Dituduh Dukung Terorisme, Empat Mahasiswa Hong Kong Ditahan Polisi
Tindakan represif Pemerintah China di Hong Kong berlanjut. Setelah awak media massa beberapa waktu lalu, kini giliran mahasiswa yang ditangkap. Sejak 2019, polisi telah menahan 130 pegiat prodemokrasi di Hong Kong.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·2 menit baca
HONG KONG, RABU — Empat mahasiswa yang merupakan jajaran pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Universitas Hong Kong ditahan kepolisian setempat atas tuduhan mendukung aksi terorisme. Mereka juga dikenai gugatan sebagai pendukung demokrasi dan penentang pengambilalihan pemerintahan Hong Kong oleh China.
Keempat mahasiswa itu dijemput paksa di kediaman masing-masing pada Rabu (18/8/2021) pagi waktu setempat. Mereka semua laki-laki dengan kisaran umur 18-20 tahun. Seorang mahasiswa merupakan Ketua BEM Universitas Hong Kong dan tiga lainnya pengurus BEM universitas lain.
”Keempat pemuda ini terbukti mendukung aksi terorisme domestik. Sebuah pelanggaran hukum yang harus ditindak dengan serius,” kata Komisaris Senior Divisi Keamanan Nasional Kepolisian Hong Kong Steven Lin Kwai-wah.
Kasus ini bermula pada 1 Juli 2021 ketika seorang laki-laki berusia 50 tahun yang identitasnya tidak disebarluaskan oleh otoritas Hong Kong menusuk seorang petugas polisi di bagian pundak. Aksi itu dilakukan di tengah daerah yang ramai. Peristiwa terjadi tepat pada hari ketika Hong Kong kembali ke pangkuan China.
Setelah menusuk polisi, pelaku kemudian menusuk dadanya sendiri dengan pisau yang ia gunakan untuk menyerang polisi. Pelaku lantas dilarikan ke rumah sakit dan meninggal satu jam setelah dirawat. Ketika polisi menggeledah tempat tinggal pelaku, mereka menemukan berbagai bukti bahwa pelaku menentang Pemerintah China.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menyatakan bahwa perbuatan tersebut sebagai aksi terorisme domestik. Siapa pun yang mendukung aksi itu akan dikenai sanksi hukum yang berat dan dianggap anti-pemerintahan sah di Hong Kong sekaligus mengancam kestabilan bangsa dan keamanan rakyat.
Di media sosial, warga Hong Kong yang setuju dengan kembalinya Hong Kong ke China mengutuk aksi tersebut. Hal ini kemudian dibalas oleh warga yang prodemokrasi dan menentang Pemerintahan China yang otoriter dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh Hong Kong.
BEM Universitas Hong Kong melalui unggahan di media sosial mereka kemudian menyatakan berdukacita atas kepergian martir perjuangan rakyat. Mereka juga mengadakan rapat untuk membahas kejadian tersebut yang oleh kepolisian diketahui dihadiri 30 mahasiswa.
Tidak lama setelah itu, unggahan dihapus dari laman media sosial BEM Universitas Hong Kong. Bahkan, Universitas Hong Kong mengeluarkan pernyataan tidak terlibat dalam pembuatan pernyataan tersebut. Pihak rektorat juga mengaku tidak akan mendukung BEM. Sejumlah anggota BEM juga mengundurkan diri.
Polisi kemudian mengumpulkan bukti-bukti yang memberatkan BEM Universitas Hong Kong. Baru pada hari ini mereka menangkap empat mahasiswa yang dinyatakan sebagai pemimpin aksi tersebut. Sejak 2019, Kepolisian Hong Kong telah menahan 130 pegiat prodemokrasi. Sebanyak 30 lembaga dan organisasi dibubarkan karena anti-Pemerintah China.