Perjalanan ”Hollywood” Tanah Arab
Industri perfilman Mesir pernah mengecap era keemasan tahun 1950-an. Perang Arab-Israel meredupkan nyalanya. Namun, film-film Mesir tetap bertahan hingga kini, menjadi hiburan favorit bagi warganya.
Suasana tampak sepi di area gedung bioskop Roxi dan Normandy, di distrik elite Heliopolis, Kairo, Rabu (25/8/2021) sore. Biasanya gedung bioskop dipenuhi kerumunan orang yang antre membeli karcis untuk menonton film.
Pada hari itu, gedung bioskop Normandy menayangkan film produksi Mesir berjudul Mousa. Gedung bioskop Roxi juga menayangkan film Mesir dengan judul El Ens Wel Nems.
Gedung bioskop Roxi dan Normandy yang tampak kurang terawat itu menayangkan film tiga kali sehari. Tayangan film pertama mulai pukul 16.00 hingga pukul 18.30, tayangan kedua pukul 19.00-21.30, dan tayangan ketiga pukul 22.00-00.30. Tarif karcis untuk menonton film di kedua gedung bioskop tersebut cukup murah, hanya 40 pound Mesir (sekitar Rp 40.000).
”Pada tayangan film yang pertama sore ini, hanya sekitar 20 orang yang menonton film Mousa. Apa boleh buat, berapa pun orang yang menonton, film tetap diputar,” ujar Mohamed (50), manajer Normandy, kepada Kompas.
Baca Juga: Terkesima Melihat Jasad Firaun
Menurut Mohamed, sekarang memang bukan eranya gedung bioskop, melainkan era Youtube. ”Sekarang orang bisa nonton film lewat Youtube dengan gratis. Maka, sudah jarang orang datang ke gedung bioskop. Beda dengan 20 tahun lalu, di mana orang berjubel untuk bisa nonton film di gedung bioskop,” tutur Mohamed.
Ia menambahkan, bioskop di Mesir sekarang sangat sulit mendapatkan keuntungan. Meski demikian, pemasukan masih cukup untuk biaya pemeliharaan gedung dan gaji karyawan.
”Harga karcis sudah diturunkan hingga hanya 40 pound, tetapi juga masih sulit mendatangkan banyak penonton. Kami lebih sering memutar film Mesir yang lebih digemari di sini, tapi juga belum mampu menjadi magnet yang kuat,” keluh Mohamed.
Baca Juga: Presiden Soekarno Pun Terpana Melihat Kairo Tower
Hal serupa juga dialami gedung bioskop Roxi yang pada Rabu sore itu hanya dapat menggaet lima penonton. ”Sore ini hanya lima penonton yang membeli karcis,” kata manajer Roxi yang juga mengaku bernama Mohamed (55).
Hobi menonton
Rakyat Mesir dikenal hobi menonton film. Sebelum era televisi, video, DVD, dan kini Youtube, rakyat Mesir menjadikan tontonan film di gedung bioskop sebagai hiburan favorit mereka.
Kecintaan rakyat Mesir terhadap film dimulai sekitar abad ke-19 ketika pemutaran film pertama digelar di kota Alexandria pada 1896. Pada November 1896, beberapa tempat di Kairo dan Alexandria menggelar pemutaran film pertama yang disponsori perusahaan film dari Perancis, The Lumiere Brothers.
Pemutaran film pertama di Mesir yang digelar di istana Toussoun Pasha di Alexandria dilakukan hanya kurang dari satu tahun setelah pemutaran film pertama di Paris. The Lumiere Brothers memonopoli industri film di Mesir sampai tahun 1906 ketika datang perusahaan film lain dari Perancis, The Pathe, dan perusahaan film dari Italia, Irnapora, untuk turut masuk ke pasar film di Mesir.
Baca Juga: Melihat Pesona Ibu Kota Baru Mesir
Lambat laun terjadi nasionalisasi industri film, di mana mulai muncul perusahaan film dari Mesir sendiri. Nasionalisasi bersamaan dengan tibanya teknologi baru dalam dunia perfilman, seperti pengambilan gambar atas lokasi dan efek suara sehingga menarik pengusaha Mesir masuk ke industri film.
