Polisi Hong Kong menangkap empat aktivis pro-demokrasi. Mereka dituduh sebagai antek negara asing dan melawan Otoritas Hong Kong serta Pemerintah China.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
HONG KONG, RABU — Empat pemimpin Aliansi Hong Kong, gerakan yang selalu memperingati pembantaian di Lapangan Tiananmen setiap 4 Juni ditangkap oleh kepolisian Hong Kong. Mereka dituduh sebagai antek negara asing dan melawan Otoritas Hong Kong serta Pemerintah China. Kekuasaan Partai Komunis China semakin melumat segala suara ataupun kegiatan yang berbeda sudut pandang dari pemerintah.
Empat orang yang ditangkap ialah Wakil Ketua Aliansi Hong Kong (HK) Chow Hang-tung yang seorang pengacara dan ditangkap di kantornya pada Rabu (8/9/2021) pagi waktu setempat. Selain dia, Simon Leung Kam-wai, Sean Tang Ngok-kwan, dan Chan To-wai menyusul diciduk.
”Penangkapan mereka berempat adalah sah dan sesuai proses hukum. Keempat orang itu sudah diberi peringatan sejak satu bulan yang lalu,” demikian kutipan pernyataan tertulis Kepolisian Hong Kong.
Aliansi HK berdiri pada tahun 1989 selepas tragedi berdarah di Lapangan Tiananmen, Bejing, China. Ketika itu, unjuk rasa mahasiswa melebar menjadi unjuk rasa rakyat menentang pemerintahan yang korup. Sebagai balasan, Pemerintah China menurunkan Tentara Pembebasan Rakyat dan persenjataan berat yang berakhir pada ribuan orang kehilangan nyawa.
Tragedi itu tidak dimasukkan ke dalam sejarah China. Akan tetapi, di seberang laut, para penduduk HK rutin memperingatinya. Kegiatan ini dilarang sejak tahun 2019, apalagi adanya pandemi Covid-19 sejak tahun 2020 menjadi alasan Otoritas HK melarang kumpul-kumpul massal. Meskipun begitu, Aliansi tetap melakukan upacara mengheningkan cipta di ruang publik dan menyalakan lilin.
Sejak awal tahun 2021, Otoritas HK gencar menangkap berbagai pegiat prodemokrasi. Lembaga-lembaga yang mengusung kebebasan ekspresi dan perbedaan pendapat juga dibubarkan, seperti Serikat Guru Profesional dan Fron Hak Masyarakat Sipil. Sebagian lembaga memilih membubarkan diri sebelum ditangkap oleh polisi. Kejadian paling menghebohkan ialah pembredelan media Apple Daily dan penangkapan para pemimpin redaksinya.
Di Aliansi HK, dua pemimpin mereka, Albert Ho dan Lee Cheuk-yan sudah beberapa bulan mendekam di penjara. Chow adalah pengacara bagi Gwyneth Ho, seorang aktivis prodemokrasi senior yang ditangkap ketika berunjuk rasa di tahun 2020. Belum ada kejelasan mengenai kuasa hukum yang akan membela Gwyneth di pengadilan.
Polisi menggunakan Undang-Undang Keamanan yang berusia 14 bulan untuk memukul Aliansi HK. Mereka dituduh sebagai agen luar negeri. Aliansi diberi waktu satu bulan untuk membuka semua pembukuan serta riwayat operasional mereka. Ini mencakup aliran dana dan semua lembaga swadaya masyarakat maupun individu yang terkait dengan mereka. Jika menolak, anggota aliansi akan dihukum penjara enam bulan ditambah denda sebesar 100.000 dollar HK atau sekitar Rp 183,5 juta.
Tenggat satu bulan itu berakhir hari Selasa (7/9/2021) dan Aliansi HK tidak memberi tanggapan akan mematuhi perintah tersebut. Sejatinya, mereka akan mengadakan rapat di tanggal 25 September untuk membahas apabila aliansi akan terus memperjuangkan demokrasi di HK atau bubar. Akan tetapi, polisi mengeksekusi penangkapan sehari setelah tenggat tidak dipenuhi.
Pemberangusan demokrasi juga terjadi di parlemen Hong Kong. Cheng Chung-tai, legislator prodemokrasi didepak dari lembaga tersebut. Kini, para pembuat aturan di wilayah tersebut merupakan orang-orang yang pro kepada Pemerintah China.
”Hong Kong akan kembali ke masa kegelapan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme akan kembali menjadi norma. Suara rakyat tak akan didengar,” kata Cheng kepada surat kabar Japan Times. (AFP/AP)