sebuah tabloid prodemokrasi. Dalam pernyataannya kepada pengadilan, Lai menegaskan ia tidak menganggap dirinya bersalah membela demokrasi di Hong Kong. Proses persidangannya masih berlangsung. (Reuters/AP)