Industri film berkembang dari film bisu (tanpa suara, hanya gambar) ke film bersuara yang disertai musik sehingga film diproduksi secara massal di Mesir pada 1930-an dan 1940-an.
Kota Alexandria dikenal sebagai pionir industri film di Mesir. Studio film pertama berada di Alexandria. Kemudian, pusat industri film di Mesir secara bertahap pindah dari Alexandria ke Kairo. Di Kairo terdapat perusahaan film Studio Misr yang memiliki peralatan canggih.
Pada 1917, pengusaha Mesir bernama Mohamed Karim mendirikan perusahaan film dan memproduksi dua film, yaitu Dead Flowers dan Honour The Bedouin, yang diputar di Alexandria pada 1918. Sejak itu sampai saat ini, ada sekitar 4.000 film produksi Mesir atau 70 persen dari seluruh film yang diproduksi di dunia Arab.
Studio Amon Film yang didirikan pengusaha Mesir, Mohamed Bayoumi, pada 1923 adalah studio film pertama di Mesir. Bayoumi kemudian bertemu Talaat Harb, pendiri Bank Nasional Misr, lalu muncul ide mendirikan Studio Misr Film yang jauh lebih besar dan canggih dari studio Amon Film.
Menurut sutradara Mesir, Mohamed Zeidan, dunia perfilman di Mesir secara resmi dimulai pada 1927 ketika diputar film gambar tanpa suara Kiss in the Desert dan Layla.
Film bersuara di Mesir mulai tahun 1936. Dalam penggarapan film terjadi kolaborasi antara aktor, musisi, dan penyanyi Mesir. Maka, film-film yang diproduksi di Mesir pascatahun 1936 selalu diwarnai kolaborasi aktor, seperti Youssef Wahbi dan komedian Naguib al-Rihani, dengan penyanyi Um Kolthoum, Mohamed Abdel Wahab, Farid Al Attrash, Sabah, dan Layla Murod.
Baca Juga: Melihat Jejak Musa di Kampung Firaun
Tahun 1940-an hingga 1960-an disebut sebagai masa keemasan industri film di Mesir. Sebutan Hollywood dari Timur dan Hollywood Nil disematkan kepada industri film di Mesir saat itu.
Pada 1950-an, industri film di Mesir merupakan yang terbesar ketiga setelah industri film di AS dan Eropa. Banyak aktor dari negara-negara Arab lain datang ke Mesir. Melalui Studio Misr, mereka menjadi bintang film yang kemudian tenar di seantero dunia Arab.
Pada era keemasan itu, Mesir yang memiliki lebih dari 15 studio film bisa memproduksi 60-70 film per tahun.
Evaluasi
Kekalahan dalam perang Arab-Israel tahun 1967 memaksa Mesir melakukan evaluasi dan kritik internal, termasuk dalam dunia perfilman. Maka, dunia perfilman di Mesir memproduksi film yang mengkritik rezim, seperti film Al-Qadiyah (The Case) tahun 1968, Miramar tahun 1969, dan Al-Ard (The Land) tahun 1970.
Tahun 1967-1973 atau era pascaperang Arab-Israel tahun 1967 merupakan era redupnya industri film di Mesir. Nasibnya seperti halnya semua sektor kehidupan di Mesir yang terpukul akibat kekalahan Mesir dalam perang tersebut.
Lalu, tahun 1973, industri film Mesir mulai bangkit dan banyak memproduksi film perang menyusul keberhasilan Mesir memukul mundur pasukan Israel pada perang tahun 1973.
Industri film Mesir terus menggeliat dan bertahan sampai saat ini dengan terus memproduksi film-film Mesir. Film produksi dalam negeri masih relatif lebih digemari oleh rakyat Mesir dibandingkan dengan film asing.
Baca Juga: Terbuai Keindahan Tari Perut
Gedung bioskop Roxi dan Normandy yang lebih sering memutar film Mesir dibandingkan dengan film asing, seperti film Barat dan India, hanyalah contoh dari sekian banyak gedung bioskop di Mesir yang lebih memilih memutar film Mesir.
Dalam upaya mempromosikan industri film Mesir, Pemerintah Mesir sejak tahun 1952 menggelar festival film internasional setiap tahun, seperti Cairo International Film Festival, Alexandria International Film Festival, dan El Gouna International Film Festival.