Batas waktu evakuasi di Afghanistan sulit diperpanjang karena kelompok Taliban tidak akan menyetujui. Meski diperpanjang pun, dikhawatirkan tidak semua akan bisa dievakuasi.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
LONDON, SELASA —Rencana dan keinginan negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris, untuk memperpanjang waktu proses evakuasi di Afghanistan setelah tanggal 31 Agustus 2021 kemungkinan tidak akan terjadi. Pasalnya, kelompok Taliban tidak akan menyetujui perpanjangan waktu evakuasi. Kalau negara-negara Barat tetap berkeras memperpanjang waktu evakuasi, akan ada konsekuensinya.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengemukakan hal itu, Selasa (24/8/2021). Presiden AS Joe Biden akan ditekan negara-negara anggota G-7 untuk memperpanjang batas waktu 31 Agustus demi menuntaskan evakuasi seluruh warga asing dan warga Afghanistan yang memenuhi kualifikasi untuk dievakuasi. Biden mengatakan, sebenarnya ia tidak mau memperpanjang batas waktu, tetapi pembicaraan mengenai kemungkinan itu sedang dilakukan.
Wallace menjadi ragu batas waktu itu diperpanjang karena pernyataan dari Biden itu. Meski demikian, negara-negara anggota G-7 tetap akan berusaha membujuk AS. Wallace juga mengaku khawatir, jika negara-negara Barat tidak meninggalkan Afghanistan, kelompok Taliban akan menyerang mereka, menyerang bandara, dan mencegah orang meninggalkan Afghanistan. ”Jika bandara diserang, otomatis lumpuh dan jelas akan ada masalah kemanusiaan,” ujarnya.
Dalam dua pekan terakhir, Inggris sudah mengevakuasi sekitar 8.600 orang dari Afghanistan, termasuk 2.000 orang dalam waktu 24 jam terakhir. Wallace khawatir tidak semua orang bisa dievakuasi karena waktu yang terbatas. Spanyol juga tidak akan bisa menyelamatkan semua warga Afghanistan yang selama ini membantu kepentingan kantor perwakilan Spanyol di Afghanistan. ”Kami berusaha mengevakuasi sebanyak mungkin orang, tetapi akan ada yang tidak bisa dievakuasi karena akses di bandara yang rumit,” kata Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles.
Menlu Jerman Heiko Maas juga mengingatkan, meski batas waktu evakuasi diperpanjang selama 1-2 hari pun, tidak semua warga Afghanistan akan bisa dievakuasi.
Robles mengkhawatirkan kelompok Taliban yang menjadi semakin agresif karena kemarin terjadi baku tembak di luar bandara. Situasi semakin mengkhawatirkan karena semua orang menyadari waktu semakin terbatas. Sama seperti negara-negara lainnya, Spanyol juga mengevakuasi warga Afghanistan yang selama ini bekerja bagi Spanyol. Sampai sejauh ini sudah ada 700 warga Afghanistan yang dievakuasi.
Stop evakuasi
Jika AS menghentikan proses evakuasinya pada 31 Agustus, Perancis juga akan melakukan hal yang sama. Sekitar 2.000 warga Perancis dan Afghanistan sudah dievakuasi Perancis melalui bandara militer di Abu Dhabi setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron mau menerima warga Afghanistan yang terancam oleh kelompok Taliban. Kementerian luar negeri Perancis mengidentifikasi ada 62 warga Perancis yang harus dievakuasi dan masih banyak permintaan warga Afghanistan yang sedang dikaji.
Duta Besar Afghanistan di Perserikatan Bangsa-Bangsa Nasir Ahmad Andisha menyerukan agar kelompok Taliban dimintai pertanggungjawabannya karena menciptakan situasi yang tidak pasti dan mengerikan di Afghanistan. Jutaan warga Afghanistan takut nyawa mereka terancam dengan kembalinya kekuasaan di tangan kelompok Taliban. Apalagi, anggota-anggota kelompok Taliban mendatangi rumah ke rumah untuk mencari orang-orang tertentu.
”Pemerintahan baru Afghanistan harus melibatkan seluruh kelompok etnis yang ada di Afghanistan dan harus ada perwakilan perempuan,” kata Andisha ketika berbicara di sesi darurat Dewan Hak Asasi Manusia di PBB.
Dari hasil pembahasan para petinggi kelompok Taliban, menurut kantor berita Afghanistan, Pajhwok, sejauh ini sudah ditunjuk Gul Agha sebagai menteri keuangan, Sadr Ibrahim sebagai pejabat sementara menteri dalam negeri, Najibullah sebagai kepala badan intelijen, Mullah Shirin sebagai gubernur Kabul, dan Hamdullah Nomani sebagai wali kota Kabul.
Kekerasan
Michelle Bachelet dari HAM PBB mengaku menerima banyak laporan yang dapat dipercaya yang menceritakan terjadinya pelanggaran serius oleh kelompok Taliban, termasuk eksekusi warga sipil dan pembatasan pergerakan perempuan serta penindasan terhadap mereka yang memprotes kekuasaan kelompok Taliban. Berbicara di depan Dewan HAM PBB, Bachelet meminta supaya PBB segera menyusun mekanisme untuk terus memantau segala tindakan kelompok Taliban.
”Ada kekhawatiran dan ketakutan di kalangan perempuan, wartawan, dan generasi baru pemimpin masyarakat sipil yang muncul beberapa tahun terakhir ini,” kata Bachelet.
Ia juga mengingatkan kelompok minoritas etnis dan agama yang beragam di Afghanistan juga berisiko mengalami kekerasan dan penindasan. Ini karena mengingat perilaku kekerasan kelompok Taliban dari dahulu.
Para pakar HAM PBB independen dalam pernyataan bersamanya mengatakan, banyak warga Afghanistan yang saat ini sedang bersembunyi karena takut dengan kelompok Taliban yang kerap berpatroli di jalanan dan dari rumah ke rumah. ”Ada juga laporan, Taliban mencari dan menangkapi orang-orang dan juga ada pelecehan serta intimidasi dan pengambilalihan properti warga,” sebut pernyataan bersama itu.
Dewan HAM PBB akan mempertimbangkan mengeluarkan rancangan resolusi yang menyuarakan kekhawatiran akan laporan pelanggaran-pelanggaran. Pertemuan Dewan HAM PBB dan rancangan resolusi itu diusulkan Pakistan atas nama Organisasi Kerja Sama Islam. Namun, dalam laporan itu tidak disebutkan nama kelompok Taliban secara langsung dan tidak ada usulan untuk membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki laporan-laporan itu.
Dewan HAM PBB malah meminta Bachelet memberikan laporan perkembangan terakhir mengenai laporan-laporan pelanggaran itu ke forum itu pada Maret 2022. Forum itu juga mendorong semua pihak untuk menghormati HAM, termasuk menghargai partisipasi perempuan dan kelompok-kelompok minoritas. ”Sebenarnya kami berharap ada pernyataan tertulis yang lebih tegas. Namun, hasilnya sangat minimalis dan kami kecewa,” kata seorang diplomat Barat kepada kantor berita Reuters. (REUTERS/AFP)